Friday, February 28, 2014

KEMBALIKAN DIA, APAPUN KONDISINYA

"Sudah dengar kabar terbaru Mba?" tanya Darni sambil menghempaskan tubuhnya di kursi.

"Kabar apa dik?" Siti menyiapkan hati, perasaannya mengatakan adik iparnya ini datang membawa kabar tidak enak tentang suaminya.

"Biasa Mba, Mas Durno bertingkah lagi."

Siti menghela nafas berat, benar dugaannya.

"Dengan siapa sekarang?" tanya Siti, berusaha tenang, menahan api cemburu.

"Rukmini, janda kembang yang baru pindah ke kampung sebelah."

"Sudah banyak yang tahu?" Siti bertanya dengan wajah khawatir.

"Mungkin mba Siti yang terakhir tahu," jawab Darni sambil memandang Siti dengan wajah mengasihani.

***

"Siti, bisa pulang belakangan? Ada yang mau Umi tanyakan."

"Bisa Mi." Siti mengurungkan niatnya keluar dari pintu, dia duduk kembali sambil menantikan Umi, guru ngajinya mengantar teman-teman lain keluar pintu.

"Mau sampai kapan kau bertahan hidup seperti ini?" Umi memulai pembicaraan, setelah semua teman-temannya pulang.

"Maksud Umi?" Siti bertanya untuk meyakinkan, walau sebenarnya dia telah menduga arah pembicaraannya.

"Umi sudah dengar kabar tentang Durno yang bertingkah lagi."

Siti menunduk, menantikan ucapan selanjutnya.

"Ini perselingkuhannya yang keberapa?"

Siti tidak menjawab, karena dia yakin Umi sudah tahu jawabannya. Air mata mulai mengalir mengiringi gemuruh dadanya yang seakan siap meledak.

"Umiii!" Siti tak tahan lagi, direbahkannya kepala di pangkuan Umi yang duduk dihadapannya, menangis sesenggukan. Umi tak berkata apa-apa, dibelainya kepala Siti penuh kasih sayang, hatinya ikut tercabik mengingat nasib Siti, yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri. Ditunggunya sampai Siti puas menumpahkan beban emosinya.

Setelah puas, Siti mengangkat kepalanya, mengusap air mata dan merapikan jilbabnya. Sudah agak tenang.

"Islam tidak mengharamkan perceraian nak," jelas Umi hati-hati.

"Maaf Umi, tak ada niat sedikitpun dalam hati Siti untuk berpisah dengan Mas Durno. Dia pilihan Siti dan Siti akan bertanggung jawab dengan pilihan ini."

"Siti yakin dengan keputusan ini?" tanya Umi.

Siti mengangguk mantap,"Tolong bantu doa, Umi."

"Ya, insyaallah, barokallah."

***

"Sudah makan, Mas?" sambut Siti, saat Durno baru pulang.

"Sudah," jawab Durno tanpa memalingkan wajahnya pada Siti, langsung masuk kamar dan merebahkan badannya. Baru beberapa saat sudah terdengar suara dengkurnya.

Siti hanya menghela nafas, berusaha lebih bersabar. Kapan bisa bicara kalau hampir setiap hari seperti ini? Pulang langsung tidur, esoknya pagi-pagi sekali harus pergi mengantar anak-anak sekolah dan orang-orang kantoran yang berlangganan ojeknya. Langsung mangkal di terminal, siang menjemput pelanggan lagi.

Siti tidak tahu, di mana istirahatnya saat sela tidak ada penumpang, nyatanya pulang selalu malam hari.

Kasihan anak-anak, jarang bertemu dengan bapaknya, hanya pagi hari, itupun dengan tergesa.

***

Lima belas tahun sudah Siti dan Durno hidup berumah tangga.

Durno, petani sukses, ganteng, supel dan jadi pujaan gadis-gadis.

Siti, gadis pemalu, anak seorang tokoh agama, rajin ibadah, guru Sekolah Dasar di kampungnya.

