Saturday, April 30, 2016

Buku Mahal?

"Dijual berapaan, Mi?" tanya Husna.

"15.000."

"Mahal banget, bukunya kecil begini?"

"Kalau belinya banyak, ya lebih murah, bahkan nisa setengahnya."

***

Tidak ada peraturan baku bagaimana menentukan harga buku. Sementara ini, khususnya untuk buku self/indie, sepenuhnya tergantung pada penulis, kadang-kadang ada masukan dari penerbit sebagai pertimbangan.

Mahal atau murah itu relatif, terutama untuk produk yang sifatnya hasil pemikiran.

Kalau untuk buku kosong, tentu harga sebesar itu mahal, karena kita membeli kertas, beda dengan buku yang merupakan hasil pemikiran. Kertas hanya sebagi wadah, walaupun sementara ini, yang jadi pertimbangan pertama saat menentukan harga adalah biaya terbit, yang di dalamnya termsuk harga kertas, tinta dan tenaga cetak.

Kalau kita berfikirnya lebih dalam, sebenarnya apa tujuan utama kita membeli buku? Untuk mendapatkan manfaat, bukan? Di sana kita akan menemukan hasil pemikiran penulis yang bisa kita ambil dan gunakan tanpa harus memikirkan dan menemukannya sendiri.

15.000 rupiah, kalau untuk beli bakso dapat satu mangkuk, atau nasi ayam satu bungkus, membuat kita kenyang sekitar 2 sd 6 jam, lapar lagi, bakso/ nasinya sudah habis.

Buku ini sengaja dikemas ukuran saku, supaya mudah dibawa ke mana-mana, dibaca sewaktu-waktu.

Bukan kamus, buku doa atau dzikir, isinya tentang bagaimana teknik mengubah-ubah sudut pandang dalam menghadapi berbagai permasalhn hidup yang sering menggnggu pikiran dan perasaan sehingga membuat hidup gelisah.

Buku ini dikemas ukuran saku, agar bisa dijadikan suvenir acara penting seperti pernikahan, tasyakuran, dsb. Anggarannya pun terjangkau untuk hampir semua kalangan. Terkait dengn biaya cetak, semakin banyak pemesanan, harga semakin murah.

Jadi?

Ya segera pesan! 😃, nggak mahal untuk mendapatkan manfaat di dalamnya.

Seberapa Penting Kesan Pembaca?

Untuk siapa?

Untuk penulis, tentunya.

Sangat biasa kita temui buku-buku yang diterbitkan disertai kesan atau komentar pembaca, tentunya kesan itu diberikan sebelum buku terbit, dan itu diharapkan mempengaruhi calon pembaca.

Agak beda dengan buku Kisah Perjalanan Menuju Keluarga Hafidzul Qur'an. Pemberi kesan itu benar-benar membaca buku yang sudah diterbitkan dan beredar di pasaran, maka untuk pembaca awal tidak menemukan kesan-kesan itu di dalamnya.

Tentu sangat membahagiakan jika dari pembaca yang dengan sukarela memberikan kesan sebagai apresiasi dan memberi izin untuk disertakan dalam cetakan berikutnya.

Pada umumnya manusia, sangat suka jika jerih payahnya diapresiasi positif, demikian juga dengan saya. Apalagi sebagian mereka belum pernah bertemu muka, artinya mereka percaya karena tulisan-tulisan saya.

Sebenarnya sangat banyak apresiasi itu, baik secara lisan, melalui status fb ataupun wa dan bbm. Tapi saya minta izin untuk memilih beberapa orang agar bisa mewakili kalangannya.

Jazakumullah khoiron katsiro :
1. Bapak Dr. Ir. Achmad Nawawi, MA.(dosen saya)
2. Hasanah (guru, teman kuliah saya)
3. Raihanum (wira usaha, sahabat fb)
4. Zulfa Lina Hasanah (mahasiswi, teman anak saya)
5. Fajar Belajar Sidik ( PNS Kemenkeu, teman fb, satu asal daerah)
6. Agung Pribadi (penulis , historivator)
7. Saad Saefullah (pimred Islampos)

Friday, April 29, 2016

Kreativitas : Dibatasi atau Dipancing?

