Saturday, September 10, 2016

Majelis Taman Surga

Majlis dzikir adalah taman surga di dunia ini.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Jika kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.” Para sahabat bertanya,”Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab,”Halaqah-halaqah (kelompok-kelompok) dzikir.” ( HR Tirmidzi, no. 3510 dan lainnya. Lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah, no. 2562.)
Dari Abu Waqid Al Laitsi, bahwa ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk di dalam masjid, dan orang-orang bersama Beliau; tiba-tiba datanglah tiga orang. Dua orang mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang satu pergi. Kedua orang tadi berhenti di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang satu melihat celah pada halaqah (lingkaran orang-orang yang duduk), lalu dia duduk padanya. Adapun yang lain, dia duduk di belakang mereka. Adapun yang ketiga, maka dia berpaling pergi. Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai, Beliau bersabda,”Maukah aku beritahukan kepada kamu tentang tiga orang tadi? Adapun salah satu dari mereka, dia mendekat kepada Allah, maka Allah-pun mendekatkannya. Adapun yang lain, dia malu, maka Allah-pun malu kepadanya. Dan Adapun yang lain, dia berpaling, maka Allah-pun berpaling darinya.” [HR Bukhari; Muslim, no. 2176.]
Sumber: https://almanhaj.or.id/3001-keutamaan-dan-bentuk-majlis-dzikir.htm
Sebagai orang yang berkesempatan mengikuti, kadang membimbing berbagai majelis, saya bisa merasakan perbedaannya, dan harus bisa menyesuaikan diri.
Saat mengelola majelis anak-anak, tentu beda dengan majelis remaja, dewasa atau orang tua. Majelis masyarakat awam, berpendidikan, ibu-ibu muda, ibu-ibu tua ataupun majelis pasangan suami istri.
Bagaimana kita harus bisa fleksibel dari sisi target pencapaian, metode dan pengelolaan waktu.
Yang jadi fokus adalah bagaimana mengupayakan peserta merasakan situasi taman surga selama dalam majelis dan harapannya, suasana itu akan terbawa sekeluarnya dari forum itu.
Suasana tenang, ingat Allah, merendahkan diri di hadapan hukum-hukum Allah, kasih sayang sesama anggota, peningkatan pemahaman dan kesadaran untuk lebih taat kepada Allah.
Teristimewa saat diamanahi majelis ibu-ibu sepuh, yang rata-rata usianya di atas 60an, serasa sedang bercerita dengan ibu sendiri. Tak ada nafsu untuk mengajari, hanya sekedar berbagi. Mereka tidak butuh diajari, hanya ingin diperhatikan dengan kasih sayang dan langsung dituntun dalam tindakan. Jangan mengharap mereka mencatat teori yang kita sampaikan, bukan lagi masanya. Lebih pas kalau diajak untuk banyak tadabur amalan-amalan yang sudah dilakukannya dan tafakur tentang persiapan untuk kehidupan yang kekal abadi.
Membimbing ibu-ibu sepuh sering membuat hati trenyuh, seakan sedang menyaksikan diri 10 atau 20 tahun ke depan. Sampaikah ke masa itu?

Monday, September 5, 2016

Berkenalan dengan Aplikasi MyJNE

Tidak salah, saya sudah berlangganan JNE sejak tahun 2013, baik sebagai pengirim maupun penerima. Lebih intens dalam pengiriman, sejak saya menerbitkan buku di awal tahun 2015, hingga sekarang. Tapi saya terusik ingin tahu tentang JNE saat mendapat undangan dari Komunitas Tapis Blogger Lampung untuk ikut dalam acara bincang santai dengan JNE pada hari Rabu, 30 Agustus 2016 di hotel Horison Bandarlampung.

Sebelum acara, saya menyempatkan googling tentang JNE, sekedar ada bahan saat pertemuan, tapi justru saya semakin respek dengan sepak terjangnya dan bersyukur dengan pilihan selama ini.

Dua hal yang mendasari pilihan jatuh pada JNE:

1. Mudah cek ongkir, hanya dengan klik google pencarian, dengan mengetik cek tarif/ongkir, langsung muncul kolom kota asal dan tujuan, klik cek tarif, langsug kita tahu berapa nominalnya. Hal ini sangat membantu saat pemesan buku menanyakan besarnya ongkos kirim, sehingga transaksi segera bisa dilaksnakan.

2. Hampir tidak pernah kecewa atas pelayanannya, dari ratusan kali pengiriman, hanya sekali saya mendapatkan komplen dari pelanggan karena kiriman belum sampai, lebih dari waktu perkiraan. Karena waktu itu belum ada aplikasi My JNE saya menghubungi konter tempat melakukan pengiriman, Pihak JNE segera mengapresiasi dan menelusuri, dimana posisi barang kiriman saya saat itu. Alhamdulillah, walaupun terlambat, barang sampai tujuan.

 Setelah pertemuan itu, saya semakin bersyukur dengan informasi tentang sepak terjang JNE yang kami dapatkan. Berbagai program yang disajikan untuk pelanggan benar-benar membuktikan bahwa JNE layak disebut perusahaan profesional di bidangnya, bahkan lebih dari itu, seakan JNE mampu membaca apa yang dibutuhkan pelanggan esok hari, sehingga telah menyiapkan berbagai perangkat yang sesuai kebutuhan. Saya juga mendapatkan informasi tentang aplikasi My JNE, dan tentu saja langsung download, karena mudah dan gratis.

Saya juga akan mendaftar menjadi anggota JNE Loyalty Card(JLC), layanan kartu anggota untuk pelanggan setia dengan berbagai keuntungan dan hadiah yang disediakan.

Saya sarankan bagi sahabat yang menggunakan android dan sering melakukan transaksi online, sebaiknya segera download aplikasi My JNE atau melalui aplikasi Play Store, gratis!

Dalam aplikasi ini kita bisa menggunakannya untuk keperluan:

1. Mengetahui kantor JNE terdekat dengan layanan JNE NEARBY.
2. Mengetahui estimasi tarif pengiriman dengan layanan JNE MY TARIF.
3. Untuk membuat order dari toko online dengan layanan MY COD
4. Cek status pengiriman dengan layanan MY SHIPMENT.

Jadi, tunggu apalagi? Mudahkan bisnis online kita dengan aplikasi MY JNE.

Sunday, September 4, 2016

Karena Lalai

Umur 51 tahun, wajarkah sering sakit-sakitan?

Banyak pendapat tentang itu.

Sebagian mengatakan wajar, yang lain tak sepakat, karena pada kenyataannya banyak yang usianya lebih dari itu masih sehat dan bugar.

Kondisi kesehatan di usia ini merupakan hasil dari pola hidup yang sudah dijalani selama 51 tahun. Baik itu dari modalnya, dalam artian perkembangan saat dalam kandungan, perawatan saat anak-anak dan pola hidup yang dipilih ketika dewasa. Artinya, apa yang kita rasa sekarang bukan semata-mata pola hidup satu dua bulan sebelumnya.

Jujur, saya termasuk bukan yang ideal dalam pola hidup sehat.

Dalam soal makan, walaupun tidak sembarangan makanan, tetap terjaga dari sisi halal dan thoyib, tapi dari variasi dan kecukupan gizi mungkin tidak memadai. Salah satu buktinya adalah berat badan di bawah standar ideal. Tidak mencukupi karena tidak imbang antara yang dikonsumsi dengan kebutuhan tubuh dalam beraktivitas.

Saya tidak rutin dan konsisten dalam berolah raga. Belum lagi masalah istirahat yang entah mencukupi kebutuhan atau justru jauh, mengingat begitu banyaknya saat-saat tidur yang sebenarnya ketiduran karena kelelahan.

Faktor hamil dan melahirkan yang berulang 7 kali dan menyusui 6 kali masing-masing rata-rata 2 tahun. Itu juga faktor yang layak dipertimbangkan.

Bekerja dan berpikir yang berat jika tidak diimbangi dengan asupan, olah raga dan istirahat yang memadai, tentu akan lebih mengganggu keseimbangan hidup dan berefek pada gangguan kesehatan.

Semoga dugaan ini tidak meleset, walau terlambat dalam menanganinya dan harapannya juga, tidak ada penyakit degeneratif yang begitu populer di zaman ini.

Cukuplah penyakit yang merakyat ini jadi sarana pengingat untuk memperbanyak istighfar dan mengingat kematian agar lebih bersemangat mempersiapkan bekal.

Friday, August 19, 2016

Dai dan Tujuhbelasan

Beberapa hari belakangan ini, masyarakat disibukkan dengan hajatan peringatan hari kemerdekaan, tujuh belasan, yang kemungkinan besar, diambil perayaannya, pesta rakyatnya, senang-senangnya.

Bagaimana pemahaman dan pemaknaan dari peristiwa yang diperingati?

Wallahu'alam!

Andai didata secara akurat, masih ada berapakah orang yang sempat menyaksikan atau hidup di zaman kemerdekaan diplokamirkan?

Dari yang masih hidup, berapa orangkah yang terlibat langsung dalam perjuangan merebut kemerdekaan? Berapakah orang yang hanya sebagai saksi dan tidak terlibat sama sekali?

Entahlah, kalau para pejuang yang sebenarnya menyaksikan perayaan yang dilakukan anak cucunya sekarang, senangkah? Atau justru prihatin?

