Saturday, July 30, 2016

Orang Tua Visioner

Tidak semua orang tua "terlihat" memiliki visi untuk anak-anaknya, karena tidak semua orang paham defenisi atau makna dari visi, bagaimana menyusunnya apalagi menulis dan mempresentasikannya.

Kita bisa mengetahuinya dari beberapa hal, antara lain dari cita-cita anak?

Apa hubungannya!

Terbangunnya cita-cita anak tidak lepas dari harapan orang tua yang dikomunikasikannya secara intens, walaupun tidak menutup kemungkinan cita-cita itu muncul dengan cara lain.

Biasanya, cita-cita anak, tidak jauh berbeda dengan kesuksesan orang tua. Misal, orang tua yang sukses di birokrasi, wajar kalau anak-anaknya sukses di bidang yang sama, karena untuk mencapainya sudah memahami liku-likunya. Demikian juga dengan anak pengusaha, biasanya dia akan mengikuti jejak dalam bisnis. Bahkan, dalam bidang keilmuan pun, demikian yang sering terjadi.

Orang tua visioner, pandangannya jauh ke depan, menembus musim dan zaman. Bukan sekedar memprediksi hal apa yang paling digandrungi dan dibutuhkan di masa depan anaknya, dan mempersiapkannya sejak dini, tapi dia menunjukkan sebuah cita-cita dan posisi puncak yang layak dikejar.

Orang tua visioner tidak mudah terbawa arus dan latah dengaan perkembangan zaman.

Saat kehidupan PNS dipandang begitu menentramkan, orang tua mengarahkan dan memfasilitasi anak untuk menggapai itu, bahkan tak jarang yang rela main belakang untuk memuluskan jalan,  padahal, kebijkan untuk PNS terkait dengan siapa yang menentukan kebijakan di zamannya, kan? Tak ada jaminan, bahwa selamanya hidup jadi PNS akan aman.

Saat kehidupan sebagai selebritis begitu mempesona, berbondong-bondong mengarahkan anak ke sana, bahkan sedini mungkin, anak diikutkan kegiatan-kegiatan yang memuluskan jalan ke sana, tak peduli berapa biayanya, apa dampak negatif pada perkembangan kejiwaan anak, dsb.

Orang tua visioner akan memberi gambaran cita-cita yang update sepanjang zaman, sehingga anak akan diarahkan dan fokus untuk menggapainya.

Cita-cita itu tidak terikat musim, zaman, profesi atau bidang tertentu, tapi bisa menggunakan semuanya sebagai tangga untuk menggapainya.

Monday, July 25, 2016

Facebook dan Sakit

Sebagian orang menganggap facebook dan media online lainnya dengan pandangan negatif, dari munculnya kejahatan, perselingkuhan maupun kemubaziran waktu. Sehingga ada yang memutuskan untuk tidak menyentuhnya atau melarang anggota keluarganya untuk menggunakan.
Ada beberapa saya temui, seorang istri yang dilarang fb-an oleh suami atau seorang ibu yang dilarahg oleh anak-anaknya.

Benarkah?

Tidak dapat dipungkiri hal-hal itu sering terjadi, tapi belum ada penelitian valid yang menyimpulkan, mana yang lebih banyak, negatif atau positif.

Sebelum memutuskan sesuatu, memang kita harus pertimbangkan masak-masak, apa manfaatnya, untung atau pun ruginya.

Sekitar tiga tahun lalu, dengan izin suami dan dukungan anak, saya putuskan untuk memasuki dunia maya, dengan pertimbangan meningkatkan produktivitas dalam menebarkan kemanfaatan juga peningkatan kualitas diri.

Banyak hal positif yang sudah saya dapatkan, walau tidak bisa juga menghindari sepenuhnya hal-hal negatif, tapi kami upayakan untuk bisa menghadapinya dengan bijak. Kepercayaan penuh dari keluarga membuat saya lebih berhati-hati bermain di dunia ini.

Dengan adanya dunia maya, setidaknya saya masih bisa produktif walaupun sering mengalami gangguan fisik yang tentunya mengurangi produktivitas di dunia nyata. Namanya sering, biasanya datang sebentar, kemudian pergi.

Jadi jangan heran kalau hari ini dengar kabar saya sakit, besok sudah ada di luar kota.
Dengar kabar pagi sakit, sorenya sudah mengobati orang lain sakit.

