Sunday, August 30, 2015

Dialog Cinta Dua Penyair

# Aku marah, kenapa kamu merangsek masuk dalam hidupku,
Akupun marah, kenapa aku membiarkan, padahal aku bisa menolakmu dari awal.

# Aku sedih, karena memahamimu, aku membiarkanmu terlena terlalu lama. Bukankah seharusnya aku mengabaikanmu? Toh aku bisa melakukan itu?

# Dan aku malu di hadapan Allah!
Wanita lain jadi fitnah laki-laki dari depan, belakang, samping dan lewat suara, sedang aku?
Bahkan tulisan, pemikiran, karakterpun menjadi fitnah bagi laki2 yang bukan hak!

# Aku suka kamu jujur, dengan begitu aku tahu kebobrokanku.
Hanya saja aku berpikir, apakah laki2 lainpun sepertimu, tetapi mereka tidak punya kesempatan berkata jujur padaku?
Kenapa laki2 lain memandang dan mengagumi seperti suamiku?
Apakah itu berarti sikapku sama kepada suami dan laki2 lain?

♡Jika aku yang meracuni hatimu, akulah yang membawa penawar dan menyembuhkanmu, karena aku kekasihmu.

♡Akukan melumurimu dengan madu cinta kesetiaan dan aku ingin kita mereguk manisnya gula cinta di hati kita, dan ingin kuhisap habis manis dalam jiwamu

# Dan semua maya? Semu? Coba jelaskan dan yakinkan aku bahwa itu bukan pengkhianatan terhadap cinta dari Al Waddud?

♡Jika tak mampu kurengkuh tubuh milikmu, aku ingin sekejap saja nikmati jiwamu, kulumat habis sampai batas hatimu menyerah tak berdaya.

#Buktikan kemampuanmu menembus benteng hatiku yang selalu kujaga dengan aura Al Waddud.

♡ Kan kutembus dengan cinta dan rasa

# Menyingkirlah! Kau tak akan kuat!

♡Menyingkir ke mana? Aku makin ingin menghambur dan berpeluk pada hati dan jiwamu.

# Kubilang, kau tak akan kuat dengan ucapanku yang sembilu.

♡ Aku yakin, kelak yang kau tebar tetaplah cinta, sebab nafas yang kau genggam adalah ruh dan ilmu beliau, Muhammad, yang hatinya penuh dengan cinta.

# Benar! Cinta di jalan yang seharusnya. Terima kasih untuk rindu dan cintamu yang tak pantas aku terima. Itu bukan bagianku. Ambil cintaku yang ada di jalan-Nya, semoga bermanfaat.

♡ Aku sedih dalam penantian cinta ini, aku haus.
Aku menantikan saat hati dan jiwamu kau serahkan, aku ingin melahapnya habis sebagaimana aku haus ingin mencecap air cintamu.

♡ Jika yang kau usung adalah pola yang membuat irisan-irisan hati jadi luka, kelak irisan-irisan itu akan berbalik melukai, pada waktu dan takdir yang lain.

# Ancaman?
# Juga untuk irisan yang bukan unruk menyakiti?
# Sayatan kecil lebih baik  untuk mencegah luka yang lebih dalam.
Tak ada maksudku menyakitimu bahkan aku ingin membantu, tapi kau sibuk menggapai cintaku yang tak halal untukmu.
# Aku senang bermain kata dan rasa denganmu, tapi itu tak akan baik jika diteruskan.

# Seperti kamu sulit menyaring antara cinta dan birahi, begitupun aku sulit memisahkan antara maya dan nyata. Karena keduanya melibatkan rasa yang sama.

#Aku bersedia menerima dan membalas cintamu dalam ranah cinta universal, yang setiap orang berhak mendapatkannya, yang di dalamnya tidak menimbulkan kegelisahan, ketakutan dan kekhawatiran. Nurani tak bisa dibohongi. Aku harap kamu mengerti dan tidak sakit hati.

#Aku tidak suka penyair yang hanya dapat menaklukkan hati seorang wanita
Sekedar menjadi ungkapan bahasa jiwa
Bahkan kau sendiri jatuh cinta dengan keindahannya.

# Sungguh!
Itu keindahan semu!  Menipu!

# Berbahagialah dengan mencintai tanpa menunggu balasan.
Itulah ketulusan.

# Hayo!
Jadilah penyair yang menghancurkan hati2 yang membatu
Menundukjan jiwa2 yang pongah
Untuk kembali kepada Robbnya dengan jiwa tunduk dan hati yang lembut.

Untukmu Yang Ada Di Sana

Motivasiku melanjutkan pertemanan ini semata ingin mendapatkan keutamaan menolong sesama yang sedang sedih dan dalam kesulitan, dengan harapan Allah akan menolongku di hari yang tiada penolong selain-Nya.

Sepanjang perjalanan kehidupan, kita akan menemui masa-masa kritis yang harus bisa kita lalui dengan sangat hati-hati. Jika selamat, maka derajat kita akan meningkat, jika lengah, di situlah lubang kubur kita. Terpuruk dalam lumpur penyesalan.

Dalam kondisi kritis, Allah selalu ulurkan pertolongan, yang jika kau memahaminya akan kau sambut dan jadi tongkat untuk melalui masa kritis itu, tapi jika tak mampu melihatnya, maka tongkat itu akan luruh bersama kejatuhanmu. Jernihkan hati untuk bisa melihat dan menggunakan tongkat itu untuk bangkit. Jangan kau buang atau sikapmu membuatnya menjauh dan meninggalkanmu.

Dari awal aku sudah tahu apa tujuanmu mengenalku.

Kalau aku wanita pada umumnya, tentu aku akan langsung memblokirmu, masa bodoh, nggak, ada urusan.

Tapi aku tipe yang agak-agak iseng, mungkin. Aku senang dengan sesuatu yang berbeda walau tak juga layak dikatakan nyleneh.

Aku selalu penasaran dengan setiap masalah yang Allah hampirkan padaku, karena sepemahamanku, tak ada kejadian di muka bumi ini terjadi dengan sendirinya. Semua digerakkan dan atas izin-Nya dan di baliknya selalu ada hikmah yang bisa kita ambil.

Aku sadar, kekagumanmu padaku memiliki dua kemungkinan.

Sebuah kekaguman yang tulus, atau sekedar basa basi untuk menyenangkan hati dan membuatku meresponmu.

Sebuah kekaguman yang aku tahu pasti akan menjerumuskan sebagian wanita.