Hampir merata di setiap RT atau RW, panitia mengadakan berbagai lomba yang dari tahun ke tahun tidak terlalu jauh berbeda; panjat pinang, tarik tambang, bakiak, lari karung, makan kerupuk, dan berbagai jenis permainan anak-anak. Di kalangan bapak-bapak, gaple, catur,dll. Di kalangan ibu-ibu: lomba masak, volley, joged balon, dll.

Ada juga yang mencoba mewarnai dengan lomba-lomba yang bernuansa agama, seperti lomba hafalan qur'an, adzan, cerdas cermat, dll.

Puncak acaranya, bagi-bagi hadiah, makan-makan dan pentas musik.

Kita, sebagai manusia merdeka, bebas menentukan pilihan sikap terhadap perayaan yang ada. Mau ikut terlibat sebagai penyelenggara? Sebagai peserta? Sebagai penonton? Atau berlepas diri dari semuanya?

Dimana dai dalam kondisi seperti ini?

Kita akan melihat, para dai pun menentukan pilihannya masing-masing, tentu dengan berbagai pertimbangan.

Ada yang sama sekali tidak ambil  bagian di dalamnya, walau sekedar menampakkan diri atau ikut sumbangan sekedarnya.

Ada yang mau peduli, sekedarnya, ambil bagian di bagian yang dianggap masih bisa ditolerir, seperti misalnya ikut menyaksikan anak-anak lomba.

Ada juga yang jadi penyelenggara, dengan begitu bisa menentukan jenis kegiatan yang bisa ditolerir.

Ada juga yang ikut hadir kumpul-kumpul di puncak acara, yang artinya ada pentas musik yang di gelar.

Oke, saya menyoroti hal yang terakhir, tentang para dai.

Menurut saya, masing-masing dai sudah dewasa, punya alasan dalam memutuskan sikap dan bertanggung jawab atas pilihannya itu, maka, alangkah baiknya kalau masing-masing tidak menilai pihak lain yang berbeda pilihan. Biarlah urusannya kepada Allah. Jangan sampai mengecam pihak lain apalagi sampai mempertanyakan masalah akidah dan akhlaknya.

Bukankah tanggal 17 Agustus hanya satu hari dalam setiap tahun?

Tugas dai di zaman ini sangatlah berat, jangan lagi ditambah dengan persoalan perbedaan yang di besar-besarkan.

Andai tidak bisa bekerja dalam satu pasukan, sibuklah mengurus barisannya agar rapi, solid dan bertambah kuat, tidak perlu mengkritisi barisan lain.

Kalau memang sama-sama menuju Allah, berjuang menegakkan kalimatullah, abaikan perbedaan, fokus pada persamaan.

Thursday, August 18, 2016

Hukum Jalanan 6

Semua sudah terjadi, tak perlu ada yang disesali, tugas kita adalah mengambil pelajaran dari peristiwa ini agar ada nilai-nilai yang bisa jadi pegangan dalam langkah ke depan.

1. Tak ada peristiwa yang terjadi tanpa izin Allah, hatta selembar daun kering yang jatuh dari tangkainya. Sikap terbaik adalah menerimanya dengan lapang dada, walau  di awal tentu dengan proses pemaksaan yang menyakitkan.

2. Menjadikannya sebagai sarana evaluasi diri dari berbagai sisi. Selalu ada keterkaitan antara kemarin, hari ini dan esok, walau kadang kita tidak segera memahami dengan pasti, benang merah sebagai penghubungnya.

#bisa jadi ada langkah yang kurang hati-hati dalam perencanaan dan pelaksanaannya.
#bisa juga sebagai pilihan Allah karena kasih sayang-Nya, wasilah pengampunan dosa-dosa kita yang menggunung, Alhamdulillah, bukan musibah yang lebih berat dari ini.
#bisa juga sebagai pengingat, mungkin ada ibadah-ibadah kita yang perlu diperbaiki, atau ada sikap kita yang kurang baik pada orang lain, sehingga musibah ini sebagai pengabulan doanya untuk kita.
#bisa juga sebagai pengantar kebaikn-kebaikan yang Allah berikan, inna ma'al usyri yusro, sesungguhnya bersama kesulitan, ada kemudahan. Fokus pada kemudahan yang akan datang,ntentu dengan upaya penyambutannya. Kemudahan itu bisa berupa rizki yang tak terpikirkan sebelumnya, bisa persaudaraan dan silaturahim yang semakin baik, bisa juga jalan-jalan yang selama ini sulit sekali kita membukanya.

3. Meningkatkan kualitas diri, meningkatkan rasa syukur dengan  mengambil sudut pandang yang tepat dalam peristiwa ini, meningkatkan kemampuan untuk lebih mudah memaafkan.

4. Mencatat point penting dan menggunakannya untuk langkah ke depan.

Tak ada kebaikan dari sebuah peristiwa, kecuali dia akan lebih mendekatkan diri kita kepada-Nya.

Wednesday, August 17, 2016

Hukum Jalanan 5

Pak R masih berusaha mengkomunikasikan masalah itu dengan pak Sm dan pak Sd. Sempat terjadi miskomunikasi sehingga pak K berniat melanjutkan perkara, bahkan sudah menghubungi temannya yang kapolres. Itu berarti mobil akan disita sebagai barang bukti, entah sampai kapan. Tentu saja akan muncul masalah baru dengan Mas T, sedang urusan kemarin belum selesai.

Pak R berusaha meluruskan dan melanjutkan pembicaraan secara kekeluargaan. Bukan takut mengikuti jalur hukum, tapi terlalu memperpanjang masalah dan hasilnyapun belum tentu lebih baik. Sambil mengulur waktu, mencari peluang-peluang untuk mendapatkan rizki, masih terus diupayakan untuk diringankan.

Akhirnya, walaupun tak sesuai harapan, ada sedikit pengurangan, pak K bersedia menerima 4 juta dari 5 juta yang tertera di kertas bermaterai. Alhamdulillah, yang sedikit harus disyukuri.

Sementara H berusaha mengumpulkan uang dengan membantu proyek temannya, karena sedang tidak ada job.

Begitu juga Bu N, berusaha mengambil peluang yang ada untuk membantu. Alhamdulillh, dalam kondisi seperti ini, sepertinya pintu rizki terbuka lebih lebar dari hari-hari biasa.

Alhamdulillah, 4 juta terkumpul dengan berbagai jalan.

#bersambung

Tuesday, August 16, 2016

Hukum Jalanan 4

Akhirnya, waktu yang disepakati tiba. Pak R dan H berkunjung ke rumah Pak K di kota BL yang ditinggali anaknya yang kuliah.

1,5 jam pembicaraan tidak menemukan kata sepakat. Uang satu juta dibawa pulang, STNK tetap ditahan.

Pak R : Selain anggota dewan, Pak K juga banyak bisnis. Dia punya klinik, sekarang sedang kuliah s2, barusan gagal panen, modal tanam lebin dari seratus juta, tidak kembali, reparasi mobil 13 juta. Jadi bisa dibilang, dia sedang terpuruk.

Bu N diam. Jauh dari harapan dan dia sangat tahu tipe suaminya yang gampang kasihan, suka menolong, sering mengalah dan tak suka cari musuh. Tak terasa, air matanya menetes! Kasihan H, bagaimana mengadakan uang sebanyak itu dalam waktu cepat? Sedang usaha yang baru dirintisnya belum menampakkan hasil, baru sebatas mempertahankan eksistensi, sekedar cukup membayar karyawan, itupun kadang terlambat.

H : Berarti Pak K orang kaya, usahanya di mana-mana. Duit segitu, nggak ada artinya. Lha, kita?

A : Kok kita diuji terus, ya? Baru selesai menanggung biaya pengobatan orang yang nabrak kita, sekarang kena musibah lagi(sambil menitikkan air mata).

Bu N : Biasa itu, ujian di awal untuk memperkuat mental kita menghadapi ujian yang mungkin ke depan lebih berat lagi. Sambil dipelajari dari setiap peristiwa, nilai apa yang bisa diambil.

H : Kalau ketemu hal seperti itu, harus beres di tempat. Kuat-kuatan ngotot.

H mungkin belum siap menghadapi rimba kehidupan yang kejam, selama ini dia dididik untuk menghormati orang yang lebih tua. Pak X dan K seumuran dengan orang tuanya, malah kelihatan lebih tua, rasanya nggak mungkin mau ngotot menghadapi mereka.

Pak R : Kata pak K, seharusnya H menekan pak X untuk minta ganti rugi.

A : Lah, bukannya dia yang sudah ngambil duluan. Nanti, kalau kita sudah sukses, jangan sampai mendzolimi orang kecil, ya!

Bu N : Mungkin dia nggak merasa dzolim, tapi mengambil haknya.

Pak R : Ya sudah, nanti Abi minta saran Pak Sm dan Pak Sd lagi.

#bersambung

Hukum Jalanan 3

Pak R segera menghubungi Pak Sm, yang ternyata satu fraksi dengan Pak K. Setelah semua diceritakan, akhirnya beliau memberi jawaban yang sungguh melegakan hati Bu N.

Pak Sm : Yo wes, anti saya ambilkan STNK-nya.

Dari Pak Sm, diketahui, ternyata istri Pak K belum lama meninggal terserang kanker, dan beliau sedang dalam pencalonan ketua partai di daerahnya.

Misi Psk Sm gagal! STNK tidak bisa diambil, beliau menyarankan Pak R untuk janjian ketemuan dengn Pak K.

Sebelum ketemu dengan Pak K, Pak R mengajak H menemui Pak Sd untuk konsultasi dari tinjauan hukum. Dari beliau ada sara langkah-langkah yang bisa diambil jika cara kekeluargaan gagal.

