Friday, December 18, 2015

Menunda Shalat

Harish : Umi sudah sholat?

Umi : Umi lagi nggak sholat.

Harish : Umi nggak sholat karena migren, ya?

Umi : Bukan, karena Umi lagi udzur.

Harish : Udzur itu apa?

Umi : Udzur karena haid, wanita dewasa ada masanya haid.

Harish : Laki-laki nggak ada haid?

Umi : Nggak ada.

Harish : Jadi laki-laki harus shalat terus, dong?

Umi : Hu um.

Harish : Mi, kalau bapak-bapak pengajian malam, trus waktu adzan nggak sholat, kapan dong sholatnya?

Umi : Sholatnya setelah pengajian, harusnya sih sholat dulu.

Harish : Harusnya sholat dulu waktu adzan, trus pengajiannya dilanjutin lagi, ya?

Masyaallah, segitu jelinya. Mungkin dia pernah menyaksikan pengajian yang nabrak waktu isya dan tanggung kalau dipotong shalat, sedang untuk waktu shalat isya ada kelonggran untuk diakhirkan.

Astaghfirullah. Sangat tidak mudah mendampingi amanah-Mu ya Allah, dalam kondisi kami yang masih sering lalai. 😢😢

Pasukan Cilik Yang Semakin Terlatih

Sudah dicegah, tapi tamu rutin yang tak diharapkan tetap saja datang, migren. Ya, diterima saja, mau gimana lagi?

Untunglah anak-anak libur.

Umi : Rish, tolong buka tutup botol madu ini, segelnya dibuka pakai gunting.

Harish : Ini, Mi sudah, tapi nggak  bisa buka tutupnya.

Umi : Minta tolong Abi.

Harish membawa madu ke kamar depan.

Harish : Abi lagi istirahat, jangan diganggu.

Hafa : Sini, Mbak Hafa bukain.

Hafa berhasil membuka tutup botol itu.

Harish : Mau dibuatin teh madu, Mi?

Umi : Nggak usah, pakai sendok aja, ini sudah ada teh pakai gula.

Harish menyiapkan sendok, Umi yang menuangkan madu dan meminumnya. Harish juga ikutan.

Husna : Fa, bersihin ayam sama ikan, Mbak Husna sudah cuci piring, tadi juga sama Harish sudah bersihin kamar belakang, ngepel.

Hafa : Mi, kepala ayamnya buang aja, ya, geli.

Umi : Ya.

Harish : Sini, Mi, leher belakangnya Harish pijitin lagi.

Umi : Umi pengen makan pecel, siapa yang mau beliin?

Harish : Harish aja, pedes ya, Mi? Cabe berapa?

Umi : Lima.

Harish pergi beli pecel ke tetangga.

Husna : Garam, kunyit, lada, apalagi, Mi, bumbu ungkep?

Umi : Bukan lada Hus, ketumbar, bawang putih.

Harish datang, bawa pecel.

Harish : Ini, Mi pecelnya.

Umi : Iya, sebentar.

Harish : Sini Harish suapin, Umi sambil belajar tab.

Umi : Jangan banyak-banyak, trus nunggu yang di mulut Umi habis.

Harish : Lama banget sih.

😃😃😃

Bicara Tentang Surga

Setelah dewasa, mungkin aku bukan penghayal yang baik. Tak mampu membayangkan surga seindah gambaran ayat-ayat Al Qur'an.
Tapi aku tidak kecewa dengan payahnya daya fantasiku. Karena Rasulullah pernah mengatakan bahwa keindahan surga melebihi keindahan yang mampu dihayalkan manusia.

Aku cukup bahagia karena pernah menghayalkan surga saat kanak-kanak sebelum usia 10 tahun.

Ngobrol dengan teman sambil bergelantungan di pohon jambu kluthuk.

"Di surga nanti, kalau kita pengen makan bakso, tinggal menjentikkan jari, dalam sekejap malaikat mengantarkan bermangkok-mangkok sampai kita puas,"celotehku.

"Kalau aku mau makan anggur setiap hari," timpal temanku yang lain.

"Di surga nanti kita bisa ganti-ganti pakaian indah seperti putri raja, dengan mahkota bertaburan permata," kicau temanku yang lain.

Sebatas hayal? Benar!

Kini, dalam nalarku, pengetahuan surga tak perlu dipanjang-panjangkan, cukuplah sebagai janji Allah, sebagaimana juga halnya neraka. Janji yang tak perlu diragukan, karena janji Sang Khalik Yang Maha Kuasa sangat berbeda dengan janji manusia yang kikir dan tanpa daya kecuali dengan kekuatan-Nya.