Mungkin kau pikir aku gila, sudah tahu menjerumuskan tapi tidak dihindari? Dan aku menyadari kegilaan itu.

Ketika memutuskan sebuah langkah yang akan kutempuh, aku sudah pastikan apa yang akan kugapai.

Aku tahu, ini bukan langkah mudah. Bukan sekedar memutuskan mau masak apa untuk makan hari ini, tapi ini sebuah langkah yang aku tahu pasti melibatkan emosi yang mungkin tidak sedikit menguras energi. Dan selalu, aku libatkan Allah di dalamnya. Aku telanjang hati di hadapan-Nya.

Aku tahu ada serpihan-serpihan rasa yang menggelitik, tapi justru ini kujadikan kesempatan untuk menjadikannya sebagai sarana training. Latihan olah rasa dengan pengawasan Allah. Jadi kau bisa bayangkan, mungkin nggak  kalau aku mau macam-macam?

Aku hanya berharap kekuatan dari-Nya untuk bisa menolong menyelamatkan keluargamu dari kehancuran. Aku tak ingin setan bergembira dengan kondisi keluargamu saat ini. Aku ingin kau bisa menikmati surga dunia yang Allah berikan pada keluargamu, karena aku sudah merasakannya. Indah, dan aku ingin keindahan itu kekal sampai ke surga-Nya.

# Gempur aku dengan risalah, hikmah dan falsafah terbaik yang pernah kau miliki.

Ingat pesan ini yang pernah kau tulis?
Aku tersanjung, tapi tidak terlena. Pesan itu aku anggap sebagai sebuah legitimasi untuk aku bebas memberimu nasihat, kau sendiri yang memposisikanku seperti itu.

# Aku ikut aturan main yang kau tetapkan, sungguh, melalui pesan-pesan ini aku ingin mengikuti jalanmu.

Ingat juga pesan yang ini, kan? Dan ini juga alasan yang membuatku tetap ada di gelombang ini.

# Aku belajar dari kebodohan, keterpurukan, kehinaan, pengkhianatan, kesengsaraan, untuk bisa belajar dan mengungkap tabir kehidupan.

Ini pesanmu juga, kan? Maaf kalau ada yang kurang kata atau redaksinya kurang pas, tapi itu yang aku tangkap di awal-awal, sebelum kau bercerita bagaimana kondisimu di sana.

Tapi pesan inipun aku jadikan dalil dan menganggapmu sudah punya mental tahan banting dan tahan bully, ha ha ha, jangan salah sangka. Aku tidak suka merendahkan seseorang, tapi kau sudah rasakan ketegasanku, bukan, yang kau sebut kereng, galak dan kejam?

Dengan kejujuranmu bercerita kepadaku tentang kisruhnya rumah tanggamu, aku semakin mendapat wawasan, betapa rumitnya sebuah permasalahan yang melibatkan rasa di dalamnya, dan dalam kehidupan manusia, tak mungkin rasa tak terlibat, karena itu perangkat kehidupan yang menyertainya.

Di sisi lain aku semakin bersyukur dengan karunia Aĺlah yang diberikan pada keluargaku, maaf, bukan tidak empati, merasa senang karena orang lain menderita, tapi justru aku ingin menularkan kebahagiaan itu dengan berbagi saran.

Aku tidak menuduhmu bejat dan sebagainya, yang biasa diucapkan oleh orang yang merasa terganggu.

Aku coba memahami kondisimu, yang sedang dalam upaya memenuhi kebutuhan mendasar sebagai manusia.

Benar! Mungkin kamu tak seberuntung aku, tapi bukan berarti aku setuju dengan upaya yang sedang kau lakukan.

Dalam setiap masalah pelik yang muncul, pasti ada akarnya. Jika ingin penyelesaiannya tuntas, maka kita harus cabut seakar-akarnya, tak hanya memangkas ranting-ranting kecil yang dirasa mengganggu, karena layaknya sebuah pohon, ranting yang dipangkas itu justru akan memunculkan tunas baru yang lebih subur dan lebih kuat daya tahannya.

Untuk mencari, di mana akarnya, tentu kau harus menggali timbunan yang menutupinya. Bongkar lagi kenangan-kenangan yang telah terpendam, telusuri lagi jejak-jejak yang pernah kau toreh dalam perjalanan kehidupanmu. Minimal, layangkan ingatanmu saat memutuskan memilihnya menjadi separuh jiwamu.

Stop!

Jangan bilang keputusan itu kau ambil karena terpaksa, tersudut kondisi atau apalah-apalah. Apapun, itu adalah keputusan penting dalam hidupmu. Tak perlu disesali, karena itu tak akan mengubah ukiran kehidupan yang telah kau goreskan.

Andai di sana ada luka, tahan sedikit batinmu untuk mencecap kembali pedih yang pernah kau rasa

Percayalah, itu sebuah terapi yang akan membantumu menyembuhkan luka itu. Jangan biarkan dia mengering hanya di bagian luarnya, tampak sehat, tapi di dalam membusuk. Itu akan menjadi bom waktu yang terpicu sedikit saja benturan, dia akan meledak hebat, melalap habis orang-orang yang kau cintai yang ada di sekitarmu.

Dalam setiap diri, pasti ada lebih dan kurangnya, ada yang kita sukai ada yang tidak bahkan yang kita benci. Demikian pun dengan belahan jiwa yang telah kau pilih. Pasti ada yang kau suka darinya sehingga kau memilihnya, sama halnya ada yang dia suka darimu sehingga dia menerimamu.

Benar! Perjalanan hidup bisa mengubah banyak hal. Bisa jadi apa yang kau suka selama ini hanya kepura-puraannya untuk menarik hatimu, setelah berjalan sekian lama, kau ketahui bagaimana aslinya. Tapi, bisa jadi dia menemui hal yang sama darimu, sebuah kepalsuan yang disadarinya setelah sekian lama tanpa ada tabir di antara kalian.

Segera pilih bentuk komunikasi yang paling memungkinkan di antara kalian.

Oh, ya, satu hal yang tak boleh lupa.

Memang ada masalah yang dengan dibiarkan dia akan selesai sendiri seiring berjalannya waktu, tapi yang jelas bukan masalah yang ini.

Kau mampu menjalin komunikasi denganku yang baru kenal beberapa hari, dan aku yakin kau lebih mampu melakukannya terhadap belahan jiwamu.