Sementara, hasil konsultasi A dengan U,

A: Pak K mempunyai dua kesalahan, pertama menahan STNK, itu kewenangn polisi, kedua melanggar jarak berkendara dengan kendaraan di depannya.

Bu N : Kalau begitu, H juga punya kesalahan yang sama, melanggar jarak berkendara.

Pak R : Kalau masuk urusan polisi, lebih ribet lagi. Kendaraan akan ditahan untuk barang bukti selama proses, mengeluarkannya juga tidak mudah. Pastinya Mas T nggak mau mobil sewaannya ditahan, artinya pemasukan berhenti.

Pak H : Ini aja tiap hari nelpon, nanyain uang untuk ngeluarin mobil dari bengkel, aku baru punya 1 juta sisa proyek kemarin. Akhirnya, ditalangin dulu, tapi secepatnya aku harus lunasin. Sekarang nelpon terus nanya, kapan STNK dikembaliin.

Pak R : Ya wajarlah, siapa yang mau rugi? Gara-gara ini, usahanya terhambat.

Pak H : Gimana besok ketemu Pak K?

Bu R : Pakai uang buku Umi, ada sejuta, semoga beliau bisa diajak saudaraan. Dari pada uang segitu untuk ngurus buat STNK baru.

#bersambung


Hukum Jalanan 2

Pak H, usia belum genap 22 tahun, sedang merintis usaha, yang salah satu investornya adalah U, seorang polwan.

8 Agustus 2016, di rumah keluarga Pak R, ayah Pak H.

Kebiasaan Pak H, berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri selagi mampu, baru menceritakan pada keluarga setelah selesai atau jika masalah di luar kemampuannya. Berembuglah Pak R, Pak H, Bu N (ibunya H) dan A(istri H)

Bu N: Kenapa nggak nelpon U?

Pak H : Nggak kepikir, lagian U, polisi masih baru.

Bu N : Ada dokumentasinya?

Pak H : Lengkap, semua aku foto, termasuk saat Pak X ngasih uang.

Pak R : Nanti Abi konsul ke Pak Sm, dia kan anggota DPRD di tempat Pak K, dan ke Pak Sd, teman Abi yang pengacara.

A: Nanti aku nelpon U, nanya gimana aturan main di kepolisian.

Bu N : Kita selesaian kekeluargaan dulu, kalau nggak bisa, kita pertimbangkan untuk ke ranah hukum atau pakai potensi menulis Umi, bisa minta bantuan Pak SS, pimpinan media online atau melibatkan AS, pimpinan portal, teman kita juga.

Pak H : Berat banget harus menanggung 5 juta, belum lagi biaya perbaikan pick up sewaan 2,5 juta. Itu juga masih harus ganti lampu sen. Untuk bayar karyawan juga belum kelihatan dari mana.

Pak R : Bersabar, kita urai satu-satu, insyaallah ada jalan keluarnya. Kita bisa belajar banyak dari peristiwa ini.

Pak H : Allah Maha Kaya...Allah Maha Kaya...Allah Maha Kaya.

#bersambung

Hukum Jalanan 1

7 Agustus 2016, sekitar jam sembilan pagi, terjadi sebuah kecelakaan beruntun di depan kantor samsat kota BJ.

Tiga buah mobil bertabrakan karena sebab tertentu.

Terdepan, sebuah mobil yang dikendarai Pak X berhenti mendadak, ditabrak mobil pick up yang dikemudikan Pak H yang sudah berusaha menekan rem dan mobil di belakangnya, milik Pak K, menabrak pick up.

Ketiganya menepi untuk menyelesaikan masalahnya, polisi yang sedang bertugas di lokasi, tidak ikut campur setelah Pak K, yang seorang anggota dewan daerah mengatakan bahwa dia teman salah seorang kapolres.

Akhir dari penyelesaiannya:
1. Pak K minta ganti rugi kepada Pak X dan Pak H atas kerusakan mobilnya yang menabrak mobil yang dikendarai Pak H.
2. Pak X mengeluarkan uang 1,5 juta dari sekian juta yang diminta dengan catatan, masalah selesai di tempat.
3. Pak H tidak membawa uang untuk memenuhi tuntutan Pak K dan tidak berhasil keluar dari masalah dengan argumentasi. Akhirnya, dibuat perjanjian di atas materai menggunakan kertas dengan kop DPRD, bersedia ganti rugi sebesar 5 juta, stnk mobil pick up ditahan Pak K sebagai jaminan.

#bersambung

Wednesday, August 10, 2016

Kesan Pertama

Kesan pertama begitu...selanjutnya...😃😃

Sepertinya sudah tahu semua, ya, iklannya?

Ok, kita bukan mau membahas iklan apa yang menggunakan potongan kalimat itu, tapi akan fokus pada seseorang di facebook.

Pernahkah para sahabat terkesan bahkan sampai level jatuh cinta pada seseorang berdasarkan status-statusnya? Wait! Bukan jatuh cinta bernuansa pink, ya! Hmm, katakanlah mengagumi!

Karena penasaran, selalu menanti postingannya, memperhatikan dan membandingkan dengan awal-awal kemunculannya?

Serapat-rapatnya seseorang menyembunyikan identitasnya, biasanya, ada saatnya dia akan membukanya sendiri. Baik itu sosoknya, misalnya dengan foto, maupun kepribadiannya.

Kita akan bisa membedakan, mana orang-orang yang konsisten, baik dari keterbukaan tentang identitas sewajarnya, maupun pemikirannya  melalui postingan-postingan, maupun pilihan artikel yang dicopasnya.

Kita juga akan temui orang-orang yang tebar pesona di awal, tapi pada akhirnya dia tak tahan dengan topengnya, nampaklah keasliannya.

Tidak menutup kemungkinan, ada orang yang di awal kurang bersahabat, semaunya sendiri, tapi seiring berjalannya waktu, ada perubahan yang signifikan, tampak peningkatan kedewasaan dalam status-statusnya.

Jadi?

Jangan mudah terpesona sebelum memahami keasliannya, n

Thursday, August 4, 2016

Sedekah Semua

"Umi nggak nyisihin sebagian penghasilan untuk sedekah?"

"Nggak?"

"Kok nggak, sih? Kan biar berkah?"

"Umi nggak sedekahin sebagian, tapi semua."

"Kok semua?"

"Lah, iya. Untuk belanja dapur, itu sedekah. Untuk uang jajan anak-anak, sedekah juga. Untuk nambah bayar spp, sedekah juga. Kan Umi nggak punya kewajiban menafkahi keluarga, jadi nilainya sedekah."

"Ngasih-ngasih buku, sedekah juga?"

"Itu lagi, sedekah barang, sedekah ilmu, menyambung silaturahim. Itu salah satu yang buat Umi lebih semangat nulis."

"Tapi jangan banyak-banyak, Mi, nanti nombok pas mau buat buku lagi."

"Ya tetap ada hitungannya, sedekah, kan tidak boleh membuat kita bangkrut."

"Sedekah tidak akan membuat kita miskin, kan, Mi?"

"Iya, bahkan orang yang rajin sedekah, kalau bisa menjaga niatnya, walau kelihatannya miskin, tapi sesungguhnya dia sangat kaya, karena milik kita adalah yang kita sedekahkan."

"Kayanya di akhirat, ya, Mi?"

"Ya, di dunia juga kaya, karena dia pandai bersyukur dan bahagia bisa bersedekah, menyenangkan orang lain. Orang kaya adalah orang yang merasa cukup, orang yang mensyukuri apa yang sudah diberikan Allah untuknya."

"Kalu kita bersyukur, Allah akan menambah nikmat, kan, Mi?"

"Pinterrrrrrrr!"

#obrolan dengan anak-anak.

Pionir dan Follower

Kadang gelisah melihat orang lain mampu melakukan kebaikan yang kita tidak mampu mengikutinya, padahal, jika menganalisa urgensi dari amal-amal yang Allah izinkan kita melakukannya, masyaallah!

Kita sering melihat kebaikan pada diri orang lain dan mengabaikan bahwa kita pun pernah diberi kesempatan untuk melakukan kebaikan dalam bentuk yang berbeda.

Ada baiknya kita evaluasi diri secara adil, kebaikan dan keburukan, bukan untuk ujub, tapi agar lebih bisa bersyukur, untuk bisa lebih memperbaiki  tanpa terlalu merendahkan diri sendiri.

Kita lupakan kebaikan yang pernah kita lakukan, itu baik, agar terhindar dari ujub, tetapi mengingat bahwa kita pun bisa dan pernah melakukan kebaikan, juga tidak dilarang, agar kita lebih bisa bersyukur. Adil itu bukan hanya untuk orang lain, harus juga untuk diri sendiri.

Jadikan diri seperti sumur yang memiliki mata air yang baik. Tidak membludak saat hujan ataupun kering saat kemarau. Miliki motivasi dalam diri yang mampu membakar semangat untuk terus melakukan kebaikan, tanpa tergantung musim.

Jadilah pionir dalam kebaikan, walaupun jadi follower bukan suatu kehinaan.

Wednesday, August 3, 2016

Kebutuhan Calon Perpustakaan MHA

Hmmm, serius ini!

Mulai menginventarisir kebutuhan untuk sebuah perpustakaan sederhana :

Yang sudah ada :
1. Koleksi buku, ada ratusan buku dan majalah, belum dihitung totalnya. Perkiraan antara 500 sd 1000.
2. Seperangkat komputer.
3. Satu meja kantor.
4. Ruangan dengan ukuran 4 m x 3,5 m berlantai keramik di tambah teras ukuran 3,5 m x 2 m.
5. Beberapa lembar karpet plastik.

