Friday, August 19, 2016

Dai dan Tujuhbelasan

Beberapa hari belakangan ini, masyarakat disibukkan dengan hajatan peringatan hari kemerdekaan, tujuh belasan, yang kemungkinan besar, diambil perayaannya, pesta rakyatnya, senang-senangnya.

Bagaimana pemahaman dan pemaknaan dari peristiwa yang diperingati?

Wallahu'alam!

Andai didata secara akurat, masih ada berapakah orang yang sempat menyaksikan atau hidup di zaman kemerdekaan diplokamirkan?

Dari yang masih hidup, berapa orangkah yang terlibat langsung dalam perjuangan merebut kemerdekaan? Berapakah orang yang hanya sebagai saksi dan tidak terlibat sama sekali?

Entahlah, kalau para pejuang yang sebenarnya menyaksikan perayaan yang dilakukan anak cucunya sekarang, senangkah? Atau justru prihatin?

Hampir merata di setiap RT atau RW, panitia mengadakan berbagai lomba yang dari tahun ke tahun tidak terlalu jauh berbeda; panjat pinang, tarik tambang, bakiak, lari karung, makan kerupuk, dan berbagai jenis permainan anak-anak. Di kalangan bapak-bapak, gaple, catur,dll. Di kalangan ibu-ibu: lomba masak, volley, joged balon, dll.

Ada juga yang mencoba mewarnai dengan lomba-lomba yang bernuansa agama, seperti lomba hafalan qur'an, adzan, cerdas cermat, dll.

Puncak acaranya, bagi-bagi hadiah, makan-makan dan pentas musik.

Kita, sebagai manusia merdeka, bebas menentukan pilihan sikap terhadap perayaan yang ada. Mau ikut terlibat sebagai penyelenggara? Sebagai peserta? Sebagai penonton? Atau berlepas diri dari semuanya?

Dimana dai dalam kondisi seperti ini?

Kita akan melihat, para dai pun menentukan pilihannya masing-masing, tentu dengan berbagai pertimbangan.

Ada yang sama sekali tidak ambil  bagian di dalamnya, walau sekedar menampakkan diri atau ikut sumbangan sekedarnya.

Ada yang mau peduli, sekedarnya, ambil bagian di bagian yang dianggap masih bisa ditolerir, seperti misalnya ikut menyaksikan anak-anak lomba.

Ada juga yang jadi penyelenggara, dengan begitu bisa menentukan jenis kegiatan yang bisa ditolerir.

Ada juga yang ikut hadir kumpul-kumpul di puncak acara, yang artinya ada pentas musik yang di gelar.

Oke, saya menyoroti hal yang terakhir, tentang para dai.

Menurut saya, masing-masing dai sudah dewasa, punya alasan dalam memutuskan sikap dan bertanggung jawab atas pilihannya itu, maka, alangkah baiknya kalau masing-masing tidak menilai pihak lain yang berbeda pilihan. Biarlah urusannya kepada Allah. Jangan sampai mengecam pihak lain apalagi sampai mempertanyakan masalah akidah dan akhlaknya.

Bukankah tanggal 17 Agustus hanya satu hari dalam setiap tahun?

Tugas dai di zaman ini sangatlah berat, jangan lagi ditambah dengan persoalan perbedaan yang di besar-besarkan.

Andai tidak bisa bekerja dalam satu pasukan, sibuklah mengurus barisannya agar rapi, solid dan bertambah kuat, tidak perlu mengkritisi barisan lain.

Kalau memang sama-sama menuju Allah, berjuang menegakkan kalimatullah, abaikan perbedaan, fokus pada persamaan.

Thursday, August 18, 2016

Hukum Jalanan 6

Semua sudah terjadi, tak perlu ada yang disesali, tugas kita adalah mengambil pelajaran dari peristiwa ini agar ada nilai-nilai yang bisa jadi pegangan dalam langkah ke depan.

