Thursday, February 19, 2015

Mendidik Bersama


Komentar seorang teman terhadap suvenir walimah anak sulung kami:

Membaca buku ini, membuatku semakin kagum dengan sosok seorang ibu bernama Neny Suswati. Kagum dan membuatku ingin tahu, bagaimana cara beliau mendidik keenam putra-putrinya. Tiga orang sudah hafidz lho! Keren kan? Orang tua muslim mana yang tidak ingin anaknya hafidz atau hafidzoh?
Putra kedua Umi Neny, sekarang sekolah setingkat SMA di Turki. Dapat beasisiswa karena hafidz.
Dan semakin kagum saat seorang pemuda bernama Hilmy, yang belum genap dua puluh tahun berhasil meyakinkan kedua orangtuanya untuk menikah. Merencanakan dengan matang keinginan dalam hidupnya. Hellooo.... belum genap dua puluh lho! Dulu umur segitu kita ngapain ya?
Hilmy, bisa menjadi seperti itu juga nggak mungkin instan. Ada wajah Abi Rosidin dan Umi Neny Suswati di sebaliknya, yang menurutku benar benar keren cara mendidiknya. Bukan cinta biasa yang beliau berdua limpahkan kepada putra-putrinya, melainkan cinta yang luar biasa.

Subhanallah! Malu rasanya! Aku tak sehebat itu, apalagi keren?

Semoga komentar-komentar seperti ini tidak melenakan dan memaksa kami mengakui sesuatu yang tidak kami kerjakan.

Satu hal yang perlu kita pahami, bahwa mendidik anak tidak bisa sendiri. Pasti ada pihak lain yang juga berperan dalam proses menjadinya anak kita seperti apa. Jika ada orang tua yang sepenuhnya mendidik anak tanpa campur tangan pihak lain dan sukses, maka benar-benar dia seorang yang luar biasa dan sangat keren. Tapi itu bukan kami! Begitu banyak pihak yang ikut andil dalam kesuksesan pendidikan anak-anak kami, kalau hafidz/oh Al Qur'an diakui sebagai parameter kesuksesan.

Bersyukur itu pasti, karena diberi anugerah yang luar biasa. Berbangga? Malu!

Menjadi hafidz qur'an memang bukan hal mudah, penuh tekad kuat dan kesungguhan. Satu lagi, motivasi yang tak boleh berhenti. Tapi itu semua tak akan berarti tanpa izin Allah dan kemudahan yang diberikan-Nya.

Aku pernah menuliskannya di blog ini juga.

http://nenysuswati.blogspot.com/2013/08/ummahatul-hafizzul-qur-an.html

http://nenysuswati.blogspot.com/2013/08/motivasi-dan-pendampingan.html

http://nenysuswati.blogspot.com/2013/08/jus-jambu.html


Monday, February 16, 2015

Seratus Ribu Rupiah

Andai setiap tilawah satu jus dihadiahi seratus ribu rupiah, mungkin tak lagi perlu diingatkan. Tak harus disindir-sindir!

Wahai diri!

Tidak pernahkah menghitung, berapa nilai sehat yang kau nikmati?
Lupakah engkau, berapa orang lain harus membayar untuk mendapatkan nyenyaknya tidur?
Berapa harus membayar untuk setiap hirupan oksigen yang kau butuhkan?
Senilaikah dengan persahabatan yang terjalin di antara teman-temanmu?
Berapa kali datang pertolongan saat kau benar-benar terjepit?

Tak jugakah kau percaya janji-Nya?
Balasan dari setiap huruf yang kau lafazkan?

Yang ada pada diri, keluarga dan tetanggamu?
Yang telah, sedang dan akan selalu kau terima selama engkau mengamalkannya?

Waktu?

Hanya butuh tak lebih dari satu per dua puluh empat dari yang engkau terima!

Thursday, February 12, 2015

Berilah Aku Pasangan

Doa ini sangat terkenal, dan mayoritas muslim mengamalkannya.

Ya Tuhan kami, anugarahkanlah kepada kami pasangan dan keturunan sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa. (Al Furqon ayat 74).
Pernahkah kita merenungi makna dari doa ini?

Apa permintaan kita kepada Allah saat melafalkan doa ini?

1. Pasangan yang menyenangkan hati.

Bagi seorang yang belum menikah dan sedang dalam upaya menuju ke sana, mungkin punya gambaran khusus tentang sosok yang didamba. Begitu ideal kriteria yang diharapkannya untuk seorang calon pendamping.

Pernahkah terpikir bahwa dirinya pun ada di posisi yang sama? Diharapkan menjadi sosok ideal bagi calon pasangannya?

Pernahkah berpikir dan berupaya meningkatkan kualitas diri untuk mendekati kriteria ideal itu? Sebagai upaya menyenangkan hati pasangannya kelak?