Yang dibutuhkan :
1. Lemari kaca ukuran 110 cm x 175 cm x 35 cm sebanyak 5 buah.
2. Lemari berkas dengan ukuran 110 cm x 175 x 50 cm, satu buah.
3. Biaya untuk perawatan buku :
    - membeli sampul plastik dan perlengkapan menyampulnya.
    - menjilid majalah yang masih baik dengan di bendel per 5 eksp.
    - mengganti karpet dengan kualitas memadai.

Fungsi peepustakaan :
1. Seminggu 2 sd 3 untuk majelis ta'lim ibu-ibu, siang dan sore.
2. Seminggu 4 kali untuk menerima setoran hafalan, malam hari.
3. Sebulan sekali diskusi kepenulisan (diupayakan rutin).
4. Untuk pelatihan LKP jika pesertanya sedikit.

Jadi, butuh biaya berapa? He he, belum survey harga.

Dananya dari mana? Dari Allah melalui jalan yang dipilih-Nya.

Adakah yang minat jadi jalan-Nya? Imbalannya urusan Allah, ya? Hubungi sam/wa 081379147511

Bismillah!

Tuesday, August 2, 2016

Perpustakaan MHA

Nama MHA sepertinya akan dimunculkan lagi, setelah sebelumnya digunakan untuk brand rumah terapi, rumah tahfidz dan beberapa produk usaha kecil kami.

Kali ini untuk nama perpustakaan yang sedang saya rencanakan.
Setelah suami mengizinkan, maka saya lebih fokus memikirkan untuk segera merealisasikannya.

Memiliki perpustakaan adalah mimpi saya sejak kecil. Saat itu, saya sering berhayal, seharian ada di ruangan penuh buku berjajar rapi. Mungkin karena kondisi, dulu sangat suka membaca, tapi fasilitas sangat terbatas.

Sebenarnya, mimpi itu kini sudah nyata, walau tak seindah hayalan saat itu. Dari awal berkeluarga, kami sudah merintisnya, mengumpulkan buku dan majalah yang mampu kami beli. Untuk koran, tak sanggup kami mengoleksinya, cukup dibaca, dikumpulkan, sampai ada yang membutuhkan.

Sayangnya, kami lemah di perawatan! Selain terkendala kesibukan, juga sarana. Sampai akhirnya, kemarin saya membicarakan dengan suami.

"Bi, boleh ya, buku-buku kita wakafkan secara fungsi?"

"Maksudnya?"

"Secara fisik, buku-buku itu tetap dalam pengawasan dan perawatan kita, tapi fungsinya dimanfaatkan untuk orang banyak. Kita buat perpustakaan, walaupun entah, bagimana minat masyarakat sekarang terhadap perpustakaan."

"Dimana tempatnya?"

"Berapa ukuran ruang tamu kita?"

"4 × 3,5m"

"Kita wakafkan fungsinya untuk perpustakaan."

"Kalau ada tamu?"

"Ya, bisa saja dwi fungsi. Kemarin Umi pengen wakafkan rumah kita untuk santri mukim, kata anak-anak, kurang ahsan, karena campur dengan keluarga kita. Ya sudah, untuk rumah tahfidz mukim, bersabar dulu. Tapi Umi pengen, rumah ini berkah. Ruang depan sudah untuk terapi, menolong orang sakit, nah, ruang tamu untuk perpustakaan, tempat singgah orang-orang yang butuh ilmu."

"Rencana Umi, gimana?"

"Buku kita ada 4 lemari, itu modalnya. Kebutuhan lain, seperti lemari kaca, dan perlengkapan untuk perawatan buku, kita libatkan orang lain. Umi yakin, banyak orang baik yang ingin ikut dalam proyek amal jariyah ini."

"Oke, Abi ridho."

Alhamdulillah!

Tinggal buat hitungan ini! Semoga Allah mudahkan, aamiin.

Rumah Produktif dan Berkah

Tahun 1996, kami bertetangga dengan keluarga yang memiliki lima orang anak, tapi tinggal di rumah kontrakan yang setiap waktunya membayar sering tidak memegang uang cukup, sedang kami jarang bisa membantu meminjaminya, apalagi kalau bertepatan dengan tahun ajaran baru.

Kehidupan mereka membuat kami bertekad, sebelum anak-anak sekolah yang membutuhkan biaya banyak, harus sudah tinggal di rumah sendiri.

Alhamdulillah, mungkin Allah memberikan rizki sesuai dengan yang kita tekadkan. Tahun 2001, cita-cita itu terwujud. Kami menempati rumah yang sesuai kebutuhan, walau sederhana. Sebuah rumah di pojok komplek, yang kami tinggali setelah direhab secukupnya, setelah beberapa tahun, ada kondisi yang memaksa kami melakukan rehab kedua, hingga kini tak lagi sempat tersentuh untuk rehab tahapan berikutnya.

Kami punya konsep, bagaimana agar rumah bisa produktif dan berkah. Alhamdulillah, Allah memberi kami kesempatan untuk mewujudkannya.

Selain untuk membina keluarga, rumah ini juga selalu produktif dari sisi ekonomi, walau sekedarnya, pernah menjadi tempat usaha ; konveksi, catering, produksi makanan dan minuman ringan, rumah terapi. Juga bermanfaat dari sisi keilmuan dan sosial ; TPA, lembaga kursus, majelis ta'lim dan rumah tahfidz.

Kami ingin terus meningkatkan produktivitas dan keberkahannya dengan berbagai aktivitas positif, selain sebagai rumah yang memunculkan para hafidz/oh Qur'an.

Salah satu yang sedang kami pikirkan adalah mendirikan perpustakaan! Tunggu konsepnya, yaaaa.

Menjadi Generasi Pemutus (Buku)

Buku ini meeupakan kumpulan kisah nyata tentang pengaruh perlakuan orang tua kepada anak di waktu kecil terhadap karakter yang terbentuk dan dirasakan saat dewasa.

Sering air mata merebak saat proses seleksi dan edit, membaca tulisan peserta yang diungkap tentu dengan menghadirkan kenangan itu. Kadang haru, sekali dua marah, ada juga malu, karena seolah ditelanjangi oleh kisah-kisah itu.

Harapannya, buku ini mampu menghadirkan hal-hal yang bisa meningkatkan kesadaran orang tua dalam mengasuh, merawat dan membimbing anak-anaknya.

Sangat dianjurkan untuk calon orang tua dan para orang tua. Bahasanya ringan, setelah dipermak habis oleh editor, maklumlah, untuk menjadi kontributor tidak disyaratkan ketentuan penulisan tertentu. Peserta diberi kebebasan mengungkapkan  kisahnya dengan gaya yang paling nyaman. Di situlah fungsi editor sebuah antologi, menyesuaikan sebisa mungkin agar sesuai tema dan tujuan diterbitkannya buku ini.

Dijual dengan harga Rp.50.000 (belum termasuk ongkir)

Pemesanan via wa/sms ke 081379147511.

Saturday, July 30, 2016

Orang Tua Visioner

Tidak semua orang tua "terlihat" memiliki visi untuk anak-anaknya, karena tidak semua orang paham defenisi atau makna dari visi, bagaimana menyusunnya apalagi menulis dan mempresentasikannya.

Kita bisa mengetahuinya dari beberapa hal, antara lain dari cita-cita anak?

Apa hubungannya!

Terbangunnya cita-cita anak tidak lepas dari harapan orang tua yang dikomunikasikannya secara intens, walaupun tidak menutup kemungkinan cita-cita itu muncul dengan cara lain.

Biasanya, cita-cita anak, tidak jauh berbeda dengan kesuksesan orang tua. Misal, orang tua yang sukses di birokrasi, wajar kalau anak-anaknya sukses di bidang yang sama, karena untuk mencapainya sudah memahami liku-likunya. Demikian juga dengan anak pengusaha, biasanya dia akan mengikuti jejak dalam bisnis. Bahkan, dalam bidang keilmuan pun, demikian yang sering terjadi.

Orang tua visioner, pandangannya jauh ke depan, menembus musim dan zaman. Bukan sekedar memprediksi hal apa yang paling digandrungi dan dibutuhkan di masa depan anaknya, dan mempersiapkannya sejak dini, tapi dia menunjukkan sebuah cita-cita dan posisi puncak yang layak dikejar.

Orang tua visioner tidak mudah terbawa arus dan latah dengaan perkembangan zaman.

Saat kehidupan PNS dipandang begitu menentramkan, orang tua mengarahkan dan memfasilitasi anak untuk menggapai itu, bahkan tak jarang yang rela main belakang untuk memuluskan jalan,  padahal, kebijkan untuk PNS terkait dengan siapa yang menentukan kebijakan di zamannya, kan? Tak ada jaminan, bahwa selamanya hidup jadi PNS akan aman.

Saat kehidupan sebagai selebritis begitu mempesona, berbondong-bondong mengarahkan anak ke sana, bahkan sedini mungkin, anak diikutkan kegiatan-kegiatan yang memuluskan jalan ke sana, tak peduli berapa biayanya, apa dampak negatif pada perkembangan kejiwaan anak, dsb.

Orang tua visioner akan memberi gambaran cita-cita yang update sepanjang zaman, sehingga anak akan diarahkan dan fokus untuk menggapainya.

Cita-cita itu tidak terikat musim, zaman, profesi atau bidang tertentu, tapi bisa menggunakan semuanya sebagai tangga untuk menggapainya.