1. Tak ada peristiwa yang terjadi tanpa izin Allah, hatta selembar daun kering yang jatuh dari tangkainya. Sikap terbaik adalah menerimanya dengan lapang dada, walau  di awal tentu dengan proses pemaksaan yang menyakitkan.

2. Menjadikannya sebagai sarana evaluasi diri dari berbagai sisi. Selalu ada keterkaitan antara kemarin, hari ini dan esok, walau kadang kita tidak segera memahami dengan pasti, benang merah sebagai penghubungnya.

#bisa jadi ada langkah yang kurang hati-hati dalam perencanaan dan pelaksanaannya.
#bisa juga sebagai pilihan Allah karena kasih sayang-Nya, wasilah pengampunan dosa-dosa kita yang menggunung, Alhamdulillah, bukan musibah yang lebih berat dari ini.
#bisa juga sebagai pengingat, mungkin ada ibadah-ibadah kita yang perlu diperbaiki, atau ada sikap kita yang kurang baik pada orang lain, sehingga musibah ini sebagai pengabulan doanya untuk kita.
#bisa juga sebagai pengantar kebaikn-kebaikan yang Allah berikan, inna ma'al usyri yusro, sesungguhnya bersama kesulitan, ada kemudahan. Fokus pada kemudahan yang akan datang,ntentu dengan upaya penyambutannya. Kemudahan itu bisa berupa rizki yang tak terpikirkan sebelumnya, bisa persaudaraan dan silaturahim yang semakin baik, bisa juga jalan-jalan yang selama ini sulit sekali kita membukanya.

3. Meningkatkan kualitas diri, meningkatkan rasa syukur dengan  mengambil sudut pandang yang tepat dalam peristiwa ini, meningkatkan kemampuan untuk lebih mudah memaafkan.

4. Mencatat point penting dan menggunakannya untuk langkah ke depan.

Tak ada kebaikan dari sebuah peristiwa, kecuali dia akan lebih mendekatkan diri kita kepada-Nya.

Wednesday, August 17, 2016

Hukum Jalanan 5

Pak R masih berusaha mengkomunikasikan masalah itu dengan pak Sm dan pak Sd. Sempat terjadi miskomunikasi sehingga pak K berniat melanjutkan perkara, bahkan sudah menghubungi temannya yang kapolres. Itu berarti mobil akan disita sebagai barang bukti, entah sampai kapan. Tentu saja akan muncul masalah baru dengan Mas T, sedang urusan kemarin belum selesai.

Pak R berusaha meluruskan dan melanjutkan pembicaraan secara kekeluargaan. Bukan takut mengikuti jalur hukum, tapi terlalu memperpanjang masalah dan hasilnyapun belum tentu lebih baik. Sambil mengulur waktu, mencari peluang-peluang untuk mendapatkan rizki, masih terus diupayakan untuk diringankan.

Akhirnya, walaupun tak sesuai harapan, ada sedikit pengurangan, pak K bersedia menerima 4 juta dari 5 juta yang tertera di kertas bermaterai. Alhamdulillah, yang sedikit harus disyukuri.

Sementara H berusaha mengumpulkan uang dengan membantu proyek temannya, karena sedang tidak ada job.

Begitu juga Bu N, berusaha mengambil peluang yang ada untuk membantu. Alhamdulillh, dalam kondisi seperti ini, sepertinya pintu rizki terbuka lebih lebar dari hari-hari biasa.

Alhamdulillah, 4 juta terkumpul dengan berbagai jalan.

#bersambung

Tuesday, August 16, 2016

Hukum Jalanan 4

Akhirnya, waktu yang disepakati tiba. Pak R dan H berkunjung ke rumah Pak K di kota BL yang ditinggali anaknya yang kuliah.

1,5 jam pembicaraan tidak menemukan kata sepakat. Uang satu juta dibawa pulang, STNK tetap ditahan.