Jangan tunda terlalu lama. Semoga bunga-bunga cinta itu masih ada, walau tinggal beberapa kelopak, segera segarkan dengan siraman perhatian yang masih kau punya.
Jangan bilang sudah tak ada.

Terbukti kau masih memiliknya, yang sempat kau berikan padaku. Jika memang sudah tak ada, ambillah yang pernah kau titipkan padaku. Dia masih utuh sempurna.

Friday, August 28, 2015

Manusia Akan Bersama Kecintaannya

Manusia Akan Bersama Kecintaannya

Benarkah?

Ya, adanya rasa cinta akan membawa kita mendekat kepada yang kita cintai.

Sering muncul pertanyaan, haruskah cinta memiliki?

Sepertinya tidak harus, tapi ketidak-dekatan akan membawa kegelisahan.

Mari kita perluas makna cinta dan kedekatan.

Cinta adalah rasa yang muncul di hati karena kehendak-Nya.
Cinta adalah anugerah, karena dengannya sebuah keharmonisan akan terwujud.
Kadang munculnya rasa cinta tak butuh alasan, cinta ya cinta.

Kedekatan sangat terkait dengan jarak, tapi tak selamanya jarak fisik.
Kita tetap bisa mencintai dia yang tak tersentuh, tak juga terlihat.
Tapi cinta itu tak kan luruh bersama jauhnya jarak.

Apakah cinta harus berbilang?

Tidak, cinta boleh lebih dari satu, dua, tiga, bahkan empat.

Hei!

Jangan cemberut!

Sudah kubilang, mari kita perluas makna cinta.

Jangan terjebak hanya pada cinta seorang pria terhadap seorang wanita yang ingin dijadikannya belahan jiwa.

Kita ingin pasangan hidup segelombang, sepemikiran, sepaham dan serasa.
Kita akan berusaha memahami dan berjalan seiring dalam kehidupan.
Kita ingin dia selamat dan bahagia bersama.

Demikian juga dengan anak-anak.
Kita ingin anak-anak tetap seiring sejalan dalam kebersamaan pemahaman walau entah mereka ada di belahan bumi mana.

Kita ingin  selalu bersama dalam kebersamaan pemahaman dengan orang-orang beriman, entah di manapun kini mereka berada, masihkah di dunia dan menghirup udara yang sama ataukah mereka sudah  mendahului meninggalkan lelahnya kehidupan dunia.

Kita ingin selalu bersama dalam kesepahaman dengan Rasulullah Saw, walau kita tak pernah jumpa dengannya, menikmati teduh tatapannya, mendengar keindahan dan kewibawaan suaranya.
Kita ingin bersamanya dalam ruh keimanan karena adanya rasa cinta.

Puncak segala cinta saat rasa itu muncul dan mendasari keinginan kita selalu bersama Dia Yang Maha mencinta.
Keingininan untuk selalu dekat dengan-Nya membuat kita berusaha untuk mengetahui apa yang dikehendaki -Nya.
Membuat kita rela mengorbankan dan menghilangkan segala cinta kepada yang dibenci-Nya.
Atas dasar cinta pada-Nya pula kita memampukan diri mengelola cinta kepada yang selain-Nya.

Thursday, August 20, 2015

Mencoba Memahami Sejarah

Mengapa kita temui ada beberapa sejarah yang berbeda?

Sepertinya bukan berbeda. Sejarah itu kejadian nyata. Hanya saja sudut pandang dan kepentingan penulis sejarahlah yang mengesankan adanya perbedaan. Karena penulisan sejarah tidak semata-mata pemaparan fakta secara obyektif.

Sebuah kejadian di suatu masa, bisa jadi akan muncul sebagai sebuah sejarah yang tertulis secara berbeda. Baik itu menyangkut sebab kejadian, kejadian itu sendiri yang kisahnya bersumber dari beberapa saksi, maupun akhir dari kejaadian itu.

Misal:

Terjadi perkelahian antara A dan B yang disaksikan oleh C,D dan E.

Maka setelah kejadian, akan muncul cerita dengan beberapa versi dari A,B,C,D dan E.

Satu kejadian, tapi sangat tergantung pada kepentingan 5 orang tadi terhadap kejadian itu dan bagaimana pola hubungan di antara mereka.

Akan muncul pendapat dari kelimanya tentang siapa yang salah, siapa yang benar.

Lebih parah lagi kalau di antara mereka ada yang berbakat pendongeng atau pandai membuat cerita fiktif.

Jadi, nggak usah heran kalau setiap masa yang berkaitan dengan momen tertentu, akan ada upaya "pelurusan" sejarah dari berbagai pihak.

Bagaimana Menyalurkan Naluri Suka Kepada Lawan Jenis

Satu hal sangat berat bagi orang tua yang menemani perkembangan anaknya, yaitu saat usia remaja. Di masa remaja normal, ada hal yang tidak dapat dihindari, yaitu munculnya rasa suka kepada lawan jenis, walaupun saat umur berapa rasa itu muncul, tidak sama untuk semua orang.

Yang sekarang sudah dewasa atau sudah jadi orang tua, coba diingat-ingat, umur berapa pertama memiliki rasa suka yang khusus terhadap lawan jenis?

Haish! Kok malah senyum-senyum. Kenapa? Lucu? Apa manis-manis kecut, gitu? Masih terasa getarannya seperti apa? Hayoo, suka karena apanya.

Sudah mengingatnya? Apa masih mau nerusin senyum-senyumnya?

Etdah! Lama banget! Mau dilanjut nggak nih, bahasannya?

Oke, kita lanjut.

Kalau kita bicara ketertarikan kepada lawan jenis, ada hal yang sulit kita mengerti secara logika.

Kenapa si A tertariknya kepada si B? Bukan kepada yang lain?
Misalnya pun dicari-cari sebab atau alasannya, biasanya sangat subyektif.

"Nggak tau, deh. Aku kalau lihat senyumnya, rasanya gimanaaa, gitu. Seraya melayang terbang ke awan," celoteh seorang ABG saat menggambarkan cowok yang menarik hatinya.

Idih! Lebay banget, kan? Padahal, senyumnya biasa aja, tuh.

"Aku suka dia, hmmm. Cool, berwibawa, pokoknya terasa adem kalo deket dia, serasa ada yang melindungi."

"Kalau aku, mmm, suka tatapan matanya, iiih, gimana gitu. Aku merasa bagai princess di hadapan seorang pangeran."