Yang sering memenuhi imajiku saat ini adalah saat hari perhitungan, dimana semua yang kita celotehkan dan lakukan, sebagai hasil dari apa yang kita pikirkan, akan dihisab tanpa ada yang bisa terselip sedikitpun.

Saat dimana aku akan merasakan malu yang sangat menyaksikan adegan-adegan yang diputar ulang, dimana pembangkangan, kemaksiatan dan sikap kesombonganku saat udara dunia masih kuhirup.

Malu melihat begitu minimalisnya ibadah dan ketaatan yang mampu kulakukan.

Malu, karena begitu banyak waktu berlalu dalam kesia-siaan.

Aku ingat seorang teman mengatakan, kebahagiaan dunia adalah dp surga yang sesungguhnya. Tak akan menikmati surga di akhirat orang yang tak pernah menikmati indahnya surga dunia.

Apa surga dunia?

Indahnya saat mampu bersyukur atas karunia-Nya, indahnya saat bersabar saat dalam musibah, manisnya qonaah saat dalam ketiadaan, tenangnya hati saat munajat kepada-Nya, bahagianya saat mampu melakukan sedikit ketaatan dan terhindar dari kemaksiatan.

Itu sebagian surga yang realistis saat ini sambil menantikan realisasi dari janji Allah, surga yang sesungguhnya. Yang keindahannya tak terjangkau oleh daya hayal manusia, yang takkan mampu diungkap kata-kata penyair hebat manapun.

Yang keberadaannya hanya diakui oleh setitik iman di hati.

Friday, December 11, 2015

Ngaji Dulu dan Kini

#Autokritik
Dulu, duapuluhan tahun lalu, pengajian dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, tanpa hidangan, bahkan minum segelas pun. Kalau bawa anak kecil, bawa minum dan makanan sendiri, sekedar sianak tidak rewel dan mengganggu acara.
Itu sebuah cermin kesungguhan dalam kajian.
Dulu, dianjurkan tidak minum selain air tawar. Selain sehat, juga mencegah ketegantungan terhadap sesuatu, terutama selera dan gaya hidup.
Sebagai salah satu upaya melepaskan diri dari segala keterikatan kecuali kepada Allah. Agar kita siap menghadapi situasi terburuk sekalipun.
Apa yang dipelajari berusaha segera diamalkan.
Kini...
Di sebuah rumah makan lesehan, di hadapan hidangan yang dipesan sesuai selera masing-masing, salah satu peserta membacakan sebuah buku tentang saling tolong menolong. Di dalamnya ada sebuah hadits tentang itu.
Hmm.
Benar! Hanya sekali-sekali, tetapi dari setiap apa yang terjadi selalu terselip peringatan saat kita terlupa.
Apakah memang kondisi ekonomi sudah berubah? Kondisi siapa? Peserta kajian atau masyarakat? Atau kualitas kajiannya yang standarnya bergeser antara iman, ilmu dan amal?
#sebuah renungan diri untuk memahami situasi.

Tuesday, December 8, 2015

Diskriminasi Dalam Dakwah

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
karena telah datang seorang buta kepadanya.
Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,
maka kamu melayaninya.(Terjemah QS. Abassa : 1-6)

Siapapun boleh melakukan dakwah, selama paham dengan apa yang didakwahkan, karena akan ada pertanggungjawabannya.

Di surat Abassa Allah memberi pegangan, bahkan peringatan untuk tidak mengabaikan orang-orang yang menerima dakwah, dari kalangan apapun mereka. Bahkan mereka harusnya diprioritaskan.

Sebagai dai, mungkin ada skala prioritas dalam menentukan obyek dakwah. Dengan alasan efektivitas hasilnya.

Wajar! Secara logika, orang-orang yang punya pengaruh di masyarakat harusnya lebih diutamakan, harapannya melalui pengaruh mereka dakwah akan lebih cepat berkembang.

Atau di kalangan terdidik, sebagai upaya kaderisasi dai.

Bahkan sempat terbaca ada semacam peringkat kualitas dai, dimana penggarap tokoh masyarakat, pejabat dan mahasiswa seperti lebih bergengsi dibandingkan yang berdakwah di masyarakat bawah atau anak-anak.

Allah Maha Menyaksikan dan tak pernah melalaikan nilai kebaikan sekecil apapun.

Surat Abasa, selain bernada menegur sikap dai yang diskriminatif, sekaligus menghargai para dai yang dengan kesabarannya melayani orang-orang yang terpinggirkan karena keadaan.

Sebutan buta di surat tersebut bisa jadi mewakili keadaan kekurangan manusia, bisa karena kemiskinannya, status sosialnya, ke maksiatannya, dll.