Pak R : Selain anggota dewan, Pak K juga banyak bisnis. Dia punya klinik, sekarang sedang kuliah s2, barusan gagal panen, modal tanam lebin dari seratus juta, tidak kembali, reparasi mobil 13 juta. Jadi bisa dibilang, dia sedang terpuruk.

Bu N diam. Jauh dari harapan dan dia sangat tahu tipe suaminya yang gampang kasihan, suka menolong, sering mengalah dan tak suka cari musuh. Tak terasa, air matanya menetes! Kasihan H, bagaimana mengadakan uang sebanyak itu dalam waktu cepat? Sedang usaha yang baru dirintisnya belum menampakkan hasil, baru sebatas mempertahankan eksistensi, sekedar cukup membayar karyawan, itupun kadang terlambat.

H : Berarti Pak K orang kaya, usahanya di mana-mana. Duit segitu, nggak ada artinya. Lha, kita?

A : Kok kita diuji terus, ya? Baru selesai menanggung biaya pengobatan orang yang nabrak kita, sekarang kena musibah lagi(sambil menitikkan air mata).

Bu N : Biasa itu, ujian di awal untuk memperkuat mental kita menghadapi ujian yang mungkin ke depan lebih berat lagi. Sambil dipelajari dari setiap peristiwa, nilai apa yang bisa diambil.

H : Kalau ketemu hal seperti itu, harus beres di tempat. Kuat-kuatan ngotot.

H mungkin belum siap menghadapi rimba kehidupan yang kejam, selama ini dia dididik untuk menghormati orang yang lebih tua. Pak X dan K seumuran dengan orang tuanya, malah kelihatan lebih tua, rasanya nggak mungkin mau ngotot menghadapi mereka.

Pak R : Kata pak K, seharusnya H menekan pak X untuk minta ganti rugi.

A : Lah, bukannya dia yang sudah ngambil duluan. Nanti, kalau kita sudah sukses, jangan sampai mendzolimi orang kecil, ya!

Bu N : Mungkin dia nggak merasa dzolim, tapi mengambil haknya.

Pak R : Ya sudah, nanti Abi minta saran Pak Sm dan Pak Sd lagi.

#bersambung

Hukum Jalanan 3

Pak R segera menghubungi Pak Sm, yang ternyata satu fraksi dengan Pak K. Setelah semua diceritakan, akhirnya beliau memberi jawaban yang sungguh melegakan hati Bu N.

Pak Sm : Yo wes, anti saya ambilkan STNK-nya.

Dari Pak Sm, diketahui, ternyata istri Pak K belum lama meninggal terserang kanker, dan beliau sedang dalam pencalonan ketua partai di daerahnya.

Misi Psk Sm gagal! STNK tidak bisa diambil, beliau menyarankan Pak R untuk janjian ketemuan dengn Pak K.

Sebelum ketemu dengan Pak K, Pak R mengajak H menemui Pak Sd untuk konsultasi dari tinjauan hukum. Dari beliau ada sara langkah-langkah yang bisa diambil jika cara kekeluargaan gagal.

Sementara, hasil konsultasi A dengan U,

A: Pak K mempunyai dua kesalahan, pertama menahan STNK, itu kewenangn polisi, kedua melanggar jarak berkendara dengan kendaraan di depannya.

Bu N : Kalau begitu, H juga punya kesalahan yang sama, melanggar jarak berkendara.

Pak R : Kalau masuk urusan polisi, lebih ribet lagi. Kendaraan akan ditahan untuk barang bukti selama proses, mengeluarkannya juga tidak mudah. Pastinya Mas T nggak mau mobil sewaannya ditahan, artinya pemasukan berhenti.

Pak H : Ini aja tiap hari nelpon, nanyain uang untuk ngeluarin mobil dari bengkel, aku baru punya 1 juta sisa proyek kemarin. Akhirnya, ditalangin dulu, tapi secepatnya aku harus lunasin. Sekarang nelpon terus nanya, kapan STNK dikembaliin.

Pak R : Ya wajarlah, siapa yang mau rugi? Gara-gara ini, usahanya terhambat.