Ha ha ha, nih cewek-cewek kalau kumpul.

Mungkin beda kalau cowok, ya?

Apa? Gemes, greget atau apa? Halah! Nggak mau ngaku, tengsin ya?

Oke, kita kembalikan ke masing-masing orang, seperti apa kenikmatannya. Yah! Kenikmatan fantasi. Lah, iya, tho? Sesuatu yang nggak nyata disebut fantasi?

Itu awal mula.

Tumbuh rasa suka kepada lawan jenis.

Sesuatu yang sifatnya naluri, bawaan lahir, setiap manusia normal mengalaminya. Dia tidak bisa ditiadakan begitu saja. Juga tidak ada larangannya.

Nah! Yang jadi masalah, apa kelanjutannya? Bagaimana penyalurannya? Atau menunda kedatangannya?

Oke, kita hitung-hitungan umur.

Mulai usia berapa rasa itu muncul?

Bukan mengabaikan yang lebih muda, tapi kita ambil dari usia 13 tahun, rata-rata usia kelas 1 SMP sampai lulus SMA. Kurang lebihnya bisa disesuaikan.

Pertanyaannya, setelah menyukai seseorang, punya target umur berapa mau nikah?

Lho? Kok nikah?

Lha iyalah, memang mau kemana arahnya kalau nggak ada rencana nikah?

Ibarat suka kepada seseorang itu mimpi, maka menikah atau tidak menikah dengannya adalah perwujudan dari impian saat bangun tidur.

Mau mimpi terus? Hellow! Waktu terus berjalan, jangan lama-lama di dunia mimpi, segera bangun.

Trus gimana, dong? Kan rasa itu nggak bisa dicegah untuk muncul?

Benar! Nggak bisa dicegah, tapi bisa diminimalisir.

Semakin luas pergaulan, semakin banyak pertemanan, semakin intens komunikasi, ditambah kurang padatnya kesibukan pikiran, maka munculnya akan semakin cepat.

Ketika rasa itu sudah muncul, mau tidak mau berfikir, so, what? Apalagi?

Kalau jaman dulu, saat budaya malu masih mendominasi masyarakat kita, kelanjutan dari rasa suka itu hanya dipendam sendiri. Malu ketahuan orang lain, apalagi kalau terhitung masih kecil. Takut dibilang kegenitan. Ada juga yang mencuri-curi pandang, mengikuti berita tentangnya dari obrolan teman, atau, kalau cowok yang terhitung berani, dia tulis surat, menyampaikan perasaannya.

Bagaimana zaman sekarang?

Era keterbukaan, tak ada lagi yang tabu, semua hal bisa diakses oleh siapapun, semua umur.

Menyedihkan, memang! Tapi, adakah gunanya mengeluh?

Lebih baik kita fikirkan, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu para remaja ini, agar dapat melewati masa remajanya dengan selamat.

Baiklah, kita mulai dari bagaimana rambu-rambu agama tentang hal ini.

Rasulullah SAW telah bersabda kepada kepada kami,"Wahai para pemuda, apabila siapa diantara kalian yang telah memiliki baah (kemampuan) maka menikahlah, kerena menikah itu menjaga pandangan dan kemaluan. Bagi yang belum mampu maka puasalah, karena puasa itu sebagai pelindung. (HR Muttafaqun `alaih.)

1. Menikah, jika sudah mampu.

Mampu ini relatif, tapi yang pasti sudah baligh. Mampu melaksanakan hak dan kewajiban sebagai suami dan istri.

Sayangnya, perbedaan waktu antara munculnya rasa suka dengan kemampuan seseorang untuk menikah itu relatif lama, sehingga ada masa tunggu yang tentunya membuat tidak nyaman, mengganggu bahkan bisa jadi menyiksa bathin.

2. Puasa, adalah syariat yang bertujuan meningkatkan kemampuan menahan diri. Bukankah puasa itu sebuah upaya menahan diri dari keinginan makan, minum dll kebutuhan manusia? Harapannya, dengan memperbanyak puasa, daya tahan memperturutkan keinginan dan gejolak perasaannya dapat diredam.

Selesai masalah?

Ya, bagi yang segera menikah atau rajin berpuasa, bagaimana dengan yang lain? Bagaimana solusinya? Sedang Rasulullah Saw. Bersabda:

Sesungguhnya Allah `Azza Wa Jalla telah menetapkan pada setiap anak cucu Adam bagiannya dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari. Maka zinanya mata adalah melihat, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan zinanya hati adalah  berangan-angan dan berhasrat, namun kemaluanlah yang (menjadi penentu untuk) membenarkan hal itu atau mendustakannya.” (H.R.Muslim)

Apakah berdosa?

(yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari Lamam -kesalahan-kesalahan kecil- (An-Najm : 32)

Dari Ibnu Abbas dia berkata; ‘Saya tidak mengetahui  sesuatu yang paling dekat dengan makna Lamam (dosa dosa kecil) selain dari apa yang telah dikatakan oleh Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam: “Sesungguhnya Allah. . . (Hadits di atas).

Bagaimana untuk mengatasinya?

Beberapa yang bisa dilakukan :

1. Hindari berinteraksi dan berangan-angan tentangnya. Sibukkan diri dan fikiran dengan aktivitas positif, sehingga tidak ada kesempatan memikirkan dia.

2. Jangan nyatakan perasaan itu padanya, untuk apa, coba? Ketika kedua belah pihak saling tahu, berarti membuka kesempatan untuk menumbuh suburkan perasaan itu bersama-sama.

3. Perbanyak istighfar, karena tidak bisa menghindari zina mata, lisan dan hati. Benar, hanya dosa kecil, tapi kalau terus-terusan dilakukan tanpa dikurangi dengan permohonan ampun, ya bisa jadi besar juga. Seorang ulama mengingatkan, bukan masalah besar kecilnya dosa itu, tetapi kepada siapa kita berbuat dosa.



Sunday, August 16, 2015

Peringatan Atau Perayaan?

!7 Agustus 1945 pukul 10.00.

Menurut buku sejarah, saat itu Bung Karno didampingi Bung Hatta membacakan naskah proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia. (Eh, saat itu beliau sudah jadi presiden, ya?)

Dan tanggal tersebut tahun-tahun berikutnya selalu diadakan acara yang mengingatkan kita pada peristiwa tersebut.

Mengingatkan!

Untuk pelaku sejarah, yang menyaksikan atau mendengar atau setidaknya yang hidup saat itu, tentu akan teringat dengan peristiwa itu.