Luar biasa memang, Sekolah Islam Terpadu!

Wajar kalau berbiaya mahal!

Sebagai orang tua yang telah bermitra berulang kali dalam mendidik anak-anak, saya merasa cukup puas!

Tapi...ha ha ha, kadang-kadang merasa direpotkan!

What! Nggak salah?

Ssst! Jangan baper dulu, ah!

Mungkin sebagian orang tua beranggapan bahwa kemitraannya sebatas pada, orang tua mendidik di rumah dan guru sepenuhnya mendidik saat jam sekolah.

Begitukah?

Tidak untuk Sekolah Islam Terpadu. Sekolah dan rumah disinergikan dalam program-programnya.

Setiap akhir tahun pelajaran, SDIT Permata Bunda selalu menggelar puncak tema dengan berbagai kegiatan. Tahunnini, salah satu kegiatannya adalah Family Fun Festival.

Setiap jenjang kelas membuat kreativitas dengan persyaratan tertentu yang dikerjakan oleh anak dan orang tua.

Ketentuan yang diberlakukan itu kadang membuat anak dan orang tua pusing menentukan, akan membuat apa yang sesuai dengan tema.

Yang biasa berkreasi pun tidak mudah menemukan ide, bagaimana dengan yang tak pernah bersentuhan dengan hal itu?

Lucu kalau bertemu sesama wali murid, saling tanya apa idenya, dan biasanya akan ketemu saat menjelang hari H, mepet gitu, lho.

Ketentuan yang diberlakukan bisa memancing ide, tapi tidak jarang justru menghambat.

Wes lah, ra usah digawe ribut, judulnya, kan FUN?

Thursday, April 28, 2016

Menulis Sebagai Shodaqoh

Yang namanya shodaqoh, paling sering dikonotasikan sebagai pemberian berupa uang!

Padahal shodaqoh tidak harus uang atau harta benda lain dan tidak perlu menunggu kaya.

Mari kita lihat aktivitas menulis dengan kacamata shodaqoh.

1. Jika pembaca terinspirasi dan termotivasi untuk berbuat kebaikan karena membaca sebuah tulisan, apakah itu tidak bisa dibilang sebagai bentuk shodaqoh dari penulisnya?

2. Sebagian penulis menyumbangkan beberapa persen dari penjualan bukunya untuk panti asuhan, bagaimana jika seorang istri menulis buku dan seluruh hasil penjualannya digunakan untuk belanja keluarga dan biaya sekolah anak-anaknya? Shodaqoh juga, kan?

3. Seorang penulis membimbing calon penulis lain berdasarkan pengalamannya, shodaqoh juga, kah?

4. Bisa jadi, seorang penulis berkesempatan mengubah kondisi masyarakat dan bangsa melalui tulisan yang berisi pendidikan dan dakwah, bukankah itu shodaqoh yangnpahalanya mengalir sepanjang hayat?

Jadi? Jangan segan atau ragu menjadi penulis, karena peluang shodaqoh begitu besar ada di sana.

Ragam Penduduk KBM

Sekitar akhir September  2013 saya gabung ke Komunitas Bisa Menulis yang dinahkodai Pak Isa Alamsyah dan Mas Agung Pribadidua, saat itu anggotanya belum mencapai 10.000, hm, kalau tidak salah sekitar 5 ribu lebih.

Banyak sekali manfaat yang saya dapatkan, baik ilmu kepenulisan maupun pergaulan di sosmed dan beberapa teknik menggunakan alat-alatnya.

Kenangan belajar membuat emoticon dengan kode-kode menggunakan laptop, bagaimana menyeret link, ngtag, membuat funpage, blog, dll sungguh menyenangkan untuk diingat-ingat.