Monday, December 7, 2015

Menyikapi Kondisi Yang Tidak Biasa

Lahir---kanak-kanak---remaja/dewasa---menikah---punya anak---tua---wafat.

Demikian fase kehidupan manusia umumnya.

Tapi pada kenyataannya, entah karena sebab yang diketahui atau tetap jadi misteri, tidak semua kita menikmati fase itu dengan sempurna.

Ada fase yang terlewati atau terputus di salah satu titik sebelum mencapai akhir.

Seharusnya tidak masalah jika tidak mendapatkan salah satu fase, karena dari setiap kesempatan itu selalu ada konskuensi dan tanggung jawabnya (kecuali fase lahir&kanak-kanak)

Kenyataannya, tak semudah itu menjalani, terutama jika dikaitkan dengan perasaan.

Bagi yang tidak menikah sampai masa tua, tentu ada rasa tak nyaman di saat-saat tertentu, karena salah satu nalurinya tidak tersalurkan dengan sempurna. Entah itu saat memperhatikan teman-teman yang sudah berkeluarga atau saat ada yang menanyakan kabarnya. Apalagi kalau bertemu dengan orang yang rasa ingin tahunya berlebihan, hhhh!

Atau, berkesempatan menikah, tapi tidak mendapatkan keturunan. Juga tidak mudah menjalaninya. Bisa jadi ada perasaan tidak sempurna yang berpotensi menimbulkan rasa rendah diri.

Semua itu rahasia Allah, memberikan takdir spesifik pada setiap hamba. Tugas kita adalah bersikap sebaik-baiknya: berusaha menerima itu dengan lapang dada setelah ikhtiar maksimal kemudian menjadikannya sebagai peluang beramal shaleh.

Banyak orang tidak menikah sampai akhir hayatnya tapi mampu menoreh sejarah luar biasa, misalnya Nabi Isa, Ulama Hasan Al Basri (kalau nggak salah 😃),Khalil Gibran, Bunda Theresa, dll.

Yang tidak diberi keturunan pun dapat mengambil peran dalam upaya memunculkan generasi berkualitas, misalnya dengan mendidik mereka, memberi beasiswa, menjadikan anak asuh, dll.

Tak semua yang kita harap akan terwujud, karena ada Dia yang berkuasa menyempurnakan kehendak-Nya.

Sunday, December 6, 2015

Cemburu

Abi : Umi pakai baju mana?

Husna : Yang ungu, Mi.

Abi : Jangan, ah, yang ijo aja, ya?

Husna : Abi nih, senengnya ijo terus.

Abi : Kalau yang ungu, Umi keliatan langsingnya, Hus.

Husna : Baju Umi yang lain, ada juga yang keliatan langsing?

Umi senyum-senyum memperhatikan mereka. Nggak ada yang berubah, masih seperti 23 tahun lalu, di awal-awal berumah tangga. Abi cemburunya ya seperti itu, sekitar baju, jilbab dan kaus kaki. Nggak kaku, hanya memenuhi syarat standar, menurup aurat. Yang lain-lain, semisal warna, model,  no problem.

Pernah suatu hari ada inbox dari laki-lqki yang nyrempet-nyrempet.

Husna : Abi nggak cemburu tah, ada yang bilang cinta ke Umi?

Abi : Masak cemburu sama komputer?

Mungkin ada orang lain yang ungkapan cemburunya beda, misal melarang istrinya main fb, dsb. Tapi tidak dengan Abi, tak ada yang namanya kekangan. Yang ada saling percaya dan komunikasi.

Sebagai suami istri kita memang harus saling menjaga dan mengawasi, tapi toh tetap ada batasnya. Ada hal-hal yang tidak terjangkau. Nah, kalau sudah begitu, ya serahkan saja pada pengawasan Allah, toh secara pribadi semua kita bertanggung jawab pada Allah?

Jangan kuras energi untuk masalah cemburu, masih sangat banyak urusan kita yang membutuhkan energi untuk diselesaikan.

Disudahi

Sebenarnya masih banyak yang ingin digali dan dibahas berkaitan dengan masalah naluri dasar manusia, kebutuhan seksual dan lainnya. Terutama tentang perkembangan yang berkaitan dengan kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup.

Tapi seorang sahabat mengingatkan, jangan sampai menumbuhkan syahwat publik, nanti bisa terkena dosa sosial!

Haaaaaaah!?

Ih! Jadi takut!

Ga pa pa deh dibilang penulis cemen. 😃 Dan memang beneran cemen kalau sudah berhubungan dengan dosa.