Pak H : Gimana besok ketemu Pak K?

Bu R : Pakai uang buku Umi, ada sejuta, semoga beliau bisa diajak saudaraan. Dari pada uang segitu untuk ngurus buat STNK baru.

#bersambung


Hukum Jalanan 2

Pak H, usia belum genap 22 tahun, sedang merintis usaha, yang salah satu investornya adalah U, seorang polwan.

8 Agustus 2016, di rumah keluarga Pak R, ayah Pak H.

Kebiasaan Pak H, berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri selagi mampu, baru menceritakan pada keluarga setelah selesai atau jika masalah di luar kemampuannya. Berembuglah Pak R, Pak H, Bu N (ibunya H) dan A(istri H)

Bu N: Kenapa nggak nelpon U?

Pak H : Nggak kepikir, lagian U, polisi masih baru.

Bu N : Ada dokumentasinya?

Pak H : Lengkap, semua aku foto, termasuk saat Pak X ngasih uang.

Pak R : Nanti Abi konsul ke Pak Sm, dia kan anggota DPRD di tempat Pak K, dan ke Pak Sd, teman Abi yang pengacara.

A: Nanti aku nelpon U, nanya gimana aturan main di kepolisian.

Bu N : Kita selesaian kekeluargaan dulu, kalau nggak bisa, kita pertimbangkan untuk ke ranah hukum atau pakai potensi menulis Umi, bisa minta bantuan Pak SS, pimpinan media online atau melibatkan AS, pimpinan portal, teman kita juga.

Pak H : Berat banget harus menanggung 5 juta, belum lagi biaya perbaikan pick up sewaan 2,5 juta. Itu juga masih harus ganti lampu sen. Untuk bayar karyawan juga belum kelihatan dari mana.

Pak R : Bersabar, kita urai satu-satu, insyaallah ada jalan keluarnya. Kita bisa belajar banyak dari peristiwa ini.

Pak H : Allah Maha Kaya...Allah Maha Kaya...Allah Maha Kaya.

#bersambung

Hukum Jalanan 1

7 Agustus 2016, sekitar jam sembilan pagi, terjadi sebuah kecelakaan beruntun di depan kantor samsat kota BJ.

Tiga buah mobil bertabrakan karena sebab tertentu.

Terdepan, sebuah mobil yang dikendarai Pak X berhenti mendadak, ditabrak mobil pick up yang dikemudikan Pak H yang sudah berusaha menekan rem dan mobil di belakangnya, milik Pak K, menabrak pick up.

Ketiganya menepi untuk menyelesaikan masalahnya, polisi yang sedang bertugas di lokasi, tidak ikut campur setelah Pak K, yang seorang anggota dewan daerah mengatakan bahwa dia teman salah seorang kapolres.

Akhir dari penyelesaiannya:
1. Pak K minta ganti rugi kepada Pak X dan Pak H atas kerusakan mobilnya yang menabrak mobil yang dikendarai Pak H.
2. Pak X mengeluarkan uang 1,5 juta dari sekian juta yang diminta dengan catatan, masalah selesai di tempat.
3. Pak H tidak membawa uang untuk memenuhi tuntutan Pak K dan tidak berhasil keluar dari masalah dengan argumentasi. Akhirnya, dibuat perjanjian di atas materai menggunakan kertas dengan kop DPRD, bersedia ganti rugi sebesar 5 juta, stnk mobil pick up ditahan Pak K sebagai jaminan.

#bersambung

Wednesday, August 10, 2016

Kesan Pertama

Kesan pertama begitu...selanjutnya...😃😃

Sepertinya sudah tahu semua, ya, iklannya?

Ok, kita bukan mau membahas iklan apa yang menggunakan potongan kalimat itu, tapi akan fokus pada seseorang di facebook.

Pernahkah para sahabat terkesan bahkan sampai level jatuh cinta pada seseorang berdasarkan status-statusnya? Wait! Bukan jatuh cinta bernuansa pink, ya! Hmm, katakanlah mengagumi!