Monday, July 25, 2016

Facebook dan Sakit

Sebagian orang menganggap facebook dan media online lainnya dengan pandangan negatif, dari munculnya kejahatan, perselingkuhan maupun kemubaziran waktu. Sehingga ada yang memutuskan untuk tidak menyentuhnya atau melarang anggota keluarganya untuk menggunakan.
Ada beberapa saya temui, seorang istri yang dilarang fb-an oleh suami atau seorang ibu yang dilarahg oleh anak-anaknya.

Benarkah?

Tidak dapat dipungkiri hal-hal itu sering terjadi, tapi belum ada penelitian valid yang menyimpulkan, mana yang lebih banyak, negatif atau positif.

Sebelum memutuskan sesuatu, memang kita harus pertimbangkan masak-masak, apa manfaatnya, untung atau pun ruginya.

Sekitar tiga tahun lalu, dengan izin suami dan dukungan anak, saya putuskan untuk memasuki dunia maya, dengan pertimbangan meningkatkan produktivitas dalam menebarkan kemanfaatan juga peningkatan kualitas diri.

Banyak hal positif yang sudah saya dapatkan, walau tidak bisa juga menghindari sepenuhnya hal-hal negatif, tapi kami upayakan untuk bisa menghadapinya dengan bijak. Kepercayaan penuh dari keluarga membuat saya lebih berhati-hati bermain di dunia ini.

Dengan adanya dunia maya, setidaknya saya masih bisa produktif walaupun sering mengalami gangguan fisik yang tentunya mengurangi produktivitas di dunia nyata. Namanya sering, biasanya datang sebentar, kemudian pergi.

Jadi jangan heran kalau hari ini dengar kabar saya sakit, besok sudah ada di luar kota.
Dengar kabar pagi sakit, sorenya sudah mengobati orang lain sakit.

Apa sakitnya main-main?

Ha ha, mana ada sakit main-main, adanya pas sakit serius, diupayakan segera sembuh dengan serius, setelah itu, ya segera bangkit melakukan apa yang bisa dikerjakan. Terlalu banyak hal menanti untuk segera disentuh.

Wednesday, July 20, 2016

Memilih Teman

Teman memang harus dipilih, agar tujuan dari pertemanan itu tercapai.

Pertemanan akan terjadi setelah adanya pertemuan, baik tatap muka atau cara lainnya.

Dengan semakin berkembangnya sarana media sosial, pertemanan bisa semakin diperluas.

Salah satu pintu terjadinya pertemanan adalah aplikasi messenger yang bergandengan dengan facebook.

Tanpa harus berteman di facebook, kita bisa menjalin hubungan pribadi di messenger, tanpa orang lain tahu.

Banyak cerita yang terjadi berawal dari perkenalan di messenger. Ada yang indah, terjalinnya persahabatan, terbukanya pintu rizki, bertambah kesempatan dalam memberikan kemanfaatan, tapi tidak jarang bisa juga memunculkan permusuhan, perselingkuhan, penipuan, dsb.

Di sinilah karakter manusia berperan untuk menentukan kelanjutan dari perkenalannya.

Ada yang begitu berhati-hati dan protektif sehingga begitu selektif dalam menerima perkenalan, hanya orang-orang dengan kriteria tertentu yang ditanggapi. Misalnya, seorang wanita hanya mau menerima perkenalan dari wanita saja. Dia tidak akan mau menjawab sapa pertama dari manusia berjenis pria.

Ada juga yang awalnya biasa, memberi kesempatan kepada siapa saja untuk berkenalan dengannya, sambil siap siaga untuk segera menghentikan sekiranya ada sedikit saja tanda-tanda kurang baik ke depannya.

Tapi ada juga yang tidak pandang, siapapun diterimanya menjadi teman, karena dia yakin akan bisa mengendalikan pertemanan itu.

Semua kembali kepada diri kita, mau memilih sikap yang mana, karena diri sendirilah yang tahu, seberapa kekuatan mental yang dimiliki dalam menghadapi segala kemungkinan dari sebuah jalinan pertemanan.

Tuesday, July 19, 2016

Bekal Tidur

Dulu, di awal kehidupan rumah tangga, hampir setiap hari suami pulang larut malam, terkait dengan tugasnya sebagai guru privat.

Sendiri di rumah, apalagi yang dilakukan selain membaca? Maka, setelah shalat isya, naik ke tempat tidur dengan membawa bahan bacaan; Al Qur'an, buku dan majalah. DAN ya, bukan ATAU, artinya ada kebiasaan membaca yang mungkin di anggap aneh. Membaca buku satu belum selesai, ganti yang lain, kalau bertemu dengan halaman yang tidak menarik atau bikin bete. Itu salah satu cara membuat membaca sebagai aktivitas yang menyenangkan.

Benar, di rumah banyak buku, yang jelas lemari berlabel lemari buku, ada empat, belum lagi buku-buku yang berserak di atas meja, di laci atau di tempat tidur.

"Semua  buku ini sudah Umi baca?" tanya, Hafa.

"Belum semua, tapi mungkin lebih banyak yang sudah Umi baca dari buku-buku pinjaman."

Ya, kalau buku pinjam biasanya segera diselesaikan dan segera dikembalikan, lalu...pinjam lagi. Itu dulu, saat anak-anak sampai menjelang berkeluarga.

Setelah berkeluarga dan diberi rizki untuk mempunyai  buku sendiri, kebiasaan membacanya disesuaikan. Dan itulah harta kami. Saat pindah rumah, yang paling banyak kardus berisi buku. Butuh waktu 2 minggu untuk mengemasnya sebelum pindah dan 2 minggu lagi untuk membongkarnya di rumah baru.

Sedih, saat buku-buku itu kurang terawat, apalagi kalau sampai kebocoran saat hujan.

Hamba yang Bodoh

Aku memang hamba yang bodoh.
Menerima saja apa kata Tuanku.
Percaya apapun yang dikatakan-Nya.

Berusaha mentaati apa yang diperintahkan-Nya sekuat kemampuan, Dia akan memaafkan jika aku tidak sanggup, karena Dia juga yang memberi kekuatan itu.

Tapi aku akan meninggalkan apa-apa yang dilarang dengan lebih maksimal, karena Dia tidak suka jika para hamba berpaling dari-Nya. Itu bukti kecintaan-Nya, karena Dia tahu, setiap pelanggaran adalah keburukan bagi mereka.

Apakah taatku karena takut?
Sebab ingin dapat hadiah?
Atau karena cinta?

Biarlah Dia yang menilainya.
Biarlah Dia yang menggolongkan, jika memang ada kelas-kelasnya.

Aku hanya menikmati kasih sayang-Nya tanpa ingin tahu ada di kelas mana.

Mungkin aku bukan hamba yang kritis.
Yang selalu ingin tahu sehebat apa Tuanku, bahkan dengan menguji-Nya. Yang selalu menafsirkan setiap kehendak-Nya, bahkan menganalogikan sesuai dengan kekuatan akal, juga mengikuti nafsu.

Bisa jadi aku bukan hamba yang cendikia.
Yang selalu tahu apa mau-Nya dan memberi penilaian kepada hamba-hamba lainnya, tentang keimanannya, niatnya bahkan nasibnya.

Sebagai hamba yang bodoh, aku selalu berharap petunjuk, arahan dan bimbingan-Nya dalam melangkah.

Monday, July 18, 2016

Mengukur Kekuatan Membaca

Membaca merupakan salah satu metode yang efektif dalam proses belajar, utamanya transfer informasi dan pemikiran.

Budaya membaca sangat dianjurkan sebagai kegiatan positif yang dapat meningkatkan kecerdasan dan kualitas hidup manusia.

Ada semacam penurunan kegiatan membaca buku bersamaan dengan semakin majunya teknologi internet dengan berbagai alternatif bahan bacaan yang dikemas dengan sangat menarik.

Perbedaan mencolok antara bacaan di internet dan buku, biasanya pada keluasan dan kedalaman bahasannya.

Di internet atau media online, ada kecenderungan menyajikan tulisan yang tidak terlaku panjang, sehingga kita sulit mendapatkan penjelasan yang panjang, lebar dan mendalam. Tidak demikian dengan buku, biasanya pembahasannya mendalam dan tuntas.

Hmm, jadi pengen tahu, seberapa kuat kita membaca buku, yang merupakan tradisi para pemikir dan ilmuwan.

Yok, kita  cek dengan menjawab pertanyaan berikut:

1. Seberapa lama kita tahan membaca tanpa meninggalkan bacaan kecuali untuk keperluan kecil, misal ke toilet, ambil minum atau sekedar menggerakkan badan? ( gunakan satuan ukuran jam)

2. Seberapa banyak mata kita membaca tanpa mengalihkan pandangan pada hal lain? (Gunakan satuan ukuran halaman)

3. Seberapa sering kekuatan itu kita gunakan? (Gunakan satuan ukuran perminggu)

Sayangnya saya belum menemukan (mencari) ukuran pembandingnya, misal tokohbteetentu atau hasil penelitian.

Kita bandingkan dengan teman saja, ya, di kolom komentar.

Saturday, July 16, 2016

Penyemangat

Rabu pagi, Harish sunat dengan lancar. Hal yang dikhawatirkan, rewel, tidak terjadi.

Siangnya, entah karena kondisi sedang drop, saya terserang migren. Sangat menyiksa! Hanya tiduran sambil baca-baca atau dzikir, selain shalat. Semua urusan rumah, termasuk merawat Harish, ditangani abi dan tiga orang mbaknya.