Jadi keputusannya, bahasan dianggap selesai.

Kalau masih ada yang ingin didiskusikan, japri aja, ya 😃. Biar nggak  melebar kemana-mana, sesuai kasus yang dihadapi.

Sekali lagi, ini salah satu upaya untuk menjembatani antara kondisi yang ada dengan kondisi ideal yang diharapkan.

Maaf, nggak sesuai rencana.

Saturday, December 5, 2015

Mencegah Zina

Allah membekali manusia dengan naluri syahwat, tapi Dia juga memberikan jalan dan aturan dalam menyalurkannya.

Dan itu bukan zina!

Allah melarangnya bahkan hanya untuk mendekatinya.

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. ( Terjemah QS. Al Isro' : 32)

Apakah jalan keluarnya?

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.(Terjemah QS.An-Nur : 33)

Pada kenyataannya, apakah setiap manusia sudah layak menikah bisa segera melaksanakannya?

Hmm, bisa jawab, kan? Semakin ke belakang, semakin banyak persyaratan untuk bisa menikah.

Lalu, bagaimana solusi untuk yang sudah ingin menikah tapi belum mampu, terutama dari sisi finansial?

Tetap saja bukan zina, solusinya.

Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya...(Terjemah QS. An Nur : 32-33)

Menjaga kesucian!

Beberapa cara yang bisa dilakukan :
1. Perbanyak puasa
2. Sibukkan diri dengan kegiatan positif.
3. Bergaul di komunitas/lingkungan pergaulan yang menjauhkan fikiran dari membahas masalah seksual.
4. Jauhi hal-hal yang bisa menimbulkan rangsangan : tundukkan pandang, hindari obrolan dan tontonan yang berbau pornografi, dll.

Teori sih, mudah! Prakteknya? 😃😃😃

#tunggu tayangan berikutnya, boleh delivery tema yg berkaitan dengannya.

Usia dan Zina

Mungkin kebanyakan kita beranggapan, godaan syahwat yang berujung pada zina didominasi kalangan remaja, mengingat tingkat pengendalian diri yang masih rendah, sedang dorongan syahwat dari dalam diri begitu kuat.

Benarkah begitu?

Ternyata, kalau kita sering membaca berita tentang kejahatan seksual, pelakunya merata dari semua kalangan, juga korbannya. Dari anak-anak remaja awal sampai kakek-kakek yang dianggap sudah bau tanah.

Belum lagi berita perselingkuhan, selain dari berbagai usia, juga dari beberapa kalangan dan lingkungan. Terlepas dari kevalidan masing-masing berita, kita temui kisah kelam itu ada di desa dan perkotaan, di lingkungan agamis dan non agamis, di kalangan pejabat atau penghuni kawasan kumuh, di tingkat terdidik maupun masyarakat bawah.

Itu yang terekspos. Bagimana dengan yang tidak terpantau media, masyarakat atau bahkan keluarga terdekatnya? Bukankah perselingkuhan lazimnya dirahasiakan?

Hehhh!

Sangat miris jika kita melihatnya dari sudut pandang akibat zina terhadap kehidupan sosial, apalagi kehidupan akhirat.

#Masih berlanjut 😃

Iman dan Zina

Berimankah orang yang berzina?

Pada kenyataannya kita temui banyak orang yang rajin "beribadah" pernah juga melakukan zina. Padahal, tak akan melakukan ibadah jika tak ada setitik iman di hatinya.

Apakah itu berarti iman tak mampu mencegah perbuatan keji ini?

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Seorang pezina yang akan berzina tak akan jadi berzina ketika dalam keadaan beriman. Seorang pencuri yang akan mencuri tak akan jadi mencuri ketika dalam keadaan beriman. Seorang peminum khamar yang akan meminum khamar tak akan jadi meminumnya ketika dia dalam keadaan beriman.” (HR. Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam At-Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah).

Dalam hadits lainnya, Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Jika seorang hamba berzina, maka iman akan keluar darinya, maka dia seperti payung yang berada di atas kepalanya. Jika dia meninggalkan perbuatan zina itu, maka keimanan itu akan kembali kepada dirinya.” (HR. Imam At Tirmizi  dan Imam Abu Dawud).

Benar!

Iman bisa naik, kadang turun. Iman harus selalu dijaga, agar stabil sehingga iman itu mampu membuat pemiliknya terjaga.

Setiap kita akan mendapat kesempatan berhadapan dengan ujian zina, dimanapun kita berada, setinggi apapun iman yang pernah kita capai.

Kenapa?