Guru-guru saya yang muda-muda memang luar biasa, Kang Dana, Andrea 'Uvy' Hidayah, Richie Permana Ardiansyah, JM Vivi Violina, Ughie HS, Yuli Roismantoro, Rini Widhorahardjo dan banyak yang tidak bisa saya sebutkan, bukan melupakan jasa, tapi lupa pelajaran apa dan gurunya siapa.

Di KBM kita bagai keluarga, bercanda, sinsir-sindiran karya, marah-marahan, tapi kemudian saling memaafkan, itu biasa.

Saat baper, tak jarang menangis sesenggukan sendiri. Saat lucu, terbahak-bahak bagai orang tidak waras, begitu banyak jalinan persahabatan terbina.

Akhir-akhir ini saya mengamati sikap beberapa anggota terkait dengan kepenulisan.

1. Ada yang sekian lama memposisikan diri sebagai silent rider mutlak, no like, no komen.

2. Silent reader yang rajin sedekah like.

3. Ada yang reader, likers, dan suka komen mengapresiasi karya anggota lain.

4. Sebagian melabeli diri dengan penulis status.

5. Aktif mengikuti event di grup.

6. Rajin buat antologi.

6. Menempa diri dengan ilmu kepenulisan secara serius.

7. Spesialisasi menulis untuk media online.

8. Fokus tembus di media cetak.

9. Serius tembus penerbit mayor.

10. Tidak terlalu terpaku pada penerbit mayor maupun media cetak, sebisanya terus berkarya dan menerbitkan secara indie.

11. Membuat penerbitan.

Ada yang lain? Silakan ditambah!

Termasuk nomor  berapakah kita? Ingin berpindah atau menambah nomor berapa?

Apapun pilihan kita, akan menghasilkan kebaikan saat kita menggarapnya dengan kesungguhan.

Tuesday, April 26, 2016

Membuat Antologi, mudah?

Tergantung!

Kalau hanya membuat antologi tanpa kriteria tertentu, insyaallah mudah, tinggal membuat kesepakatan antar penulis, keluarkan sedikit modal patungan, terbitkan, jadi deh. Yang jadi masalah, seberapa banyak buku akan dicetak dan terjual?

Berkaitan dengan rencana membuat antologi yang saya prakarsai dengan dukungan sponsor tunggal Kak Ikhsan Aura, kita akan coba buktikan bahwa memang membuat antologi itu tidak sulit, bahkan ada nilai lebihnya.

Di mana nilai lebihnya?

1. Tidak melalui seleksi kepenulisan yang njimet, semua dipermudah. Peserta diberi kebebasan membuat tulisan sesuai seleranya, mengerjakan dengan perasaan nyaman, menuliskan kisah nyata yang dialaminya, asal sesuai tema "Pengaruh sikap orang tua di masa kecil terhadap karakter anak setelah dewasa".

2. Kontributor terpilih tidak perlu mengeluarkan modal untuk proses terbitnya bahkan mendapatkan satu eksemplar buku terbit sebagai kenang-kenangan.

3. Untuk yang tak ingin identitasnya diketahui, tapi berkenan berbagi kisahnya untuk diambil pelajarannya oleh pembaca, diberi kesempatan untuk menyampaikan dan akan dituliskan dengan gaya penulisan pemrakarsa. Sebelum diterbitkan, tulisan harus dibaca pemberi kisah untuk disetujui. Sebagai hadiah dan kenang-kenangan, yang bersangkutan berhak mendapat 1 eksemplar buku terbit.

4. Wow! Rugi dong pemrakarsa dan sponsor?
He he, semoga tidak, untuk sebuah kebaikan selalu ada balasannya, salah satunya ikut menjualkan antologinya, walaupun tidak juga ada keharusan. Dengan tema yang menarik, insyaallah antologi ini layak jual.
Selain keuntungan penjualan 20%, kontributor juga mendapatkan royalti 10% dari buku yang dijualkannya.