Karena penasaran, selalu menanti postingannya, memperhatikan dan membandingkan dengan awal-awal kemunculannya?

Serapat-rapatnya seseorang menyembunyikan identitasnya, biasanya, ada saatnya dia akan membukanya sendiri. Baik itu sosoknya, misalnya dengan foto, maupun kepribadiannya.

Kita akan bisa membedakan, mana orang-orang yang konsisten, baik dari keterbukaan tentang identitas sewajarnya, maupun pemikirannya  melalui postingan-postingan, maupun pilihan artikel yang dicopasnya.

Kita juga akan temui orang-orang yang tebar pesona di awal, tapi pada akhirnya dia tak tahan dengan topengnya, nampaklah keasliannya.

Tidak menutup kemungkinan, ada orang yang di awal kurang bersahabat, semaunya sendiri, tapi seiring berjalannya waktu, ada perubahan yang signifikan, tampak peningkatan kedewasaan dalam status-statusnya.

Jadi?

Jangan mudah terpesona sebelum memahami keasliannya, n

Thursday, August 4, 2016

Sedekah Semua

"Umi nggak nyisihin sebagian penghasilan untuk sedekah?"

"Nggak?"

"Kok nggak, sih? Kan biar berkah?"

"Umi nggak sedekahin sebagian, tapi semua."

"Kok semua?"

"Lah, iya. Untuk belanja dapur, itu sedekah. Untuk uang jajan anak-anak, sedekah juga. Untuk nambah bayar spp, sedekah juga. Kan Umi nggak punya kewajiban menafkahi keluarga, jadi nilainya sedekah."

"Ngasih-ngasih buku, sedekah juga?"

"Itu lagi, sedekah barang, sedekah ilmu, menyambung silaturahim. Itu salah satu yang buat Umi lebih semangat nulis."

"Tapi jangan banyak-banyak, Mi, nanti nombok pas mau buat buku lagi."

"Ya tetap ada hitungannya, sedekah, kan tidak boleh membuat kita bangkrut."

"Sedekah tidak akan membuat kita miskin, kan, Mi?"

"Iya, bahkan orang yang rajin sedekah, kalau bisa menjaga niatnya, walau kelihatannya miskin, tapi sesungguhnya dia sangat kaya, karena milik kita adalah yang kita sedekahkan."

"Kayanya di akhirat, ya, Mi?"

"Ya, di dunia juga kaya, karena dia pandai bersyukur dan bahagia bisa bersedekah, menyenangkan orang lain. Orang kaya adalah orang yang merasa cukup, orang yang mensyukuri apa yang sudah diberikan Allah untuknya."

"Kalu kita bersyukur, Allah akan menambah nikmat, kan, Mi?"

"Pinterrrrrrrr!"

#obrolan dengan anak-anak.

Pionir dan Follower

Kadang gelisah melihat orang lain mampu melakukan kebaikan yang kita tidak mampu mengikutinya, padahal, jika menganalisa urgensi dari amal-amal yang Allah izinkan kita melakukannya, masyaallah!

Kita sering melihat kebaikan pada diri orang lain dan mengabaikan bahwa kita pun pernah diberi kesempatan untuk melakukan kebaikan dalam bentuk yang berbeda.

Ada baiknya kita evaluasi diri secara adil, kebaikan dan keburukan, bukan untuk ujub, tapi agar lebih bisa bersyukur, untuk bisa lebih memperbaiki  tanpa terlalu merendahkan diri sendiri.

Kita lupakan kebaikan yang pernah kita lakukan, itu baik, agar terhindar dari ujub, tetapi mengingat bahwa kita pun bisa dan pernah melakukan kebaikan, juga tidak dilarang, agar kita lebih bisa bersyukur. Adil itu bukan hanya untuk orang lain, harus juga untuk diri sendiri.