Alhamdulillah, Sabtu pagi migren sudah tidak terasa lagi, tapi badan masih lemas, ditambah berita kudeta di Turki. Untunglah Hatif segera mengabari bahwa dia ada di tempat yang jauh dari lokasi saat kejadian. Dia kirim kabar sekitar jam 7 pagi, berarti di sana sekitar jam 2 atau 3 dini hari.

Masih agak lemas, siang menyempatkan menghadiri undangan walimah tetangga, dilanjutkan pengajian di rumah.

Sore hari, Hatif mengabari bahwa kondisi sudah terkendali. Alhamdulillah.

Bersamaan dengan itu, saat membuka notifikasi fb, terpampang kiriman gambar Pak Isa Alamsyah dan Umi Sakdiyah dengan pose memberi jempol sambil memegang buku Kisah Perjalanan Menuju Keluarga Hafidzul Qur'an. Alhamdulillah, bahagianya. Jempol Pak Isa untuk sebuah buku, kan beda dengan jempol saya? Pak Isa, lho, guru banyak penulis yang telah menelurkan karyanya, termasuk saya. Beliau pengendali penerbit besar ANPH dan owner grup kepenulisan Komunitas Bisa Menulis. Pastinya, beliau tahu buku berkualitas. Hmm, ini sebagai penyemangat saya untuk terus memperbaikinya, karena memang sudah direncanakan akan cetak eksmplar yang ke 701 dst.

Hmm, serasa tambah segar di badan, walaupun belum juga berselera makan.

Innama'al 'usri yusro, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Kalau boleh dipahami, dalam kesedihan dan kesakitan, bersamanya ada kegembiraan dan kesembuhan. Saat menghadapi kesulitan, kita  butuh bersabar untuk mendapatkan pasangannya.

Sunday, July 3, 2016

Pemimpin Idaman

Tugas utama yang paling penting bagi seorang pemimpin terhadap rakyatnya adalah mendahulukan kewajiban mereka kepada Allah seperti yang dijelaskan di dalam agama sebagai petunjuknya.

Tugas kami untuk meminta kalian memenuhi apa yang Allah perintahkan kepadamu sebagai hamba-Nya yang taat serta menjauhkan kalian dari perbuatan maksiat kepada Allah.

Kami juga harus menerapkan perintah-perintah Allah dimana mereka diperlakukan sama untuk setiap orang dalam keadilan yang nyata. Dengan begitu kita memberikan kesempatan kepada yang bodoh untuk belajar, yang lengah untuk memperhatikan dan seseorang yang sedang mencari contoh untuk diikuti.

Untuk menjadi orang berimann sejati, tidak didapatkan dengan mimpi, tapi dengan perbuatan yang nyata.

Makin besar amal perbuatan seseorang, makin besar pula balasan dari Allah, dan jihad adalah puncakhya amal kebaikan dan barang siapa yang ikut berjihad dan meninggalkan perbuatan dosa dan ikhlas terhadapnya. Sebagian orang telah ikut berjihad, tetapi jihad di jalan Allah yang sesungguhnya adalah menjauhkan diri dari dosa.

Tidak ada yang disayangi Allah Yang Maha Perkasa dan bermanfaat bagi manusia daripada kebaikan pemimpin berdasarkan pemahaman yang benar dan wawasan yang luas.

Tidak ada yang paling dibenci Allah selain ketidak tahuan dan kebodohan pemimpin.

Demi Allah, aku tidak menunjuk gubernur dan pejabat di daerah kalian, sehingga mereka bisa memukulmu atau mengambil hartamu. Aku mengirim mereka untuk membimbing kalian dalam agama kalian dan mengajarkan sunnah nabi saw.

Barngsiapa diperlakukan tidak adil, segera laporkan kepadaku.

Demi Allah yang nyawaku ada di tangan-Nya, aku akan menegakkan keadilan terhadap kezholiman mereka dan jika aku gagal, aku termasuk orang-orang yang tidak adil. Lebih baik bagiku mengganti gubernur setiap hari daripada membiarkan orang zholim sebagai pejabat dalam satu jam.

Mengganti gubernur lebih mudah daripada mengubah rakyat.

Apabila yang dibutuhkan rakyat disiapkan dengan baik untuk mengganti gubernurnya, maka itu hal yang mudah. Maka barang siapa mengurusi orang muslim, bertaqwalah kepada Allah dalam memperlakukan rakyatnya,

Kepada semua pejabat, jangan memukuli orang untuk menghinakan mereka, jangan meniadakan hak mereka dan tidak mengurus mereka. Jangan menyusahkan mereka sehingga mereka merasa berat...

#sebagian pidato Umar bin Khottob saat berhaji.
#Sumber : Film Umar

Foto-Foto Workshop Kepenulisan

Sabtu 40 April 20016, Aula Fakultas Ushuluddin, IAIN Raden Intan Bandarlampung

Thursday, June 30, 2016

Kue Lebaran

Teman : Sudah buat kue lebaran, Mi?

Umi : Nggak buat.

Teman : Lebaran nggak ada kue, dong?

Umi : Insyaallah ada, biasanya datang sendiri?

Teman : Kok bisa?

Umi : Terbukti bertahun-tahun bisa, ada yang diantar sebagai hadiah, ada juga yang dipesan.

Teman : Kok nggak buat sendiri, kan lebih hemat?

Umi : Pernah, dulu waktu gadis semua buat sendiri bahkan sampai sirup juga, tamu bapak banyak. Sudah berkeluarga malah pernah produksi untuk dijual, berbagai macam.

Teman : Kok sekarang malah berhenti, kan sekalian mengajari anak yang sudah besar-besar?

Umi : Sedang membiasakan anak-anak untuk memanfaatkan Ramadhan sebaik-baiknya. Kalau belajar membuat kue, insyaallah tinggal selangkah lagi, mereka sudah Umi biasakan dengan pekerjaan perempuan dan rumah tangga.

Teman : Selama Ramadhan apa kegiatan mereka?

Umi : Kalau yang sudah remaja kegiatan yang berkaitan dengan AlQur'an.

Friday, June 17, 2016

Ramadhan, Melatih Konsistensi.

Banyak yang bisa kita lakukan di bulan mulia ini untuk melatih konsistensi, baik itu dari amalan ibadah, muamalah maupun skill.
Dalam hal ibadah, kita berlatih untuk tidak meninggalkan ibadah-ibadah wajib dengan memperbanyak yang sunnah. Tarawih membiasakan kita sabar untuk shalat, harapannya di luar Ramadhan tak ada lagi shalat wajib yang tertinggal.
Menjelang berbuka dan saat sahur adalah waktu yang sangat baik untuk berdoa, tidak ada salahnya kita melibatkan orang lain untuk mengaminkan dengan menuliskan harapan itu di wall sebagai status. Bukan untuk show force ibadah, tapi untuk saling mengingatkan waktu mustajab untuk melangitkan doa. Ada juga yang konsisten membuat status berupa quote cantik setiap harinya, tentu ini sangat bermanfaat untuk teman-teman yang membacanya.
Kita pun bisa menggunakan momen Ramadhan untuk konsisten berlatih menulis. Usahakan ada coretan yang kita buat untuk menandai hari-hari yang berlalu. Selain untuk memperhalus kepekaan menulis, juga melatih meramu kata agar lebih enak dibaca. Bisa kita lakukan di wall fb, blog atau grup menulis. Tulisan-tulisan itu akan menjadi dokumen sebagai jejak langkah-langkah kecil kita meniti jalan ini.
Kalau kita melakukannya dengan santai, maka tak akan terasa berat, tak merasa dituntut, tidak juga dibebani target. Santai tapi terukur.

Thursday, June 16, 2016

Membaca Pikiran Orang Lain

Bisakah kita membaca pikiran orang lain?

Mungkin ada ilmu tentang itu, salah satu metode yang digunakan para psikolog, psikiater atau konsultan lainnya dalam upaya menggali data kejiwaan kliennya. Tapi, bisakah dijamin kebenarannya? Misalnya pun benar, sepertinya hanya mencakup sebagian kecil dari pikiran yang sesungguhnya.

Sepertinya, pikiran manusia begitu sulit diukur kedalaman, ketinggian dan keluasannya. Mungkin melebihi dalamnya samudra, tinggi dan luasnya langit, karena pikiran manusia ada yang menembus batas ukuran yang kasat mata, menjelajah alam ghoib.

Luar biasa memang, ciptaan Allah yang bernama pikiran!

Kita tidak bisa menyamakan pikiran orang lain dengan ukuran sendiri, sangat tergantung pada pengalaman hidup, wawasan ilmu dan ketrampilan melatih logika berpikirnya.

Kita hanya bisa meraba kedalamannya melalui sikap yang ditampakkan, bahasa tubuh, ucapan atau tulisannya, itupun setelah terjadi pengulangan dengan karakter yang sama.

Itu sebabnya kita dihimbau untuk tidak mudah berprasangka, karena sering terjadi kesalahan dalam sangka-sangka itu.

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. . . (Terjemah QS.Al-Hujurat : 12)

Dalam menentukan hukuman, seharusnya berdasarkn bukti-bukti dan saksi yang terpercaya, bukan sekedar prasangka dan permainan logika yang menjebak. Dikhawatirkan, bukan keadilan yang ditegakkan, justru fitnah yang menyebar dan meresahkan masyarakat.