5. Jadi? Ya nggak usah mepet DL 15 Mei 2016, kerena siapa yang menyetor duluan dan sesuai tema, segera digarap. Tidak menutup kemungkinan antologi ini terbit berseri karena banyak yang berminat jadi kontributor atau yang menitip kisah hidupnya , dengan catatan bukunya banyak terjual untuk bisa membiayai seri berikutnya.

Hayo, segera menyusul, sudah ada 4 orang yang mengirimkan kisahnya. Caranya kirim ke antologiparenting@gmail.com atau inbox juga boleh.

Selamat mengenang masa kecil 😊

Sunday, April 24, 2016

Menulislah Agar Romantis

What? Maksudnya apa?

Kita sering baper atau iri kalau membaca status pasangan lain di media sosial.

So sweet! Romantis banget?

Padahal kalau dilihat isi tulisannya, ya biasa saja, pasangan kita juga sering melakukannya.

Romantis itu, kan rasa, ya dirasa-rasa sajalah.

Nggak percaya?

Contoh :

Kulingkarkan tangan di pinggangnya, tubuh merapat erat. Semilir angin menemani kebersamaan kami sore itu, saat indah yang telah lama kami rindukan.

Padahal setiap hari juga boncengan motor, hanya karena nggak dituliskan jadi tak terasa romatismenya, apalagi kalau perginya terburu-buru.

Kita sering terjebak pada romantisme tiruan, seperti orang lain, Seakan romantis itu sebatas ucapan I love setiap hari, panggilan sayang, hadiah bunga atau coklat, sehingga mengaku tidak bisa romantis atau pasangan tidak romantis.

Padahal, masyaallah...alangkah romantisnya pasangan kita jika dirasa-rasa.

Apa nggak romantis jika kita belum sempat makan karena asyik nulis tiba-tiba suami datang membawakan sepiring nasi lengkap dengan lauknya?

Apa nggak romantis ketika pulang bawa martabak kita diambilkan sepotong sebelum anak-anak menyerbu?

Apa nggak romantis ketika beliau dengan rela membereskan muntah anak yang sedang sakit karena tau kita pengen muntah kalau melakukannya?

Jangan jadi manusia yang kurang bersyukur hanya karena sesuatu yang kita inginkan tidak didapat.

Ubah sudut pandang, mainkan fantasy dan imajinasi untuk mengubah sesuatu yang nampak biasa menjadi rasa yang luar biasa. Dengan menuliskan, itu salah satu caranya.
  

Saturday, April 23, 2016

Penjelasan Event Menulis Antologi Parenting

Berkaitan dengan event yang diposting di Komunitas Bisa Menulis

https://www.facebook.com/groups/KomunitasBisaMenulis/1113470862048137/?ref=notif&notif_t=like&notif_id=1461334104104404

Sepertinya perlu ada penjelasan lebih rinci yang berkaitan dengannya.

1. Latar belakang munculnya ide ini adalah keinginan untuk andil dalam upaya meningkatkan kualitas didikan anak oleh orang tuanya agar menghasilkan generasi berkarakter dan berkualitas.

Harapannya, dengan memperhatikan penuturan langsung dari anak yang mendapat perlakuan tertentu oleh orang tuanya, bagaimana perasaannya saat itu, bagaimana perlakuan itu mempengaruhi perjalanan hidup dan membentuk karakternya, akan memberikan pelajaran bagi orang tua lain untuk lebih cermat dalam bersikap, walaupun tak ada jaminan, perlakuan yang sama memberikan dampak yang sama juga. Setidaknya ada kesamaan naluri dasar manusia yang memungkinkan peristiwa yang sama akan memberikan dampak yang sama.