Oh ya, tentang doa! Apakah pengabulannya semata-mata karena Maha Pengasihnya Allah? Ataukah harus ada ikhtiar dari yang berdoa untuk meraih apa yang menjadi doanya itu?

Bagi seorang suami atau istri, tentu juga masih melafalkan doa ini, karena kualitas diri tidak selamanya stagnan. Mungkin di awal kehidupan berumah tangga, semua terasa manis. Apa pun sikap pasangan, terasa romantis dan menyenangkan hatinya. Tapi perjalanan kehidupan yang tidak selamanya indah dan mudah, membuat keduanya kadang berubah sikap.

Sebuah tanya yang layak untuk selalu diketahui jawabnya, apakah sudah menjadi pasangan yang selalu menyenangkan?

Jika ingin pasangan selalu menyenangkan, wajar dan adil bukan kalau pasangan juga menginginkan kita selalu menjadi penyenang hatinya? Mengapa tidak mulai dari diri sendiri, mengiringi doa yang selalu kita panjatkan itu?

2. Keturunan yang menyenangkan hati

Sudahkah kita menjadi orang tua yang menyenangkan bagi anak? Membimbing dan mendidik mereka dengan kasih sayang tanpa menimbulkan ketakutan dan tekanan? Memberi kesempatan mereka untuk membantah dengan memberinya banyak beban yang melampaui kemampuan dan mengganggu keasyikannya?

Jangan sampai terjadi, orang tua menginginkan anak berbakti tapi sikapnya justru membantu anak untuk durhaka, tentu tak sesuai dengan apa yang dimintanya dalam doa.

3. Menjadi pemimpin bagi orang yang bertaqwa.

Apa syaratnya?

Menjadi orang bertaqwa melebihi ketaqwaan orang-orang yang dipimpinnya. Apakah ketaqwaan merupakan pemberian yang tanpa diupayakan dan diperjuangkan?

Kalau kita sepakat bahwa pengabulan doa dipengaruhi ikhtiar kita mendekati perwujudannya, maka seharusnya doa-doa yang kita panjatkan bisa menjadi motivasi upaya kita untuk meningkatkan kualitas diri, karena pasangan dan keturunan yang menyenangkan hati, selayaknya diberikan kepada orang-orang yang memiliki kualitas diri yang baik di hadapan Allah. Demikian halnya dengan kepemimpinan.

Friday, February 6, 2015

Beda Motivasi

Kasus 1

Beberapa wanita yang aktif di sosmed, sering kali mengunggah foto makanan yang sedang dinikmati atau hasil masakannya. Bila ditanya alasannya, beberapa kemungkinan jawaban yang biasa kita dapat.

A : Saya sih, untuk iseng aja

B : Saya berharap, si fulan/nah melihatnya.

C : Pernah suatu hari, saya bingung mau menyajikan menu apa untuk keluarga. Saat saya membuka fb, ada seorang teman yang mengunggah menu tertentu. Saya terinspirasi bahkan ingin mencicipi masakan itu, dan itu sangat menolong saat saya sedang mati ide membuat hidangan. Saya berharap, foto makanan yang saya unggah, bisa menginspirasi teman lain.

Kasus 2

Beberapa ibu senang mengunggah gambar atau aktivitas balitanya. Apa motivasinya?

A : Iseng, seneng aja memperhatikan dan menunjukkan kelucuan mereka.

B : Membesarkan hati anak dengan menunjukkan kebolehan dan kelebihan mereka.

C : Mendidik anak bukan masalah gampang, walaupun secara teori dianggap sudah matang dengan banyak membaca dan mengikuti pelatihan parenting skill. Tapi, manusia itu unik dan penuh misteri. Teori apapun tidak ada yang sempurna menggambarkan perkembangan seorang anak. Itu sebabnya dibutuhkan sebanyak-banyaknya referensi berdasarkan pengalaman orang lain, bagaimana perkembangan anak dan cara orang tua membimbingnya. Harapannya, apa yang saya bagikan di sosmed, bisa memberikan masukan untuk orang tua lain.

Kasus 3

Perhatikan jawaban balita saat ditanya,"Bapak ke mana?"

A : Pergi

B : Pergi cari duit, untuk beli mainan Adek.

C : Mencari ridho Allah

Bagaimana balita bisa menjawab seperti itu?

Bisa jadi itulah yang sering didengar atau disampaikan oleh orang tuanya.

Sepele ya? Tapi pengaruh pada kejiwaannya tidak bisa dianggap sepele.

Motivasi! Ya!

Itulah yang akan membedakan nilai dari suatu perbuatan yang sekilas nampak sama.

Di mana pengaruhnya?

1. Pada semangat pada saat melakukan sebuah amal.

2. Pada kondisi kejiwaan saat menerima hasil.

3. Pada nilai di hadapan Allah, bukankah nilai sebuah amal tergantung niatnya?