Banyak yang menyesali, saat Siti menerima pinangan Durno. Teman-teman yang menyayanginya, juga termasuk orang tuanya, termasuk gadis-gadis yang mengharapkan Durno, karena dengan menikahnya Durno dengan Siti maka tertutuplah peluang bagi mereka untuk mendekati Durno.

Sebenarnya orang tua Siti kurang setuju, karena mereka mengharapkan menantu yang dapat meneruskan mengurus pondok yang di asuhnya, tapi mereka tidak memaksakan kehendaknya, menghormati keputusan Siti, karena tahu anaknya akan bertanggung jawab dengan keputusannya.

Kehidupan keluarga Siti dan Durno diliputi kebahagiaan. Kekhawatiran orang tua dan teman-temannya tidak terbukti, usaha agrobisnis Durno maju pesat, Siti tetap mengajar Agama di SD. Mereka dikaruniai dua orang anak, laki-laki dan perempuan. Kehidupan yang sempurna.

Roda kehidupan terus bergulir, senang susah, pasang-surut rizki dipergilirkan, sampai pada puncaknya, lima tahun yang lalu, usaha agrobisnis Durno ambruk total. Persaingan dalam bisnis memang luar biasa, segala cara dilakukan untuk memperebutkan peluang pasar. Saatnya Durno mendapat giliran apes, tidak tanggung-tanggung, fitnah itu bahkan sempat menyeretnya ke pengadilan, tuduhan penipuan! Untunglah tim pengacara berhasil menyelamatkannya dari jerat penjara.

Proses pengadilan yang berlarut-larut itu menyedot habis hasil jerih payahnya selama ini, dua rumahnya terjual, belum lagi kebun dan sawahnya, ludes semua untuk menutupi hutang-hutang bisnisnya.

Untunglah masih ada sawah peninggalan abah dan gaji bulanannya sebagai PNS untuk menutup kebutuhan sehari-hari.

Ujian itu mengantarkan Siti lebih dekat kepada Allah, tetapi tidak begitu untuk Durno.

Durno kecewa! Marah pada takdirnya! Merasa diperlakukan tidak adil, alih-alih mendekat, bahkan Dia memutuskan meninggalkan semua yang ada hubungannya dengan ibadah.

Tak jarang Siti disarankan untuk meninggalkan Durno yang semakin lama semakin jauh dari kehidupan yang baik, tapi Siti tetap bertahan dan bersabar mendampingi Durno, walaupun kadang dia mendapat perlakuan yang kurang baik dari suaminya. Dia berusaha memaklumi kondisi Durno yang labil karena ketidak sanggupannya menghadapi ujian ini. Siti bertekad akan mendampinginya di saat sulit seperti dia mendampinginya di saat senang dan bahagia.

***

"Mbak Siti...mbak!"

Terdengar panggilan panik dan ketukan pintu yang tanpa jeda.

Siti yang baru saja selesai shalat segera membereskan mukena dan menyambar jilbab, sambil tergopoh membuka pintu depan.

Opick, suami Darni memapah Darno yang sedang menekan perut sambil meringis kesakitan masuk ke dalam rumah.

"Langsung ke kamar aja, Dik!" kata Siti sambil berjalan mendahului ke arah kamar.

Tiga bulan terakhir ini, hal serupa sering terjadi. Durno pulang dengan merintih kesakitan, menekan perut sampai jalannya terbungkuk-bungkuk.

Sebenarnya Siti sudah melarangnya ngojek, tapi Durno bersikukuh. Kalau sedang kesakitan memang dia tidak pergi, tapi ketika merasa sehat, dia langsung mangkal di terminal. Semua pelanggan ojek mengundurkan diri, karena Durno sering mangkir karena sakit.