Untuk yang tidak mengalaminya, setidaknya ada pelajaran sejarah untuk menyampaikan informasi itu. Tapi, mampukah setiap penulis buku sejarah atau guru sejarah menyampaikan ruh dan semangat yang dirasakan bangsa kita?

Saya, sebagai pelajar tahun 70-80an masih merasakan ruh dan semangat itu. Bagaimana saat upacara menghormat bendera dengan perasaan membuncah. Bukan pada benderanya, sama sekali bukan, bendera itu hanya secarik kain, tapi makna dari berkibarnya bendera itu. Sama halnya ketika malam renungan perkemahan pramuka, mencium bendera sambil menangis haru. Itu hanya ekspresi dari penghayatan terhadap perjuangan dan pengorbanan para pahlawan.

Mungkin bisa dikaitkan dengan kisah para sahabat Rasulullah Saw. yang ditugasi menjaga panji dalam sebuah peperangan. Satu persatu mereka gugur demi menjaga agar panji itu tetap berkibar. Kenapa? Karena panji itu sebagai simbol! Saat pasukan perang yang bertebaran di medan perang melihat panji itu masih berkibar, itu menandakan bahwa perang masih dilanjutkan. Tapi saat panji itu tumbang, berarti pasukan kalah!

Dan penghayatan itu bukan hanya sesaat! Bukan hanya ada setiap tanggal 17 Agustus setiap tahunnya, tapi penghayatan itu mempengaruhi perjalanan kehidupan, bagaimana mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan para tetua kita.

Dengan cara apa?

Banyak cara! Dari aktifitas sederhana sampai hal-hal yang heroik, sesuai kesempatan yang ditemui.

Dan kini? Apa yang kita saksikan setiap tanggal 17 Agustus?

Kalau kita melihat yang ada di masyarakat, sepertinya lebih tepat disebut perayaan. Karena yang nampak semata-mata kegembiraan, kemeriahan, hiburan, dan sejenisnya.

Bagaimana kita saksikan persiapan yang dilakukan untuk lomba makan kerupuk, lari karung, panjat pinang, tarik tambang, catur, gaple, joget dangdut, masak tumpeng, dll.

Apa itu salah?

Bukan masalah salah atau benar, tapi yang perlu dipertanyakan, bagaimana dengan urusan kita yang sebenarnya? Mengisi kemerdekaan? Membangun peradapan? Mencerdaskan bangsa?

Kita saksikan apa yang sedang terjadi dengan bangsa ini? Negara dengan jumlah penduduk lebih dari dua ratus juta?

Benarkah begitu banyaknya penduduk tidak mampu memikirkan kebaikan bangsa ini?

Hayolah! Jangan saling tunggu! Lakukan apa yang bisa dilakukan! Mulailah dari peningkatan kualitas diri dan keluarga, yang tentunya kita punya kendali atasnya.

Jangan sampai Allah memusnahkan kita karena tidak becus mengemban amanah dan menggantikannya dengan umat yang lebih baik!


Saturday, August 15, 2015

Barter


post 17-8-15. 09.57

Bulan Maret 2015, saya menerbitkan buku "Umi & Richie" di Penerbit LovRinz​.

Dalam waktu bersamaan Fitrah Ilhami​ dan Mbak Asih Wardhani​ juga menerbitkan buku di situ. Setelah inbox sana-sini, akhirnya disepakati barter buku dengan kedua sahabat tesebut, dengan tidak malu-malu, sekalian nambah kerepotan Mbak Rina Rinz​ untuk pengirimannya, sayang barter yang ke sini masih nyelip satu ha ha ha.

Selain itu, bonus dari Mbak Rina pun berupa beberapa buku yang diterbitkan Lovrinz.

Dua bulan berikutnya, seorang sahabat, launching buku perdananya. Ha ha, barter lagi deh.

Kemarin, seorang sahabat maya, motivator Edi Susanto​, menawarkan barter buku motivasinya dengan produk yang dihasilkan teman-teman, sehingga barternya semakin beragam dengan berbagi produk.

Hmm, ini ide yang lebih bagus, kan? Sesuatu yang baik tentu layak diikuti.

Mengapa barter? Kemunduran dong? Itukan gaya zaman baheula dalam transaksi jual beli?

Tidak semua yang lama itu buruk!

Kita bisa lihat sisi positifnya dalam barter buku :

1. Tidak semua penulis berkesempatan menerbitkan bukunya secara mayor, berarti harus modal sendiri.

2. Tidak semua penulis bisa langsung bestseller sehingga bukunya laku keras.

3. Sebagian penulis berani menerbitkan buku secara indie sebagai upaya eksistensi diri dan latihan, targetnya bukan balik modal untuk menerbitkan buku berikutnya, yang penting karyanya banyak dibaca.

4. Dengan barter kita bisa saling menghargai produk sesama teman, membantu mengurangi jumlah produknya walau tidak menambah pemasukan uang untuk balik modal atau keuntungan.

5. Dengan barter kita bisa mendapatkan produk lain tanpa harus keluar uang, sekaligus mengurangi tumpukan buku kita yang belum terjual.

6. Kita juga bisa memiliki barang-barang yang bukan prioritas kebutuhan dan tidak masuk anggaran belanja keluarga.

7. Ada unsur psikologis yang terlibat di dalamnya, kesan dan kenangan khusus terhadap teman tertentu.

Jadi? Hayuuuu, yang mau barter, mumpung masih ada ini 󾌵

Friday, August 14, 2015

Maya-Maya-Nyata

Berbagai perasaan sering muncul sebagai respon saat membuka beranda facebook.

Kadang heran, ketika seorang teman pulang dari Jum'atan update status yang isinya mengkritisi Islam. Islam, lho, bukan sebagian muslim.

Heran itu meningkat menjadi geregetan bahkan memuncak menjadi amarah ketika postingan dan komen-komennya bukan sekedar mengkritisi, tapi menjurus kepada candaan yang terkesan melecehkan dan terus mengerucut pada upaya reaktualisasi ajaran Islam!

Ingin rasanya ikut komentar yang tujuannya membela Islam dan memojokkan pemosting kalau bisa membuatnya mengakui kekeliruannya.

Ups!

Sebelum niat itu terlaksana, seakan ada bisikan dari dalam diri.