Jadikan diri seperti sumur yang memiliki mata air yang baik. Tidak membludak saat hujan ataupun kering saat kemarau. Miliki motivasi dalam diri yang mampu membakar semangat untuk terus melakukan kebaikan, tanpa tergantung musim.

Jadilah pionir dalam kebaikan, walaupun jadi follower bukan suatu kehinaan.

Wednesday, August 3, 2016

Kebutuhan Calon Perpustakaan MHA

Hmmm, serius ini!

Mulai menginventarisir kebutuhan untuk sebuah perpustakaan sederhana :

Yang sudah ada :
1. Koleksi buku, ada ratusan buku dan majalah, belum dihitung totalnya. Perkiraan antara 500 sd 1000.
2. Seperangkat komputer.
3. Satu meja kantor.
4. Ruangan dengan ukuran 4 m x 3,5 m berlantai keramik di tambah teras ukuran 3,5 m x 2 m.
5. Beberapa lembar karpet plastik.

Yang dibutuhkan :
1. Lemari kaca ukuran 110 cm x 175 cm x 35 cm sebanyak 5 buah.
2. Lemari berkas dengan ukuran 110 cm x 175 x 50 cm, satu buah.
3. Biaya untuk perawatan buku :
    - membeli sampul plastik dan perlengkapan menyampulnya.
    - menjilid majalah yang masih baik dengan di bendel per 5 eksp.
    - mengganti karpet dengan kualitas memadai.

Fungsi peepustakaan :
1. Seminggu 2 sd 3 untuk majelis ta'lim ibu-ibu, siang dan sore.
2. Seminggu 4 kali untuk menerima setoran hafalan, malam hari.
3. Sebulan sekali diskusi kepenulisan (diupayakan rutin).
4. Untuk pelatihan LKP jika pesertanya sedikit.

Jadi, butuh biaya berapa? He he, belum survey harga.

Dananya dari mana? Dari Allah melalui jalan yang dipilih-Nya.

Adakah yang minat jadi jalan-Nya? Imbalannya urusan Allah, ya? Hubungi sam/wa 081379147511

Bismillah!

Tuesday, August 2, 2016

Perpustakaan MHA

Nama MHA sepertinya akan dimunculkan lagi, setelah sebelumnya digunakan untuk brand rumah terapi, rumah tahfidz dan beberapa produk usaha kecil kami.

Kali ini untuk nama perpustakaan yang sedang saya rencanakan.
Setelah suami mengizinkan, maka saya lebih fokus memikirkan untuk segera merealisasikannya.

Memiliki perpustakaan adalah mimpi saya sejak kecil. Saat itu, saya sering berhayal, seharian ada di ruangan penuh buku berjajar rapi. Mungkin karena kondisi, dulu sangat suka membaca, tapi fasilitas sangat terbatas.

Sebenarnya, mimpi itu kini sudah nyata, walau tak seindah hayalan saat itu. Dari awal berkeluarga, kami sudah merintisnya, mengumpulkan buku dan majalah yang mampu kami beli. Untuk koran, tak sanggup kami mengoleksinya, cukup dibaca, dikumpulkan, sampai ada yang membutuhkan.

Sayangnya, kami lemah di perawatan! Selain terkendala kesibukan, juga sarana. Sampai akhirnya, kemarin saya membicarakan dengan suami.

"Bi, boleh ya, buku-buku kita wakafkan secara fungsi?"

"Maksudnya?"

"Secara fisik, buku-buku itu tetap dalam pengawasan dan perawatan kita, tapi fungsinya dimanfaatkan untuk orang banyak. Kita buat perpustakaan, walaupun entah, bagimana minat masyarakat sekarang terhadap perpustakaan."

"Dimana tempatnya?"

"Berapa ukuran ruang tamu kita?"

"4 × 3,5m"

"Kita wakafkan fungsinya untuk perpustakaan."

"Kalau ada tamu?"