Kondisinya yang semakin parah, lemah tak bertenaga, pucat dan sering kali nyeri perut yang luar biasa memaksa Durno mau diajak Siti periksa ke rumah sakit, dan hasil pemeriksaan Durno divonis terserang kanker usus stadium lanjut.

Kini hari-hari dihabiskannya di rumah, kondisi yang lemah membuatnya tak bisa beraktifitas seperti biasa, belum lagi nyeri yang sering datang tiba-tiba membuatnya tak berani nekad pergi sendiri, apalagi bawa motor.

Ketika kondisi dianggap parah, Durno dirawat inap di rumah sakit. Siti bergantian dengan saudara-saudara ipar dan mertuanya menjaga Durno di rumah sakit.

Sebenarnya adik-adiknya enggan merawat Durno karena kelakuannya yang sudah bikin malu keluarga, apalagi sejak dua tahun terakhir Durno nekad menikahi Rukmini walaupun keluarga tidak ada yang menyetujuinya.

Sejak menikahi Rukmini, Durno tidak pernah pulang, sampai tiga bulan yang lalu Durno diantar salah satu teman ojeknya pulang dalam kondisi kesakitan.

Mungkin inilah pengabulan doa untuk Siti. Sejak ditinggalkan Durno, Siti selalu berdoa agar suaminya dikembalikan dengan kondisi apapun.

Bagaimanapun Durno adalah suaminya, bapak dari anak-anaknya, dan itu yang akan dipertahankan bagaimanapun keadaannya. Siti masih berharap, dengan kondisi tak berdaya, Durno mau kembali mendekat pada Yang Maha Kuasa.

***

Durno merasakan penderitaan karena sakitnya selama satu tahun. Selama itu Siti tetap setia mendampinginya dengan kesabaran, walaupun dengan kondisi seperti itupun Durno tetap bisa menyakiti dengan ucapannya. Siti memaafkannya, sampai Allah memanggilnya.

Siti tidak tahu, apakah dengan sakitnya Durno dapat pengampunan Allah, yang jelas, sebagai istri dia telah menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya, mendampingi dan berusaha mengajak suaminya kembali kepada Allah, selebihnya, Siti yakin dengan keadilan Allah.

TERAPIS KOK SAKIT?

Beberapa kali komentar itu sampai kepadaku, langsung atau melalui orang lain, disampaikan dengan sinis atau bercanda.

"Memang terapis nggak boleh sakit?"

"Logikanya, terapis tahu banyak tentang penyakit. Tahu penyebab penyakit, harusnya bisa dicegah. Tahu apa obatnya, seharusnya segera diobati, jadi nggak sampai terdengar sakit oleh orang lain, supaya kredibilitasnya sebagai terapis terjaga, pasien semakin percaya."

Idealnya begitu, mauku juga begitu, tapi namanya kehidupan, tak selamanya kemauan dan harapan sesuai dengan kenyataan yang terjadi.

Excuse?

Ya!

Bagiku excuse (alasan) bukan barang haram! He he.

"Masing-masing penyakit pasti ada obatnya. Kalau obat sudah mengenai penyakit, penyakit itu pasti sembuh, DENGAN IZIN ALLAH." (HR Ahmad dan Al Hakim)

Mungkin excuse yang aku sampaikan itu akan melemahkan semangat berusaha, tidak memotivasi dan sebagainya, tapi aku melihatnya dari sisi lain, sisi kerendahan hati, manusia berusaha maksimal, tapi tidak boleh kecewa bila usahanya belum menghasilkan sesuai yang diharapkan. Dan usaha itu harus diteruskan sampai batas keberhasilan, sampai obat bertemu dengan penyakit, yang merupakan syarat keluarnya izin Allah.

Aku bicara bukan sekedar masalah ilmiah, alamiah, juga sedikit menyentuh masalah ilahiah.

" Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku." Terjemah AQ Surat As syu'ara ayat 80

Ketika kita berfikir, penyakit disembuhkan obat ini, dokter itu, terapis itu, maka kita layak mempertanyakan bagaimana kesehatan aqidah kita, keimanan kita pada Allah, pengenalan kita pada Allah.