"Ssssst! Pertimbangkan lagi. Apa yang akan kau dapat? Semudah itukah dia akan menyadari kekeliruannya? Bukannya dia sudah dedengkot dalam bidang itu? Dan sepertinya memang itulah visi misinya memasuki dunia maya."

"Hmm, iya juga, sih."

"Jangan-jangan apa yang akan kau lakukan justru akan merendahkan Islam? Bisa jadi kau pun tak beda dengan dia? Bisa jadi ilmunya tentang Islam jauh lebih banyak darimu sehingga dengan mudahnya dia mematahkan argumen-argumenmu? Hanya karena kebencian yang sudah mengakar, ilmunya yang banyak itu justru digunakan untuk menyerang Islam balik."

"Lalu, apa aku harus diam saja menyaksikan Islam direndahkan?"

"Kalimatullahiyal ulya. Kalimat Allah itu tinggi dan Dia tetap akan meninggikannya. Fokus pada tujuanmu memasuki dunia maya, sebagaimana dia juga fokus dengan visi misinya. Satu lagi, perdalam pemahamanmu terhadap Islam, agar kau tak mudah goyah menghadapi badai yang tak akan berhenti sampai akhir zaman dengan berbagai bentuknya, sekalian bisa lebih banyak menebarkan kemanfaatan sebagai rahmatan lil alamin yang sesungguhnya."          

Thursday, August 13, 2015

Memilih Sikap

"Umi, nggak mau, kuenya nggak enak," kata Harish, sambil menyerahkan sepotong penganan yang sudah digigitnya.

Bisa dibayangkan bagaimana perasaan saya?

Bagaimana juga perasaan teman saya yang menyuguhkan kue buatannya dengan perasaan bangga?

Tapi hal ltu masih bisa dimaklumi, karena Harish barusia lima tahun.

Bagaimana jika hal itu dilakukan oleh orang dewasa?

Masih bisakah dimaklumi? Ataukah sipelaku langsung dijuluki tidak sopan, tidak tahu etika atau bahkan dikatakan menghina? Bukankah dia jujur, mengatakan apa adanya?

Salah satu ciri anak-anak adalah spontan, walaupun belum ada kesepakatan batasan, usia berapa masih  bisa dikatakan spontan atau sudah dikategorikan tidak sopan.

Inilah dunia kita, ambigu! Untuk hal yang sama, memiliki standar nilai yang berbeda.

Di sinilah peran bahasa, pemilihan redaksi kalimat.

Sebagai orang dewasa, ada beberapa pilihan sikap saat menghadapi situasi seperti di atas:
1. Mengatakan apa adanya seperti anak usia lima tahun.
2. Terus memakan kue itu, walaupun tidak enak dilidah, tapi tidak berbahaya, sebagai bentuk penghargaan dan sopan santun pergaulan.
3. Menanyakan resep dan cara pembuatannya, sehingga tahu di mana letak kesalahannya dan memberi saran dengan cara sopan.
4. Meletakkan kue itu sebagai bahasa tubuh bahwa kita tidak suka tanpa komentar apapun.

Setiap pilihan sikap bisa dipastikan memberikan dampak psikologis untuk teman kita itu.

Sikap mana yang akan kita pilih? Tentu disesuaikan dengan tingkat kedekatan pertemanan dan dampak apa yang kita harapkan.

Biasanya, kita akan memilih sikap seperti sikap orang lain yang kita harapkan jika kita dalam posisi tersebut.

Seperti itulah yang kita hadapi dalam hidup, memilih sikap terhadap sikap orang lain. Memilih reaksi terhadap aksi orang lain. Dan di situlah nilai diri kita.

Nilai diri ditentukan apa reaksi kita terhadap aksi orang lain, bukan apa apa aksi orang lain terhadap diri kita.

Sebagai manusia dewasa kita lebih bisa mengendalikan diri sendiri daripada mengendalikan orang lain.

Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk tidak bersikap yang membuat kita marah, tapi kita bisa memilih sikap tidak marah, seperti apapun sikap orang lain yang berusaha memancing kemarahan kita.

Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk tidak bersikap menyebalkan, tapi kita bisa bersikap tidak sebal dengan mencoba memahami atau mengabaikan sikap orang lain yang sebenarnya sangat menyebalkan.

Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk tidak mengumpat diri kita atau sebuah keadaan, tetapi kita bisa menahan diri untuk tidak balas mengumpat. Bahkan kita bisa memilih bahasa yang sangat halus tapi bisa menembus jantung seseorang yang memang layak mendapatkannya tanpa merendahkan diri sendiri dengan mengumbar umpatan.

Kita tidak bisa memaksa seseorang untuk tidak menghina dan merendahkan diri kita, tapi kita bisa memilih kata yang sangat sopan yang bisa membuat orang yang layak mendapatkan penghinaan, merasa dirinya sangat hina dan rendah.

Untuk apa kita melakukan hal itu?

Agar kita tidak termasuk orang-orang yang menebarkan aura negatif di lingkungan. Cukuplah orang yang membutuhkan yang mendapatkannya.

Wednesday, August 12, 2015

Talenta dan Kesuksesan

"Umi, sih enak, multi talenta," seorang teman muda berkomentar.

"Maksudnya?"

"Umi, kan banyak keahliannya. Tata boga, tata busana, menulis, ceramah, ngajar, terapi, dan mungkin masih ada yang lain," jawabnya.

"Ha ha ha, bisa sedikit-sedikit, kalau ahli masih jauh, tapi nyatanya talenta nggak berbanding lurus dengan kesuksesan materi, dalam artian mendatangkan duit berlimpah."

***

Itu kesimpulan pribadi, berdasarkan pengalaman dan pengamatan.

Ada orang-orang yang secara talenta biasa saja, bahkan bisa dibilang minim, tapi dia bisa kaya raya dengan ketekunannya. Misalnya kita temui seorang pedagang bakso yang sukses, berpuluh tahun dia menggeluti satu bidang saja, sedikit demi sedikit terus merangkak naik, sampai suatu saat tiba di puncak dan sulit ditumbangkan oleh pesaingnya. Bahkan usahanya bisa diturunkan ke anak cucunya.

Ada juga tipe orang yang hobinya menambah ilmu, sehingga terlihat semua bidang dia bisa. Tapi biasanya tipe seperti ini kurang tekun dan mudah bosan dengan satu usaha. Ketika didukung menejemen yang baik, dia akan memiliki berbagai jenis usaha yang didelegasikan pada orang lain. Berbeda lagi kejadiannya jika tipe orangnya kurang gigih dan sulit mendelegasikan pekerjaan pada orang lain. Jadilah dia oran yang multi talenta tapi miskin harta.