2. Bentuk partisipasi

a. Ada orang yang ingin melupakan masa lalu dan memendam semua kenangan saat kecilnya, biasanya yang terkait dengan trauma. Tapi ada juga yang berusaha mengambil hikmah dan berdamai dengan takdirnya dan ingin berbagi dengan menceritakan kisahnya pada orang lain agar tidak melakukan kesalahan yang sama.

b. Ada orang yang bahagia dengan masa kecilnya dan ingin anak lain pun merasakannya serta berharap para orang tua melakukan seperti apa yang dikerjakan ayah ibunya.

c. Ada juga yang ingin bercerita tapi tak sempat menuliskannya atau tak ingin namanya disebutkan.

Maka kontributor dibedakan atas dua jenis:

A. Kontributor ide, yaitu yang menceritakan kisah yang dialami dengan sejujurnya dan dituliskan oleh Neny Suswati, sebelum dibukukan, naskahnya dibaca oleh kontributor untuk mendapatkan persetujuan.

B. Kontributor tulisan, yaitu yang menuliskan sendiri pengalamannya.


3. Bentuk Apresiasi

Karena antologi ini akan diterbitkan indie, maka diharapkan kontributor ikut aktif dalam penjualan, walaupun tidak ada pemaksaan, artinya ikut menjualkan tidak termasuk syarat menjadi kontributor
.
1. Untuk kontributor A, akan mendapatkan:

* gratis satu buku terbit

* diskon 20% untuk pembelian buku (biasanya untuk dijual lagi)

2. Untuk kontributor B

* gratis satu buku terbit

* diskon 30% untuk pembelian buku ( 10% royalti penulis yang menjualkan + 20% keuntungan penjualan)

3. Untuk penyumbang judul terpilih

* gratis satu buku terbit

* diskon 20% untuk pembelian buku.


Semoga penjelasan ini bisa mencegah timbulnya salah persepsi yang tidak perlu.

Tuesday, April 19, 2016

Menulis Sebagai Jejak Sejarah

Saat masih hidup, mungkin Kartini tidak pernah berpikir bahwa namanya akan disebut sampai sekarang. Beliau tidak tahu akan dipahlawankan.

Hampir setiap bulan April, ada yang mempermasalahkan, kenapa Kartini yang dipahlawankan sedangkan ada tokoh wanita lain dengan kiprahnya yang dianggap lebih layak mendudukl posisinya?

Semua itu terjadi, selain karena memang garis takdir, juga ada peran penulis sejarah di dalamnya.

Kita pun tak tahu, berapa ratus kemudian, apakah nama kita masih disebut oleh anak cucu?

Mengapa tak mencoba menuliskan sejarah diri kita sendiri untuk menjadi  bukti sejarah yang otentik jika ternyata Allah memilih mengabadikan nama kita di masa generasi mendatang?

Jadi, menulis bukan sekedar hobi.
Menulis bisa ditingkatkan urgensinya sebagai bukti sejarah kehidupan selain juga sebagai warisan untuk keturunan.

Maka, mengapa mesti menunda untuk menulis?

Tuesday, April 12, 2016

PsyWar


Psywar

Saat sekolah dan kuliah, saya punya kebiasaan yang kurang umum dilakukan teman-teman lain.

Menjelang ujian, biasanya siswa dan mahasiswa melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan nilai yang baik, ada usaha positif, ada juga yang curang. Belajar sampai lembur, menyiapkan contekan di kertas kecil dan tempat lainnya, memilih tempat duduk yang jauh dari pandangan pengawas ujian sekaligus aman untuk diskusi dan tukar jawaban.

Saya termasuk siswa yang malas mengulang pelajaran, tidak belajar sampai lembur kecuali ada tugas yang harus segera dikumpulkan.

Dalam memahami pelajaran, saya mengandalkan tatap muka di kelas. Bangku pojok paling depan, dekat meja guru adalah posisi favorit saat belajar maupun ujian.

Kalau tegang memikirkan akan ujian, saya lebih suka mengalihkannya dengan membaca novel atau bacaan lain yang bukan pelajaran. Beres baca novel, baru membaca bahan pelajaran.