Menurutku, manusia memang butuh diberi sakit, merasakan sakit, karena dalam sakit ada kebaikan, walaupun dengan sakit ada penurunan produktifitas.

Aku tidak tahu, apa yang orang lain dapatkan dari sakitnya, tapi dengan sakit yang kualami, banyak hal yang kudapatkan, hal-hal yang aku syukuri.

Dalam kondisi sakit, selama masih bisa bangun, aku masih bisa melayani pasien tertentu, misalnya konsultasi atau akupunktur, tapi untuk pijat dan bekam, aku liburkan dulu, karena membutuhkan fisik yang lebih fit. Aku lakukan itu karena aku sangat mengenali penyakitku, tidak menular ataupun membahayakan orang lain.

Saat penyakit semakin parah, sehingga membuatku lebih nyaman berbaring, banyak hal yang bisa aku evaluasi. Dengan melihat sikap anak-anak terhadap kondisi yang sedang terjadi, bagaimana kepekaan rasa mereka, bagaimana ekspresi kasih sayang terhadap uminya, bagaimana keikhlasan dan tanggung jawab mereka ketika menggantikan tugas-tugas sesuai kemampuan mereka, bagaimana tanggap darurat suami menghandel keberlangsungan urusan rumah tangga.

Dari pengamatan itu aku evaluasi, apa yang sudah aku lakukan selama ini, karena bagaimanapun, sikap mereka semua merupakan cerminan dari pola didik yang selama ini aku terapkan.

Kredibilitas?

Aku tidak merasakan kredibilitas akan ambrol dengan semua ini, karena konsep yang kupakai, terapis hanyalah sebagai sarana sampainya kesembuhan dari Allah, sama halnya dengan obat, alat kesehatan dan metode pengobatan, semua hanya ikhtiar maksimal manusia.

Dalam sakitpun ada janji Allah untuk pembersihan dosa dan pengampunan, maka saat sakit sebanyak-banyaknya beristighar, merendahkan hati, membunuh kesombongan dan keangkuhan, karena dalam sehat belum tentu kesempatan beristighfar bisa sebanyak ketika sakit.

Jadi, nggak masalah dong terapis sakit, sama halnya juga dokter atau profesor bisa sakit dan meninggal.


Wednesday, February 26, 2014

WARNA-WARNI

" Dik, nggak ada baju yang lain?"

" Kenapa mbak?"

" Terlalu ngjreng!"

" Lha iyalah, bagi Mba Ani terlalu ngjreng, lha memang seleranya kusam."

" Kok gitu sih ngomongnya?" Ani cemberut mendengar jawaban adiknya.

Tiba-tiba Umi muncul dari dapur, mendengar suara yang mulai meninggi.

" Is, kok belum berangkat, nanti terlambat?"

" Ya, Mi, pamit dulu, Assalamu'alaikum," Isnaini mencium Umi sambil melirik Ani dan meleletkan lidah.

" Mi, kok dibiarin sih pake baju ngjreng begitu?"

" Sabar Ani, Alhamdulillah adikmu sudah mau menutup auratnya dengan rapi, kita hargai itu dulu."

" Tapikan itu termasuk tabaruj? Berhias dan menarik perhatian lawan jenis?"

" Ani, dalam berdakwah kita dianjurkan dengan bijaksana, misalnyapun berdebat atau berbantahan, juga tetap dengan cara yang baik. Perhatikan lawan bicara, tak semua bisa dengan cara tegas. Karakter manusia berbeda-beda. Rasulullah shalallahu'alaihiwassalam menganjurkan kita bicara dengan bahasa kaumnya, salah satu maksudnya, bicaralah sesuai dengan kondisi psikologis lawan bicara, agar dia bisa memahami ajakan kita dengan sukarela. Untuk orang tertentu, mungkin cocok dengan gaya to the point, tapi ada yang sulit menerima bahkan lari dari ajakan kita, walau dia tau ajakan kita benar."