Kita tak akan mampu menjangkau pikiran orang lain, bahkan milik sendiri pun sulit mengukurnya. Listasan-lintasan yang berkelebat, sering membuat kita ragu dalam banyak hal. Pagi berkata a, sore berpendapat b.

Lebih baik hindari percaya sepenuhnya pada manusia biasa karena suatu saat sangat mungkin pikirannya berubah. Sangat mungkin kita akan selalu kecewa saat berharap pada manusia, karena memang seharusnya tempat menggantung asa hanya Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Satu hal pasti bahwa logika kita sangat terbatas dalam menguasai ilmu yang Allah berikan, apalagi kalau sudah menyangkut Dzat Allah dan kekuasaan-Nya. Berendah diri akan sangat menyelamatkan kita dari jebakan kebebasan berpikir yang kebablasan.

Wednesday, June 15, 2016

Menghisab Sebelum Dihisab

Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. (Terjemah QS. Al-Jatsiyah : 28)

Seorang sahabat Rasulullah Saw. mengatakan,"Hisablah dirimu sebelum dihisab."

Pernah melakukannya? Sehari saja? Pernahkah berhasil?

Saya pernah mencoba dan ternyata belum pernah berhasil, karena lupa. Juga kurang teliti!

Akhirnya saya perkecil! Hanya menghitung apa yang saya ucapkan dalam waktu kurang dari sepuluh menit!

Caranya?

Saat berkesempatan memberikan sambutan di suatu acara, saya rekam dari awal hingga akhir. Dari rekaman itu saya memperhatikan, apa-apa yang terucap dan didengar oleh puluhan orang yang hadir. Mana kata dan kalimat yang memotivasi, menambah ilmu, dan mana yang beraura negatif, melemahkan, asesoris bahkan kosong makna sekedar menghidupkan suasana.

Hal serupa bisa kita lakukan terhadap apa-apa yang kita tuliskan pada status-status di fb, postingan di grup dan blog yang terdokumentasi dengan  baik, walaupun kita akan kerepotan kalau mau menghisab komen-komen yang tersebar di postingan teman-teman kita. Selain jenis kata yang kita tuliskan, juga untuk melihat perkembangan pemikiran kita, karena sebelum menuliskan, kita lebih leluasa berpikir dibandingkan sebelum bicara.

Kita dianjurkan untuk menghisab diri setiap malam sebelum tidur, secara pribadi saya sangat sulit melakukan itu, apalagi dengan kebiasaan pergi tidur ketika sudah sangat mengantuk atau bahkan tertidur karena kelelahan. Setidaknya, upayakan untuk memaafkan dan mengikhlaskan orang-orang yang dengan sengaja atau tidak, telah menyakiti hati kita.

Apa yang baiknya kita lakukan atas ketidak suksesan menghisab diri sebelum dihisab di akhirat nanti?

Perbanyak istighfar, berfikir sebelum bicara dan bertindak, batalkan prilaku yang jelas-jelas sebuah pembangkangan kepada Allah.

Tuesday, June 14, 2016

Tulisan Tak Berjenis

Pernahkan merasakan, semakin ke belakang, bukannya tambah percaya diri, malah merasa kualitas tulisan tidak bermutu, kalau tidak bisa dibilang memalukan, jika dibandingkan dengan karya teman lain.

Dari pemilihan judul, sampai saat ini merasa belum sukses memilih judul yang menggigit.

Opening? Datar, sangat biasa.

Pemilihan diksi? Wah, apalagi!

Akhir yang tak terduga? He he yang bagaimana, tuh?

Jadi, apa jenis tulisan kita?

Wah, bisa-bisa tidak berjenis maupun berkelas, lebih tepatnya obrolan yang dituliskan, ya sepertinya cocok sebutan itu.

Hmm, yang jadi masalah, apakah tulisan yang tidak jelas jenisnya, bukan artikel, opini, novel, cerpen, puisi atau apapun namanya, tidak boleh diposting? Tidak dibutuhkan? Tidak ada yang mau membaca? Tidak layak dibukukan?

Hal-hal seperti inilah yang sering menghambat seorang pemula untuk menuliskan buah pikirannya. Malu, takut salah, dsb.

Hah!

Abaikan semua itu! Jangan mau dihambat! Terus tulis apa yang ingin disampaikan, selama yakin bahwa yang dituliskan adalah sesuatu yang baik! Yakinlah, suatu saat masing-masing akan menemukan warna yang paling pas untuk karakter kita. Sambil terus belajar, mengejar ketertinggalan teori menulisnyang kita butuhkan. Jenis tulisan dan teori kepenulisan adalah wadah yang kita pilih untuk mengemas ide pikiran agar lebih menarik untuk dibaca. Jangan sampai sibuk mempercantik bungkus sedang kualitas isi ala kadarnya. Sebaiknya, keduanya terus kita tingkatkan kualitasnya.

Sunday, June 12, 2016

Shock Therapi

Saat Allah memberikan rasa sakit yang mendera, bisa jadi itu cara-Nya mengingatkan kita, betapa berat siksa di alam kubur dan neraka.

Yang kita rasa di dunia, konon kabarnya jauh lebih ringan dari siksa yang di sana.

Akankah peringatan itu berpengaruh atau lewat begitu saja?

Pernah merasakan sakit kepala?
Jenis apa?
Level berapa?
Merasakan kepala seakan remuk dipalu?
Itu baru seakan, belum sesungguhnya!

Pernah merasakan sakit gigi?
Seakan mulut dibetot-betot?
Itu baru seakan, belum yang sesungguhnya!

Pernah merasakan perut mual seakan diaduk-aduk? Muntah tak bisa, usus seakan dipilin-pilin?
Itu baru seakan, belum yang sesungguhnya!

Pernah sakit herpes? Kulit terbakar? Luka?
Bagaimana rasa panasnya?
Seakan berada di depan tungku yang sedang menyala?
Itu baru seakan, belum yang sesungguhnya, apalagi nyemplung ke dalam tungku itu!

Sanggupkah bila harus mengalami yang sesungguhnya?

Mungkin itu semua shock therapi yang Allah berikan, agar kita tidak terlalu sombong dan berani menentang-Nya!

Mari perbanyak sujud, selagi bisa.

Allahumma ajirna minannaar!

Thursday, June 9, 2016

Prasangka yang Proporsional

Sulit menghindari prasangka kepada orang lain, sedang kita bisa melihat, mendengar dan berfikir.

Tidak selamanya prasangka baik itu sesuai kenyataan dan bisa jadi prasangka buruk itu benar adanya.

Prasangka baik yang polos bisa saja menghilangkan kewaspadaan dan menjerumuskan, sedang prasangka buruk yang dipertahankan bisa mendatangkan fitnah dan tuduhan palsu.

Jadi, bagaimana seharusnya?

Proporsional!

Kalau tidak bisa menghindari prasangka, karena salalu ada lintasan dalam fikiran, maka kita harus berusaha proporsional dalam menilai sesuatu, yang nampak atau tersembunyi, yang dikatakan maupun dirahasiakan

Kenapa?

Jangan sampai kita masuk ke dalam golongan orang-orang yang rugi.

Jika prasangka baik kita benar, sesuai kenyataan, maka keuntungan bagi kita, tidak mengotori hati.

Jika prasangka baik kita salah, hati kita tidak terkotori, tapi mungkin kewaspadaan berkurang sehingga keburukan seseorang tidak dapat dicegah, bahkan mungkin mendatangkan musibah kepada orang lain.

Prasangka baik yang proporsional tetap menyisakan ruang dalam hati untuk menerima kemungkinan bahwa kenyataannya tidak seperti prasangka kita, mengingat dalam diri manusia selalu ada kemungkinan khilaf, sehingga sikap waspada dan bersiap mencegah hal buruk masih sempat dilakukan.

Prasangka buruk jelas mengotori hati kita, dan itu kerugian. Tapi prasangka buruk yang proporsional berdasarkan fakta, akan meningkatkann kewaspadaan dan upaya untuk pencegahan andai prasangka itu benar adanya.

Dengan selalu menyambungkn hati kepada Allah, kita akan lebih terlatih berprasangka yang proporsional kepada makhluk-makhluk-Nya, satu hal yang tak perlu kita ragukan dalam prasangka adalah kepada Allah, jangan pernah sekalipun berprasangka buruk kepada Allah, karena itu adalah , kesalahan fatal!

Subhanallah!

Wednesday, June 8, 2016

Makna Gambar

Mungkin kita pernah berprasangka saat melihat gambar yang diupload saat memberikan sumbangan atau bantuan.

"Yaa, ngasih bantuan segitu aja pake cekrek!"

"Pencitraan!"

"Kampanye!"

"Pamer!"

Benarkah?

Mungkin sebagian benar, terutama saat kita di posisi yang diberi atau sebagai saksi.

Yang pasti tidak semuanya begitu, terutama saat kita mendapat amanah untuk menyampaikan bantuan itu kepada sang penerima. Apalagi kalau sang pemberi tidak ingin atau tidak bisa langsung menyampaikan kepada yang menerima. Hal itu akan memberikan ketenangan kepada pemberi amanat, bahwa niatnya sudah tersampaikan.

Yups! Benar!

Tujuannya adalah pertanggung jawaban sebagai pengemban amanah. Agar semuanya jelas, ada bukti dan tak ada prasangka buruk. Andainya pun dipublikasikan, itu bisa saja sebagai bentuk syiar.

Sekali lagi, semua terkait dengan masalah niat dan itikad!

Tidak semua kita mempunyai kemampuan untuk memberi, maka sedikit andil dalam menyampaikan pun sudah mempunyai nilai sebagai pemberi manfaat, insyaallah.