Juga tidak tertarik dengan mencontek atau kerjasama saat ujian, teman-teman paham kebiasaan itu. Kalau mau bertanya, saya tidak pelit berbagi, tapi di luar waktu ujian.

Satu lagi yang dianggap aneh, hampir selalu selesai duluan saat ujian dan langsung meninggalkan kelas. Wajar kalau ada sebagian peserta yang grogi dan terganggu konsentrasinya.

Ada yang bilang, itu psywar! Perang urat saraf!

Wew!

Sungguh, tidak ada niat seperti itu! Saya hanya tidak suka bengong di dalam kelas, lebih nyaman menunggu jam pelajaran berikutnya di taman sekolah, emperan kelas atau masjid. Sambil baca, tentunya.

Tak jauh beda dengan sekarang, saat mulai berkiprah di dunia kepenulisan. Saya bukan tipe yang memberi kejutan dengan karya yang tiba-tiba muncul. Lebih suka menyampaikan prosesnya dan segera mengabarkan hasilnya. Bukan untuk membuat grogi teman penulis lain, tapi justru lebih bikin greget, terutama yang masih berlama-lama menahan hasil karyanya.

"Hayo, cepat! Jangan sampai ketinggalan! Jangan mau kalah sama nenek-nenek, eh, calon nenek!" 😃

Ini psywar juga!

Dalam rangka fastabiqul khoirot! Berlomba-lomba dalam kebaikan.

Monday, April 11, 2016

Penggusuran

Di sana ada korban
Menjerit melolong minta belas kasihan

Di sana ada 'penegak' keadilan
Yang menentukan apa hak apa kewajiban

Di sana ada hakim
Yang membagikan ini untuk siapa itu punya siapa

Di sana ada 'pahlawan'
Dengan lantang membela para korban

Di sana ada pecundang
Yang mencari keuntungan dengan membeli nasib korban.

Di sana ada doa
Yang terlambat dipanjatkan

Thursday, April 7, 2016

N3 Dalam Dunia Kepenulisan

N3 adalah konsep jawa dalam proses meraih sukses.

Konsep N3 bisa kita terapkan dalam dunia kepenulisan.

N ke1 : Niteni (memperhatikan, meneliti, menandai)

N ke 2: Nerokke (menirukan, duplikasi)

N ke 3 : Nambahi (menambahkan)

Ketika kita terkagum dengan kesuksesan seorang penulis, dan ingin mendapatkan nasib serupa, maka yang pertama harus kita lakukan adalah mempelajari hal apa yang sangat menarik sehingga hasil karyanya disukai banyak orang. Kemudian memperhatikan proses yang dijalani, perjuangan dan kerja kerasnya serta pengorbanan-pengorbanannya selama ini. Masing-mqsing orang mungkin berbeda fokus dalam memperhatikan hal-hal yang dianggap penting dalam proses menuju sukses.

Kemudian berusaha menirukan. Ada yang menirukan secara total, baik itu kebiasaan penulis dalam melahirkan karya, cara menjaring dan mengolah ide, ketekunan dan kesabaran menanti hasil, dll.
Ada yang bersabar, sampai tahap ini terus berproses tanpa memunculkan karya sebelum menemukan kekhasan dirinya, ada juga yang langsung beraksi menunjukkan hasil. Bisa ditebak, karyanya akan mirip dengan yang ditirunya, baik sebagian maupun keseluruhan. Pasti gagal? Tidak, karena banyak kejadian follower lebih sukses secara materi dibandingkan  dengan trandmaker. Tapi biasanya kesuksesan itu tak akan berumur lama.

Nambahi bisa kita maknai sebagai proses adaptasi hasil duplikasi dengan potensi diri. Maka akan muncul hasil karya yang memiliki ciri khas dan akan menjadi branding.