Apa sakitnya main-main?

Ha ha, mana ada sakit main-main, adanya pas sakit serius, diupayakan segera sembuh dengan serius, setelah itu, ya segera bangkit melakukan apa yang bisa dikerjakan. Terlalu banyak hal menanti untuk segera disentuh.

Wednesday, July 20, 2016

Memilih Teman

Teman memang harus dipilih, agar tujuan dari pertemanan itu tercapai.

Pertemanan akan terjadi setelah adanya pertemuan, baik tatap muka atau cara lainnya.

Dengan semakin berkembangnya sarana media sosial, pertemanan bisa semakin diperluas.

Salah satu pintu terjadinya pertemanan adalah aplikasi messenger yang bergandengan dengan facebook.

Tanpa harus berteman di facebook, kita bisa menjalin hubungan pribadi di messenger, tanpa orang lain tahu.

Banyak cerita yang terjadi berawal dari perkenalan di messenger. Ada yang indah, terjalinnya persahabatan, terbukanya pintu rizki, bertambah kesempatan dalam memberikan kemanfaatan, tapi tidak jarang bisa juga memunculkan permusuhan, perselingkuhan, penipuan, dsb.

Di sinilah karakter manusia berperan untuk menentukan kelanjutan dari perkenalannya.

Ada yang begitu berhati-hati dan protektif sehingga begitu selektif dalam menerima perkenalan, hanya orang-orang dengan kriteria tertentu yang ditanggapi. Misalnya, seorang wanita hanya mau menerima perkenalan dari wanita saja. Dia tidak akan mau menjawab sapa pertama dari manusia berjenis pria.

Ada juga yang awalnya biasa, memberi kesempatan kepada siapa saja untuk berkenalan dengannya, sambil siap siaga untuk segera menghentikan sekiranya ada sedikit saja tanda-tanda kurang baik ke depannya.

Tapi ada juga yang tidak pandang, siapapun diterimanya menjadi teman, karena dia yakin akan bisa mengendalikan pertemanan itu.

Semua kembali kepada diri kita, mau memilih sikap yang mana, karena diri sendirilah yang tahu, seberapa kekuatan mental yang dimiliki dalam menghadapi segala kemungkinan dari sebuah jalinan pertemanan.

Tuesday, July 19, 2016

Bekal Tidur

Dulu, di awal kehidupan rumah tangga, hampir setiap hari suami pulang larut malam, terkait dengan tugasnya sebagai guru privat.

Sendiri di rumah, apalagi yang dilakukan selain membaca? Maka, setelah shalat isya, naik ke tempat tidur dengan membawa bahan bacaan; Al Qur'an, buku dan majalah. DAN ya, bukan ATAU, artinya ada kebiasaan membaca yang mungkin di anggap aneh. Membaca buku satu belum selesai, ganti yang lain, kalau bertemu dengan halaman yang tidak menarik atau bikin bete. Itu salah satu cara membuat membaca sebagai aktivitas yang menyenangkan.

Benar, di rumah banyak buku, yang jelas lemari berlabel lemari buku, ada empat, belum lagi buku-buku yang berserak di atas meja, di laci atau di tempat tidur.

"Semua  buku ini sudah Umi baca?" tanya, Hafa.

"Belum semua, tapi mungkin lebih banyak yang sudah Umi baca dari buku-buku pinjaman."

Ya, kalau buku pinjam biasanya segera diselesaikan dan segera dikembalikan, lalu...pinjam lagi. Itu dulu, saat anak-anak sampai menjelang berkeluarga.

Setelah berkeluarga dan diberi rizki untuk mempunyai  buku sendiri, kebiasaan membacanya disesuaikan. Dan itulah harta kami. Saat pindah rumah, yang paling banyak kardus berisi buku. Butuh waktu 2 minggu untuk mengemasnya sebelum pindah dan 2 minggu lagi untuk membongkarnya di rumah baru.

Sedih, saat buku-buku itu kurang terawat, apalagi kalau sampai kebocoran saat hujan.

Hamba yang Bodoh

Aku memang hamba yang bodoh.
Menerima saja apa kata Tuanku.
Percaya apapun yang dikatakan-Nya.