Jadi ingat pengalaman sendiri, dulu seusia SMP sepulang sekolah kerjaannya membuat kerajinan tangan, entah itu sulam tangan, membuat bunga dari benang, pita, dll. Saat tetangga atau teman ibu melihat, lalu ditawar dan dibeli, weew! Senengnya.

Meningkat lagi saat SMA, mulai bongkar-jait baju sendiri, Alhamdulillah ketrampilan itu berguna saat berumah tangga, menerima jasa menjahit bahkan sempat mengelola konveksi.

Kemampuan masak saat kecil hasil dari penugasan di rumah, juga bermanfaat saat berumah tangga, sempat produksi berbagai jenis kudapan dan melayani catering.

Semakin bertambah usia, semakin menyesuaikan dengan kemampuan fisik. Hobi menambah ilmu membuat kita jadi pembelajar cepat, terapi jadi pilihan. Menjalani hari tua dengan kemampuan yang sesuai, sekaligus menikmati hobi yang bermanfaat, menulis.

Jadi, enak mana? Multi talenta harta ala kadarnya atau talenta tunggal tapi membuat kaya raya?

Pilihan lain banyak, multi talen kaya raya, atau talenta tunggal tapi miskin juga.

Ups! Bisa milih, ya? 😃

Yang jelas, dari setiap kondisi, selalu ada yang bisa disyukuri. 

Tuesday, August 11, 2015

Mendidik Anak : Tanggung Jawab Siapa?

Luqman nama laki-laki, kan? Juga yang disebut dalam Al Qur'an bahkan menjadi nama sebuah surat?

Ada apa dengan beliau?

Mari kita tengok sejenak kisah tentang beliau di dalam Al Qur'an surat Luqman, kita cuplik terjemahannya aja, ya 😊

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".13

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.14

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.15

(Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.16

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).17

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.18

Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.19

Wew! Ternyata... Emm, boleh nggak kalau kita simpulkan bahwa ternyata ayahlah yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya? Bukankah itu yang tersirat dan tersurat dalam ayat-ayat tersebut?

Sebenarnya bukan mau memilah-milah mana tugas ayah, mana tugas ibu, hanya ingin menegaskan bahwa pemimpin keluarga adalah ayah, artinya orang pertama yang bertanggung jawab terhadap kesuksesan keluarga, termasuk pendidikan anak.

Bagaimana dengan ibu? Apa tidak ada peran dalam pendidikan anak?

Ha ha, nyatanya malah ibu yang paling banyak waktunya bersama anak, asumsinya ibulah yang paling banyak memberi pengaruh kepada anak. Padahal sesuai ayat di atas, ibu itu sudah menanggung tugas berat lho, mengandung, melahirkan dan menyusui. Hayo, ada nggak para ayah yang bisa menggantikan tugas ibu itu?

Wah, ini postingan apa sih, tujuannya?

Bisa banyak!

Hanya saja, kali ini lagi pengen fokus ke calon pensiunan jomblo.

Sekedar mengingatkan, sebelum memasuki masa pensiun, bekali diri dengan pesan ayat-ayat di atas.

Dah, gitu aja. 😃

Monday, August 10, 2015

Karya Balas Karya

Karya Balas Karya
*Perang Opini

Yakin! Tulisan Harun Varun Fahim​ ini:

https://www.facebook.com/groups/KomunitasBisaMenulis/969813379747220/?notif_t=like_tagged

dibuat sebagai balasan/ jawaban dari tulisan saya:

https://www.facebook.com/groups/KomunitasBisaMenulis/969758133086078/?notif_t=like

Ah, jadi ingat tahun 2000an, sempat main perang opini di surat kabar.

Budaya yang baik, kan Ferry Hidayat​?

Karya, balas karya! Apalagi untuk keluarga kita ini, KBM.

Ok, kita kupas, walaupun nanti nggak tuntas, he he.

Dalam pandangan Harun, tulisan saya di atas memancarkan aura negatif, apalagi dalam tuisannya beliau memposisikan saya sebagai penceramah dengan gaya empuk, kasur kaleee he he.

Bisa jadi sebagian pembaca menangkap pesan yang sama, melemahkan! Tidak memotivasi bagi yang sedang mulai usaha! Memaklumi bagi yang berulang kali gagal, terutama membenarkan bagi sipemalas dan yang tak bernyali dengan topeng pemalu!

Hah!?

Harun bisa jadi khawatir atau bahkan jengkel, karena tulisan nggak bermutu itu banyak yang merespon dengan beberapa komentar.

Nah!

Satu hal yang tidak bisa kita hindari, bahwa efek dari tulisan kita tidak bisa persis sama dengan apa yang kita harapkan untuk semua pembaca!

Tergantung pada kondisi psikologis pembaca saat melahap tulisan kita.

Jadi?

Ya, sama seperti pendapat Harun, akhirnya semua kita kembali kepada gaya masing-masing dalam berkarya dan menyampaikan pesan. Kasar, keras, tegas, lembut, bijak, empuk, ngaret, dll.

Bukan tidak mau berubah, di situlah ragam kehidupan, sebagaimana beragamnya pembaca, sebegaram itulah penulis. Harapannya, dengan beragam gaya, pesan-pesan positif dari penulis akan mendarat dengan selamat kepada pembaca sebagai sebuah motivasi dan inspirasi untuk meningkatkan kualitas kehidupan.


Dagang : Malu atau Malas?


Kadang malu dengan teman-teman yang terlihat kehidupannya sudah makmur, berlimpah, tapi masih rajin berdagang barang-barang yang untungnya seribu dua-ribu rupiah.

"Ya namanya hobi, untung atau rugi ya tetap jualan. Apapun yang ditawarkan untuk dijual, akan saya jualkan," jawab seorang teman. 

Belum lagi kalau melihat perjalanan usaha seseorang, misalnya warung sayur. 
Awalnya hanya belanja sedikit dengan modal kecil, kemudian berkembang sampai omzetnya jutaan perhari. Sampai akhirnya, setelah lebih dari 20 tahun, berhasil membeli mobil. 

Lama?

Ya, lama, bila dibandingkan dengan para pelaku MLM yang rajin dan gigih, hanya dalam tempo beberapa tahun, sudah mendapatkan bonus-bonus yang menggiurkan, dari mobil sampai jalan-jalan keluar negeri.