Ani menunduk, mendengar penjelasan Umi, sebenarnya hatinya masih belum setuju melihat adiknya berpakaian dengan pakaian bercorak dan modis, walau diakui, sudah menutup aurat sesuai yang diperintahkan, hanya muka dan telapak tangan yang tidak terbalut pakaian, tapi hatinya kurang puas.

Menurutnya, kalau bisa lebih sempurna dengan pakaian polos dan warna gelap, mengapa tidak dilakukan?
Tapi rasa hormat pada Umi membuatnya tidak membantah.

Umi menghela nafas, inilah dunia, penuh warna. Dua orang, yang keluar dari rahim yang sama, dididik dengan cara yang relatif sama, hasilnya hmmm, bagaimana lagi di luar sana? Alangkah beragamnya warna karakter manusia? Jika kita tidak bijak menghadapinya, bisa-bisa stress!

Monday, February 24, 2014

GARA GARA LEPTOP ERROR

Cuaca malam cerah, awak kapal yang sedang dalam perjalanan mencari daerah yang kaya rempah-rempah, asyik bercengkerama melawan dingin dan kengerian di lautan lepas.

"Siapa mau hadiah?" tiba-tiba pimpinan kapal ikut nimbrung dalam kerumunan itu.

"Hadiah apa Tuan Bus?"

"Apapun yang kalian minta, dengan syarat tentunya."

Yang hadir tentu saja antusias, hadiah? Apapun? Wow!

Pria yang dipanggil tuan Bus minta disediakan meja, kemudia mengeluarkan sebutir telur rebus dari kantung bajunya.

"Siapa yang bisa meletakkan telur ini dalam posisi berdiri, silahkan sebut hadiah yang diinginkan."

Mulailah mereka mencoba satu persatu, tapi sampai seluruh peserta mencoba, bahkan sampai ada yang berulang, tetap saja tak ada yang berhasil.

"Nyerah dech." Satu persatu mereka mundur

"Bagaimana?" tanya tuan Bus, semua angkat bahu,hilang harapannya dapat hadiah.

"Oke, mau tahu caranya?"

"Ya iyalah, penasaran nih."

Tuan Bus ambil posisi, gayanya begitu meyakinkan dan . . .

"Prok!"

"Uuuuu kalau begitu mah bisaaaa!" serempak peserta berkoar.

Ha ha ha, itu bedanya tuan Bus dengan anak buah kapalnya.

Tuan Bus, dialah Columbus. Dia punya pemikiran yang berbeda dengan anak buah kapalnya, pantaslah kalau dia dijadikan pemimpin ekspedisi itu.

Ehh...penasaran ya? Bagaimana Columbus bisa meletakkan telur dalam keadaan berdiri?

Ha ha ha, silahkan tanya mas Agung Pribadi, penulis buku Gara-Gara Indonesia, beliau bisa menjawabnya karena cara berfikirnya mirip dengan Columbus.

Kok bisa?

Buktinya beliau menulis buku sejarah dengan cara yang berbeda dengan penulis lain. Beliau menulis sejarah sekaligus memotivasi pembaca untuk belajar dari sejarah dan mengelola kehidupan ke depan berdasarkan pelajaran yang bisa diambil dari sejarah.

Beliau juga mampu memandang sejarah dari sudut yang berbeda, menarik benang merah untuk membangkitkan nasionalisme anak bangsa, menyadarkan kita bahwa selama ini sebagai negara dan bangsa yang luar biasa, lebih banyak menguntungkan pihak lain dibandingkan dengan mensejahteraan bangsa sendiri.

Mungkin ada yang sinis dan berkomentar," Ah ada-ada aja Si Agung, pakai ilmu cocoklogi."

Ha ha, jangan tersinggung Mas Agung, itulah manusia.