Karena zina berhubungan erat dengan naluri dasar yang setiap manusia normal memilikinya, ketertarikan kepada lawan jenis, bahkan yang di luar koridor, tertarik pada sesama jenis. Nalurinya sama, hanya obyeknya yang berbeda.

Hadits di atas mengisyaratkan pada kita untuk selalu menjaga iman dengan selalu mendekatkan diri pada Allah dengan berbagai jalannya, agar iman itu kokoh dan tidak goyah saat kita menghadapi berbagai ujian yang dapat menjerumuskan.

Saran, kasihanilah orang yang sedang menghadapi ujian kemaksiatan, termasuk zina. Kalau bisa tolonglah, setidaknya tidak terlalu menghinakannya, karena dia sedang dalam kelalaian. Bisa jadi suatu saat kita atau keluarga kita dihadapkan pada ujian sejenis.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi Bagi Adam bagian mereka dari zina, mau tidak mau. Kedua mata bisa berzina, dan zina keduanya adalah dengan memandang. Lidah juga bisa berzina dan zina lidah adalah dengan bicara. Kaki juga bisa berzina dan zina kaki adalah langkahnya (menuju kemaksiatan). Tangan juga bisa berzina, dan zina tangan adalah dengan memegang. Hati bisa berhasrat dan berangan-angan; kamaluan yang akan membuktikan zina itu kenyataan atau tidak.(Bukhori & Muslim)

Ini bukan masalah satu dua orang atau beberapa keluarga, ini sudah jadi masalah masyarakat, bangsa dan generasi. Tak akan selesai hanya difikirkan oleh satu dua orang, tokoh atau pejabat, tapi semua kita.

#Masih ada, tunggu tayangan berikutnya 😃

Ilmu dan Zina

Seorang nara sumber menceritakan pengalamannya, sekitar belasan tahun lalu.

Beliau mengatakan, selama dua tahun melakukan berbagai jenis eksplore seksual dengan pacarnya, bahkan kecanduan. Hanya saja keduanya sepakat tidak sampai jima'.

Apa yang membuat mereka bertahan dengan kesepakatan itu selama dua tahun? Sanggup tidak melanggarnya?

"Kalau sampai melakukan itu, maka amal ibadah kami selama 80 tahun tidak diterima Allah."

Hmm.

Ketakutan pada hukum, yang merupakan tanda masih adanya iman mampu mencegah mereka berbuat lebih jauh.

Ini masalah ilmu dan pemahaman.

Bagaimana jika mereka mengetahui bahwa:

**Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”.(QS. Al-Isra : 32)

**Lebih baik bagi salah satu sari kalian memegang bara api yang panas dari pada menyentuh wanita yang bukan mahram.” [HR. Sahihain]

Apakah mereka tidak melakukannya?

Hmmm, yang jelas, faktor ilmu dan pemahaman berperan dalam hal ini.

Apa faktor lainnya?

Tunggu tayangan berikutnya 😊

Friday, December 4, 2015

Pornografi dan Zina

Bukan lagi rahasia, saat ini zina telah merebak di seluruh lapisan masyarakat.

Walaupun hasil penelitian yang sering dilakukan beberapa lembaga survey tidak bisa menjamin kevalidannya, menyangkut pengambilan sampel, setidaknya dari penelitian itu ada sedikit gambaran, bagaimana kondisi masyarakat kita, setidaknya yang terjadi pada para responden.

Belum lagi tindak kejahatan seksual yang menimpa kalangan anak-anak dan wanita di berbagai lapisan masyarakat.

Terlepas masalah bagaimana hasil penelitian tentang hal itu, secara logika sederhana, maraknya tindakan zina dan kejahatan seksual bisa kita kaitkan dengan kondisi lingkungan yang ada, antara lain:
1.  Maraknya pornografi di media.
2.  Sistem pergaulan yang cenderung bebas, campur baur antara pria dan wanita.
3. Cara berpakaian dan tingkah laku yang membangkitkan syahwat bagi yang memandangnya.

Sebenarnya, hajat seksual merupakan kebutuhan dasar manusia pada tahap/usia tertentu, sebagaimana makan, minum dan buang air besar/kecil. Harus dipenuhi untuk mendapatkan kehidupan yang sesuai fitrahnya.

Sebagaimana makan, minum dan bab/bak yang ada aturannya, sebagai makhluk yang dimuliakan, maka untuk memenuhi hajat. seksual pun, ada aturan yang harus diikuti.

Ketika aturan itu diabaikan, maka derajat kemuliaannya akan merosot sejauh pengabaian yang dilakukannya.

*apa pedulinya dengan derajat kemuliaan?
*apa bahaya zina?
*bagaimana solusinya?
#tunggu tayangan selanjutnya 😊