Kini, dunia internet menawarkan peluang yangberbeda untuk pedagang. Jualan online.

Teman-teman yang sukses jualan online berbagi cerita, bagaimana nyamannya usaha mereka. Sambil melakukan aktivitas lain, masih bisa berdagang.

Kesimpulan saya, para pedagang insyaallah akan sukses jika tidak malu dan tidak malas.

Lho?

Artinya saya malas? Atau malu? Atau kedua-duanya?

Kadang, bakat jadi kambing hitam dalam masalah ini.

Nggak bakat dagang!

Benarkah?

Mau ngaku malas, kok ya terlalu amat, yah? 

Atau malu?

Ha ha ha, sepertinya tidak tepat juga, soalnya saya bukan tipe pemalu (malu-maluiin, iya), ups! Ngaku.

Mungkin lebih tepat masalah kenyamanan.

Sudah 23 tahun perjalanan rumah tangga kami tidak lepas dari usaha sebagai upaya menjemput rizki. Dan usaha itu sangat terkait erat dengan aktivitas dagang. Dari dagang buku, jasa menjahit, produksi pakaian sampai konveksi, catering, produksi telur asin, minuman tradisional instan, jual produk herbal, madu, jasa terapi, dll.

Nasibnya?

Ada satu dua yang sempat sukses, tapi tidak bertahan lama seperti halnya tukang bakso yang mulai dengan gerobak dorong sampai mempunyai cabang di mana-mana.

Beberapa teman mengkritisi, hal itu karena kami kurang gigih dan tidak fokus.

Mungkin mereka benar, kami kurang gigih, terutama dalam menawarkan dagangan/ jasa, ya itu tadi, ada perasaan malu ketika kelihatan gigih mencari uang. Ha ha ha, aneh, kan? Lha memang cari apa kalau bukan uang? Bawaannya pengen ngasih murah atau bahkan gratis bila bertemu calon pembeli yang saudara atau teman dekat.

Prinsip "bisnis ya bisnis, saudara, ya saudara" sangat membuat tidak nyaman.

Tidak fokus?

Kalau yang disebut fokus itu hanya mengelola satu jenis usaha, ya, benar. Kami tidak fokus.

Kenapa?

Kebutuhan pokok sangat mendesak. Kebutuhan gizi anak! Kebutuhan yang tidak bisa ditunda!

Sedang untuk fokus berarti harus kuat bertahan dalam satu bidang dengan segala tantangannya, termasuk berhemat untuk konsumsi sehari-hari!

Ya, sudahlah! Nggak apa-apa nggak fokus dalam bidang usaha, yang penting fokus dalam tujuan hidup.

Jadi?

Karena yang dicari rasa nyaman dalam usaha, ya harus terima konskuensi hasil yang seperti sekarang, secara ekonomi belum bisa dikatakan sukses.

Mau ngomong, sudah rizkinya segitu, ups! Nanti ada yang protes!




Saturday, August 1, 2015

Saya Pernah Bertemu Dengannya

"Saya pernah bertemu dengannya."

Kalimat ini sering terlontar saat kita sedang membicarakan seseorang.

Biasanya seseorang yang memiliki sesuatu yang layak dibahas, entah itu kebaikannya atau justru keburukannya.

Kalimat ini terlontar tentu bukan tanpa rasa.

Bisa jadi rasa bangga, kagum atau penyesalan.

Saya pernah mengucapkannya, juga dengan rasa.

Tak banyak sosok yang bisa membuat saya mengucapkannya dengan rasa bangga dan sangat bersyukur karena pernah bertemu dengannya.

Mengapa?

Entahlah!

Sepertinya ada alarm alami dalam diri saya untuk tidak mudah kagum pada sosok manusia, bisa jadi itu sebuah upaya  untuk tidak kecewa di suatu saat nanti, ketika menemui kenyataan bahwa sosok itu tak sehebat yang saya kira. Ketika muncul rasa kagum pada seseorang, apalagi yang baru kenal, saya berusaha untuk membuat sebuah sekat jiwa:
"Cukup kagumi kelebihannya, dia bukan Rasulullah SAW!"
Itu sangat bermanfaat, ketika suatu saat kita menemukan sebuah fakta bahwa ada sisi gelap dalam kehidupannya yang akan membuat kita kecewa.

Tapi saya pernah mengucapkannya, walau saya lupa kepada siapa.

Saya pernah bertemu beberapa tokoh yang sempat memunculkan rasa kagum di hati, walau tidak semua dalam kondisi yang cukup dekat. Tapi, sampai saat ini ada dua sosok yang tetap mempunyai tempat khusus di hati. Dan keduanya bukan tokoh sembarangan.

MUHAMMAD NATSIR

Yang penasaran dengan tokoh ini, silakan googling.

Saya bertemu beliau tahun 1987. Dalam forum terbatas, baik ruangan maupun waktu. Tak sempat terjadi dialog, tapi saya sempat melihat sosoknya dengan jarak dekat.
Saat itu kesehatan beliau sudah mulai menurun. Jalan ke podium pun didampingi. Secara fisik, beliau bukan sosok yang gagah perkasa, tapi suaranya, hmm, bisa dibilang tidak sesuai dengan sosoknya.

Suara itu begitu berwibawa, luar biasa. Saya lupa tausiahnya, tapi suasananya masih segar hingga saat ini. Kalau isi tausiahnya bisa kita baca dari buku-buku hasil pemikirannya.

MACAN BEKASI

Ingat sajak ANTARA KARAWANG - BEKASI karya Chairil Anwar?

Dulu sajak ini ada dalam pelajaran Bahasa Indonesia.

Siapa tokoh yang menginspirasi lahirnya karya fenomenal ini?

Ada beberapa sebutan untuk beliau, singa karawang-bekasi, macan bekasi dan beberapa yang lain.

Saya pakai Macan Bekasi, karena itu yang pernah saya dengan dari lisan yang bersangkutan saat menceritakan kisah perjuangannya.

Benar! Beliau adalah KH Noer Alie. Beliau pejuang gigih yang jejaknya masih bisa kita saksikan di Desa Ujung Harapan Bekasi, Pondok Pesantren At Taqwa.  Beliau juga yang mengubah nama desa Ujung Malang menjadi Ujung Harapan.

Yang perlu kita pikirkan:
Layakkah nama kita disebutkan orang lain dengan rasa bersyukur karena pernah bertemu?