"Ya, bisa saja dwi fungsi. Kemarin Umi pengen wakafkan rumah kita untuk santri mukim, kata anak-anak, kurang ahsan, karena campur dengan keluarga kita. Ya sudah, untuk rumah tahfidz mukim, bersabar dulu. Tapi Umi pengen, rumah ini berkah. Ruang depan sudah untuk terapi, menolong orang sakit, nah, ruang tamu untuk perpustakaan, tempat singgah orang-orang yang butuh ilmu."

"Rencana Umi, gimana?"

"Buku kita ada 4 lemari, itu modalnya. Kebutuhan lain, seperti lemari kaca, dan perlengkapan untuk perawatan buku, kita libatkan orang lain. Umi yakin, banyak orang baik yang ingin ikut dalam proyek amal jariyah ini."

"Oke, Abi ridho."

Alhamdulillah!

Tinggal buat hitungan ini! Semoga Allah mudahkan, aamiin.

Rumah Produktif dan Berkah

Tahun 1996, kami bertetangga dengan keluarga yang memiliki lima orang anak, tapi tinggal di rumah kontrakan yang setiap waktunya membayar sering tidak memegang uang cukup, sedang kami jarang bisa membantu meminjaminya, apalagi kalau bertepatan dengan tahun ajaran baru.

Kehidupan mereka membuat kami bertekad, sebelum anak-anak sekolah yang membutuhkan biaya banyak, harus sudah tinggal di rumah sendiri.

Alhamdulillah, mungkin Allah memberikan rizki sesuai dengan yang kita tekadkan. Tahun 2001, cita-cita itu terwujud. Kami menempati rumah yang sesuai kebutuhan, walau sederhana. Sebuah rumah di pojok komplek, yang kami tinggali setelah direhab secukupnya, setelah beberapa tahun, ada kondisi yang memaksa kami melakukan rehab kedua, hingga kini tak lagi sempat tersentuh untuk rehab tahapan berikutnya.

Kami punya konsep, bagaimana agar rumah bisa produktif dan berkah. Alhamdulillah, Allah memberi kami kesempatan untuk mewujudkannya.

Selain untuk membina keluarga, rumah ini juga selalu produktif dari sisi ekonomi, walau sekedarnya, pernah menjadi tempat usaha ; konveksi, catering, produksi makanan dan minuman ringan, rumah terapi. Juga bermanfaat dari sisi keilmuan dan sosial ; TPA, lembaga kursus, majelis ta'lim dan rumah tahfidz.

Kami ingin terus meningkatkan produktivitas dan keberkahannya dengan berbagai aktivitas positif, selain sebagai rumah yang memunculkan para hafidz/oh Qur'an.

Salah satu yang sedang kami pikirkan adalah mendirikan perpustakaan! Tunggu konsepnya, yaaaa.

Menjadi Generasi Pemutus (Buku)

Buku ini meeupakan kumpulan kisah nyata tentang pengaruh perlakuan orang tua kepada anak di waktu kecil terhadap karakter yang terbentuk dan dirasakan saat dewasa.

Sering air mata merebak saat proses seleksi dan edit, membaca tulisan peserta yang diungkap tentu dengan menghadirkan kenangan itu. Kadang haru, sekali dua marah, ada juga malu, karena seolah ditelanjangi oleh kisah-kisah itu.

Harapannya, buku ini mampu menghadirkan hal-hal yang bisa meningkatkan kesadaran orang tua dalam mengasuh, merawat dan membimbing anak-anaknya.

Sangat dianjurkan untuk calon orang tua dan para orang tua. Bahasanya ringan, setelah dipermak habis oleh editor, maklumlah, untuk menjadi kontributor tidak disyaratkan ketentuan penulisan tertentu. Peserta diberi kebebasan mengungkapkan  kisahnya dengan gaya yang paling nyaman. Di situlah fungsi editor sebuah antologi, menyesuaikan sebisa mungkin agar sesuai tema dan tujuan diterbitkannya buku ini.

Dijual dengan harga Rp.50.000 (belum termasuk ongkir)

Pemesanan via wa/sms ke 081379147511.