Tuesday, June 7, 2016

Apresiasi untuk Pembaca Al-Qur'an

Sangat menggembirakan kalau kita melihat bentuk apresiasi terhadap pembaca dan penghafal Al Qur'an di Indonesia akhir-akhir ini. Dari beasiswa penuh, sebagian, bantuan dari gubernur, MTQ dan yang paling menggiurkan adalah lomba hafidz yang ditayangkan TV dengan hadiah melimpah dan popularitas. Berita terbaru, di SPBU tertentu memberikan gratis 2 liter pertalite untuk yang membaca 1 juz Al Qur'an.

Pastinya, berbagai opini muncul dengan berita-berita tersebut.

Sebagai muslim, bagaimana kita bijak menyikapinya?

1. Baiknya, kita kembali menggali dan memahami, apa itu Al Qur'an dan apa tujuan diturunkannya. Jangan sampai kita berpendapat, bersikap dan mengmbil tindakan tanpa didasari pemahaman yang benar.

Al Qur'an merupakan kitab yang berisi firman Allah sebagai petunjuk hidup manusia, membacanya bernilai ibadah, bahkan Allah akan membalas dari setiap huruf yang dibacanya dengan kebaikan yang berlipat-lipat.

2. Apakah boleh digunakan untuk mendapatkan hadiah?  Sebelumnya kita perlu menjawab pertanyaan, apakah bisa digunakan untuk mendapatkan hadiah jika tidak ada yang menyelenggarakan?

Sebagai penyelenggara, tentu punya niat tertentu mengadakan event yang berujung pada pemberian hadiah kepada pembaca dan penghafal Al Qur'an. Kita sudah terlalu pandai untuk memahami itu. Ada niat  yang murni ingin mensyiarkan Al Qur'an dan memotivasi pembaca dan penghafalnya, ada juga yang menunggangi kerja baik ini untuk mencapai tujuan tertentu. Niat seseorang memang bukan wewenang kita untuk menilainya, tapi jangan sampai hal itu menjebak kita tanpa sengaja mendukung program yang justru kontradiktif dengan tujuan mulia mensyiarkan Al Qur'an, bahkan bisa menjurus pada pelecehan terhadap kemuliaannya.

Sebagai pembaca dan penghafal Al Qur'an, tak ada larangan kita mengambil hadiah itu, anggap saja itu bonus, rizki dari Allah di luar pahala yang Allah janjikan. Ibarat seorang petani yang pergi ke sawah untuk menanam dan merawat tanaman padi untuk mendapatkan gabah/ beras. Dalam prosesnya bertemu dengan belut-belut yang membuat lobang di sawahnya. Tidak salah mengambil belut-belut itu, tapi jangan sampai melupakan tujuan utamanya menanti panen gabah, sehingga begitu bernafsu memburu belut, membongkar lobang-lobangnya hingga merusak tanamannya, akhirnya gagal panen!

Tujuan kita membaca, menghafal, memahami dan mengamalkan Al Qur'an adalah sebagai ibadah kepada Allah. Keridhoan dan balasan dari Allah yang menjadi tujuan! Jangan sampai kita melencengkan niat itu! Jelas sebuah kerugian yang sangat besar!

"... Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu" (terjemah QS. Yasin : 60)

Monday, June 6, 2016

Buku sebagai Hadiah

Saya lebih senang memberi hadiah berupa buku daripada dalam bentuk lainnya, bahkan sejak dulu, sebelum menerbitkan buku karya sendiri.

Ada beberapa alasan :
1. Praktis dibawa dan sangat mudah mengemasnya.
2. Tidak harus segera dinikmati, bisa kapan saja dan merupakan konsumsi intelektual yang termasuk jarang dimasukkan dalam daftar hadiah.
3. Pilih buku sesuai momen.
4. Manfaatnya jangka panjang.

Setelah menerbitkan buku sendiri, ternyata selera saya dalam memberi hadiah, juga ada pada orang lain. Beberapa teman yang memesan buku, sengaja mengirimkannya untuk orang lain, sebagai hadiah pernikahan, melahirkan atau untuk saudaranya yang dianggap membutuhkan isi buku saya.

Hmm, bahagianya saya karena andil dalam upaya membahagiakan orang lain.

Thursday, June 2, 2016

Membiasakan Peka Pekerjaan Rumah Tangga

Sedih itu kalau melihat anak sudah besar tapi kadang kurang peka dengan pekerjaan rumah.

Lha, di rumahnya sendiri nggak perhatian, bagaimana di rumah orang lain?

Ada apa ini? Adakah yang terlewat saat meneladankan, memberi pengertian atau keliru dalam mengapresiasi?

"Malu, ada lima perempuan di rumah ini, sampai Abi masak nasi!"

"Nggak tau, Mi, kalau nasinya habis."

Nah!

Itu tanda kurang peka, kan?

"Masak, sih anaknya sudah besar-besar, Umi masih nyapu?"

Hayoooo, anak siapa yang seperti ini?

Mungkin hal seperti ini dianggap wajar, karena kebanyakan anak sekarang diarahkan mengoptimalkan waktunya untuk sekolah, privat atau kursus. Sisa waktunya dipakai untuk update informasi di medsos. Tidak ada lagi waktu untuk urusan rumah tangga, yang sebagian keluarga memiliki asisten untuk membereskan semua urusan itu.

Yang jadi masalah, adakah jaminan kehidupan anak-anak itu akan selalu sejahtera? Semua bisa menggaji asisten untuk mengatasinya? Bagaimanapun mereka semua akan berumah tangga, akan menghadapi semua urusan itu, dari membereskan rumah, memasak, dll.

Jika mereka tidak terlatih, siapa yang akan menjadi korban?
Orang yang ada di sekitarnya!
Harusnya ada adaptasi kilat antara suami istri, agar tidak menjadi kebiasaan dan kenyamanan dengan kondisi rumah yang selalu berantakan. Semakin ditunda, semakin sulit diperbaiki. Kalau belum punya anak saja rumah selalu berantakan, bagaimana kalau sudah hadir anak-anak yang bisa jadi tidak sedikit dan jaraknya dekat? Harusnya terjalin kolaborasi antara suami istri, kalau suami termasuk tipe yang cuek, maka istri mengimbanginya dengan lebih rajin dan rapi, jangan sampai suami malas, istri mengimbahgi dengan kemalasan juga, sempurna deh, amburadulnya.

Sebagai orang tua, sepertinya kita perlu mengevaluasi dan belajar dari pengalaman orang lain yang lebih senior.

Wednesday, June 1, 2016

Saat Uang Jadi Tuhan

Saat dompet menipis
Seakan sah-sah saja seorang suami menampakkan wajah berlipat untuk sang istri

Saat uang tak ada
Seolah wajar-wajar saja seorang ibu memuncak emosi, menyalahkan suami, memarahi anak-anak yang dianggap tak memahami kondisi.

Saat isi kantong habis terkuras, sedang perut lapar melilit, seolah boleh saja mencuri, bahkan dalil agama dijadikan sandaran untuk membenarkannya.

Saat gengsi bertengger menjadi mahkota, seolah wajar saja melakukan korupsi untuk menjaga imaji.

Saat hati gulana ketika tak ada uang dalam genggaman, kemanakah Tuhan yang menenangkan?

Ahay! Jangan-jangan, selama ini uanglah yang menduduki posisi-Nya dalam diri!

Tuesday, May 31, 2016

Menulis sebagai Pengingat

Mungkin kita akan diuji dengan apa yang pernah kita ucapkan dan tuliskan.

Sebagai mana Dr. 'Aidh al-Qarni selalu mengingatkan dirinya saat bersedih, "Hai, bukankah engkau penulis buku La Tahzan?"
Begitu kira-kira yang pernah saya baca.

Supaya kita bertanggung jawab terhadap apa yang pernah kita ucapkan dan tuliskan.

Sebagai perangkai kata, kadang kita menyusun kalimat yang begitu indah dan mengena di hati, biasanya dijadikan quote yang juga banyak disukai orang lain. Quote yang menelusup mengusik rasa, menginspirasi dan memotivasi. Sayangnya, manusia itu lekat dengan sifat pelupa, termasuk dengan apa yang pernah diucapkannya.

Dengan menuliskan, ucapan-ucapan itu akan terdokumentasi, yang akan mengingatkan saat kita lupa.

Begitulah dengan buku saya yang keenam, merupakan buku pertama non cerita, 'Agar Hidup Terasa Tenang'.

Buku mungil yang saya susun dengan tujuan utama mengingatkan diri sendiri dan berharap bermanfaat juga untuk orang lain. Lebih pada upaya mendokumentasikan hasil perenungan terhadap hidup yang sudah dijalani. Hidup dari kalangan orang biasa, yang kemungkinan besar juga dialami oleh umumnya manusia biasa.

Buku mungil yang cukup mahal jika dibandingkan dengan harga buku umum dengan ukuran yang lebih besar. Mahal karena dicetak sedikit. Dan akan sangat murah saat dicetak banyak, jika dibandingkan dengan kemanfaatan yang didapat dari membacanya.

Sengaja dibuat mungil, agar mudah dibawa dan sering dibaca. Juga diproyeksikan untuk sahabat yang berminat menjadikannya suvenir atau berbagi hadiah dan shodaqoh. Sepertinya kita harus mulai mencoba bershodaqoh dalam bentuk buku yang bermanfaat, mengingat kemanfaatannya yang lebih lama dan bisa diteruskan kepada yang lain.