Berusaha mentaati apa yang diperintahkan-Nya sekuat kemampuan, Dia akan memaafkan jika aku tidak sanggup, karena Dia juga yang memberi kekuatan itu.

Tapi aku akan meninggalkan apa-apa yang dilarang dengan lebih maksimal, karena Dia tidak suka jika para hamba berpaling dari-Nya. Itu bukti kecintaan-Nya, karena Dia tahu, setiap pelanggaran adalah keburukan bagi mereka.

Apakah taatku karena takut?
Sebab ingin dapat hadiah?
Atau karena cinta?

Biarlah Dia yang menilainya.
Biarlah Dia yang menggolongkan, jika memang ada kelas-kelasnya.

Aku hanya menikmati kasih sayang-Nya tanpa ingin tahu ada di kelas mana.

Mungkin aku bukan hamba yang kritis.
Yang selalu ingin tahu sehebat apa Tuanku, bahkan dengan menguji-Nya. Yang selalu menafsirkan setiap kehendak-Nya, bahkan menganalogikan sesuai dengan kekuatan akal, juga mengikuti nafsu.

Bisa jadi aku bukan hamba yang cendikia.
Yang selalu tahu apa mau-Nya dan memberi penilaian kepada hamba-hamba lainnya, tentang keimanannya, niatnya bahkan nasibnya.

Sebagai hamba yang bodoh, aku selalu berharap petunjuk, arahan dan bimbingan-Nya dalam melangkah.

Monday, July 18, 2016

Mengukur Kekuatan Membaca

Membaca merupakan salah satu metode yang efektif dalam proses belajar, utamanya transfer informasi dan pemikiran.

Budaya membaca sangat dianjurkan sebagai kegiatan positif yang dapat meningkatkan kecerdasan dan kualitas hidup manusia.

Ada semacam penurunan kegiatan membaca buku bersamaan dengan semakin majunya teknologi internet dengan berbagai alternatif bahan bacaan yang dikemas dengan sangat menarik.

Perbedaan mencolok antara bacaan di internet dan buku, biasanya pada keluasan dan kedalaman bahasannya.

Di internet atau media online, ada kecenderungan menyajikan tulisan yang tidak terlaku panjang, sehingga kita sulit mendapatkan penjelasan yang panjang, lebar dan mendalam. Tidak demikian dengan buku, biasanya pembahasannya mendalam dan tuntas.

Hmm, jadi pengen tahu, seberapa kuat kita membaca buku, yang merupakan tradisi para pemikir dan ilmuwan.

Yok, kita  cek dengan menjawab pertanyaan berikut:

1. Seberapa lama kita tahan membaca tanpa meninggalkan bacaan kecuali untuk keperluan kecil, misal ke toilet, ambil minum atau sekedar menggerakkan badan? ( gunakan satuan ukuran jam)

2. Seberapa banyak mata kita membaca tanpa mengalihkan pandangan pada hal lain? (Gunakan satuan ukuran halaman)

3. Seberapa sering kekuatan itu kita gunakan? (Gunakan satuan ukuran perminggu)

Sayangnya saya belum menemukan (mencari) ukuran pembandingnya, misal tokohbteetentu atau hasil penelitian.

Kita bandingkan dengan teman saja, ya, di kolom komentar.

Saturday, July 16, 2016

Penyemangat

Rabu pagi, Harish sunat dengan lancar. Hal yang dikhawatirkan, rewel, tidak terjadi.

Siangnya, entah karena kondisi sedang drop, saya terserang migren. Sangat menyiksa! Hanya tiduran sambil baca-baca atau dzikir, selain shalat. Semua urusan rumah, termasuk merawat Harish, ditangani abi dan tiga orang mbaknya.

Alhamdulillah, Sabtu pagi migren sudah tidak terasa lagi, tapi badan masih lemas, ditambah berita kudeta di Turki. Untunglah Hatif segera mengabari bahwa dia ada di tempat yang jauh dari lokasi saat kejadian. Dia kirim kabar sekitar jam 7 pagi, berarti di sana sekitar jam 2 atau 3 dini hari.

Masih agak lemas, siang menyempatkan menghadiri undangan walimah tetangga, dilanjutkan pengajian di rumah.

Sore hari, Hatif mengabari bahwa kondisi sudah terkendali. Alhamdulillah.