Tuesday, April 5, 2016

Hati-Hati Terhadap Berita

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Terjemah QS. Al-Hujurat : 6)

===

Pernahkan kita mengalaminya? Menyampaikan berita yang belum jelas kebenarannya? Bahkan kita tambah dengan pendapat pribadi kita? Kemudian diikuti oleh yang mendengar dengan pendapatnya juga? Bahkan menghujat seseorang yang ada dalam berita tersebut?

Sepertinya hal tersebut sudah biasa di medsos. Mungkin karena kita bukan orang yang sedang diberitakan itu, sehingga tidak merasakan bagaimana penderitaannya jadi korban fitnah?

Jauh-jauh hari Allah sudah mengingatkannya, hanya saja mungkin kita termasuk yang jarang membuka-buka Al Qur'an.

Astaghfirullahaladzim.

Target Penulis

Setiap penulis tentu punya target yang ingin dicapai.

Ada yang ingin bukunya best seller, diterbitkan secara mayor, tulisannya sering dimuat media masa, baik cetak maupun online, menjuarai event-event,  ada juga yang senang dengan sebutan penulis status fb. Kalau yang terakhir mungkin satir untuk diri sendiri, ya?

Bagaimana dengan saya?

Seperti teman-teman yang lain, saya pernah punya semangat menggebu dengan target-target itu. Tapi seiring berjalannya waktu, akhirnya saya putuskan untuk menikmati prosesnya dengan sepenuh hati, mengingat usia yang sudah tak muda lagi jika harus bersaing dengan yang lainnya. Ha ha ha, takut dibilang nggak tahu diri sama anak-anak.

Excuse? Yes!

Tapi hidup memang rangkaian dari pilihan-pilihan.

Setidaknya beberapa poin sudah saya alami.
- Mengikuti dan menjuarai event menulis.
- Tulisan pernah dimuat di koran, majalah, buletin maupun media online.
- Membuat 11 antologi.
- Memiliki 5 buku terbit walaupun indie (dalam masa kurang dari 2 tahun)
- Memiliki 8 blog.
- Memiliki dua akun fb untuk buat status ringan dan upload isi blog.

Saya senang dengan hasil capaian ini dan tidak malu untuk menunjukkannya pada orang lain, terutama calon penulis. Tujuannya? Apalagi kalau bukan memotivasi? Saya senang dengan lahirnya banyak penulis berkualitas terutama dari yang muda-muda.

Nggak takut tersaingi?

Tidak! Setiap penulis akan menemukan jalannya! Tulisan adalah hasil berfikir dan bisa dipastikan  bahwa jalan fikiran manusia tidak ada yang sama persis!

Jadi, ayo terus menulis. Semakin sering, kualitas kita akan lebih terasah, hingga suatu saat nanti. . .

Pastikan! Sebagi penulis kita mempunyai tujuan mulia untuk membaikkan kehidupan.

Friday, April 1, 2016

Hati yang Peka

Hati ini pekaaaa, banget. Wajarlah kalau baperan. 😃

Hati yang peka bukan masalah, bahkan dianjurkan, karena hidayah itu sampainya ke hati. Kalau nggak peka, sulit banget hati ini menerima petunjuk, yang datangnya bisa lewat siapa saja dan peristiwa apa saja.

Yang masalah jika peka pada hal yang menyebabkan sakit hati dan sulit menghilangkannya. Ada 4 golongan manusia terkait dengan sakit hati atau marah:
1. Mudah marah lama reda
2. Sulit marah lama reda
3. Mudah marah mudah reda
4. Sulit marah mudah reda.

Oke, jika kita sepakati, yang terbaik adalah yang ke 4, maka kondisi seperti apapun hati saat ini, maka kita berusaha untuk mencapai yang ke 4, tidak mudah marah dan andainya pun marah, maka sangat mudah reda.

Untuk bisa mencapai itu, maka karakter yang harus kita bina adalah pemaaf. Latih terus diri kita untuk mudah memaafkan, karena sesungguhnya marah dan sakit hati yang berkepanjangan hanya membuat hidup tidak nyaman.