Bersamaan dengan itu, saat membuka notifikasi fb, terpampang kiriman gambar Pak Isa Alamsyah dan Umi Sakdiyah dengan pose memberi jempol sambil memegang buku Kisah Perjalanan Menuju Keluarga Hafidzul Qur'an. Alhamdulillah, bahagianya. Jempol Pak Isa untuk sebuah buku, kan beda dengan jempol saya? Pak Isa, lho, guru banyak penulis yang telah menelurkan karyanya, termasuk saya. Beliau pengendali penerbit besar ANPH dan owner grup kepenulisan Komunitas Bisa Menulis. Pastinya, beliau tahu buku berkualitas. Hmm, ini sebagai penyemangat saya untuk terus memperbaikinya, karena memang sudah direncanakan akan cetak eksmplar yang ke 701 dst.

Hmm, serasa tambah segar di badan, walaupun belum juga berselera makan.

Innama'al 'usri yusro, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Kalau boleh dipahami, dalam kesedihan dan kesakitan, bersamanya ada kegembiraan dan kesembuhan. Saat menghadapi kesulitan, kita  butuh bersabar untuk mendapatkan pasangannya.

Sunday, July 3, 2016

Pemimpin Idaman

Tugas utama yang paling penting bagi seorang pemimpin terhadap rakyatnya adalah mendahulukan kewajiban mereka kepada Allah seperti yang dijelaskan di dalam agama sebagai petunjuknya.

Tugas kami untuk meminta kalian memenuhi apa yang Allah perintahkan kepadamu sebagai hamba-Nya yang taat serta menjauhkan kalian dari perbuatan maksiat kepada Allah.

Kami juga harus menerapkan perintah-perintah Allah dimana mereka diperlakukan sama untuk setiap orang dalam keadilan yang nyata. Dengan begitu kita memberikan kesempatan kepada yang bodoh untuk belajar, yang lengah untuk memperhatikan dan seseorang yang sedang mencari contoh untuk diikuti.

Untuk menjadi orang berimann sejati, tidak didapatkan dengan mimpi, tapi dengan perbuatan yang nyata.

Makin besar amal perbuatan seseorang, makin besar pula balasan dari Allah, dan jihad adalah puncakhya amal kebaikan dan barang siapa yang ikut berjihad dan meninggalkan perbuatan dosa dan ikhlas terhadapnya. Sebagian orang telah ikut berjihad, tetapi jihad di jalan Allah yang sesungguhnya adalah menjauhkan diri dari dosa.

Tidak ada yang disayangi Allah Yang Maha Perkasa dan bermanfaat bagi manusia daripada kebaikan pemimpin berdasarkan pemahaman yang benar dan wawasan yang luas.

Tidak ada yang paling dibenci Allah selain ketidak tahuan dan kebodohan pemimpin.

Demi Allah, aku tidak menunjuk gubernur dan pejabat di daerah kalian, sehingga mereka bisa memukulmu atau mengambil hartamu. Aku mengirim mereka untuk membimbing kalian dalam agama kalian dan mengajarkan sunnah nabi saw.

Barngsiapa diperlakukan tidak adil, segera laporkan kepadaku.

Demi Allah yang nyawaku ada di tangan-Nya, aku akan menegakkan keadilan terhadap kezholiman mereka dan jika aku gagal, aku termasuk orang-orang yang tidak adil. Lebih baik bagiku mengganti gubernur setiap hari daripada membiarkan orang zholim sebagai pejabat dalam satu jam.

Mengganti gubernur lebih mudah daripada mengubah rakyat.

Apabila yang dibutuhkan rakyat disiapkan dengan baik untuk mengganti gubernurnya, maka itu hal yang mudah. Maka barang siapa mengurusi orang muslim, bertaqwalah kepada Allah dalam memperlakukan rakyatnya,

Kepada semua pejabat, jangan memukuli orang untuk menghinakan mereka, jangan meniadakan hak mereka dan tidak mengurus mereka. Jangan menyusahkan mereka sehingga mereka merasa berat...

#sebagian pidato Umar bin Khottob saat berhaji.
#Sumber : Film Umar

Foto-Foto Workshop Kepenulisan

Sabtu 40 April 20016, Aula Fakultas Ushuluddin, IAIN Raden Intan Bandarlampung