Kok di bilang cocoklogi? Karena selama ini tidak ada yang menghubungkan antara penemuan benua Amerika oleh Columbus dengan Indonesia sebagai surganya rempah-rempah, atau tidak ada orang berfikir, setidaknya yang menuliskannya, bahwa Napoleon kalah karena gunung Tambora di Indonesia meletus.

Dalam buku ini juga diungkap fakta bahwa kekalahan Amerika di perang Vietnam yang terkenal itu, yang menginspirasi beberapa film box office, gara-gara pemimpin perang Vietnam belajar perang gerilya dari buku Pokok-Pokok Perang Gerilya karya AH Nasution, salah satu jendarl perang Indonesia.

Nah, langsung disambungkan dengan beberapa buku yang menginspirasi perubahan dunia, sekaligus pernyataan, banyak tokoh hebat dalam hidupnya, tapi yang bisa memanjangkan cerita kehebatannya adalah yang mau menuliskannya, nah...ini motivasi bagi calon penulis. Jangan bingung mau menulis apa, karena bisa jadi tulisan kita sekarang bukan apa-apa, tapi di generasi berikutnya, tulisan kita sangat berarti. Mungkin ini bisa memotivasi kita untuk memilih jenis tulisan, eh tanya mas Agung dech, adakah dalam sejarah, buku fiksi yang mempengaruhi perubahan dunia?

Ee, apa hubungannya dengan judul ya?

Ah, ini hanya mengekor gaya mas Agung membuat judul.

Dua hari yang lalu terjadi musibah, leptop error, layar monitor retak, jadi tidak bisa digunakan.

Malam hari biasanya saya membawa leptop ke kamar tidur, sambil menemani sibungsu tidur.

Gara-gara leptop tidak bisa digunakan, akhirnya saya kembali ke kebiasaan lama, membaca buku, yang belakangan ini saya baca kalau keluar rumah, membaca di sela-sela menunggu kegiatan mulai atau menemani sibungsu main pasir di luar rumah.

Alhamdulillah, tadi malam buku Gara-Gara Indonesia terbaca 30%, dari bacaan itu terinspirasi menuliskan ini, saya tidak yakin bisa menyelesaikan dalam waktu dekat, mengingat kebiasaan selama ini kalau baca secomot-comotnya, di mana ada kesempatan membaca, di situ buku yang terdekat di baca. Ha ha, perpustakaan keluarga saya berserak di seluruh ruang, karena biasanya buku-buku yang nangkring di rak perpustakaan yang sesungguhnya, jarang tersentuh.

Jadi, mohon maaf ya mas Agung, kalau dalam tulisan ini ada yang tak sesuai dengan buku, karena belum sampai tuntas bacanya.

MAU BILANG APA?

" Gimana, Mi?" Husna menunggu jawabanku.

"Ya sudah, kasih aja." kataku menyerah, Husna bergegas ke kamar mengambil uang untuk diberikan kepada pengamen yang sedang menyanyi dengan suara yang benar-benar tak merdu diiringi denting gitar yang nadanya centang-perenang.

Suara itu berhenti seketika, bersamaan sampainya uang itu ke tangannya, lalu dia ngeloyor pergi.

***
Ini masalah sosial, masalah kita bersama.

Mungkin hanya kejadian kecil dan sudah menjadi keseharian, tapi jadi masalah besar bagi orang tua yang sedang berjuang menanamkan nilai-nilai kehidupan bagi anak-anaknya.

Di satu sisi orang tua ingin anaknya jadi pengasih dan dermawan, di sisi lain nilai-nilai kemandirian dan kerja keras serta memiliki izzah harus juga menjadi karakter si anak.

Ini tantangan yang tidak ringan, bagaimana orang tua bisa mendidik anak dengan konsep ideal, sedang realita yang ada justru tidak mendukung atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai yang sedang ditanamkan.

Di sinilah kepiawaian komunikasi orang tua dipertanyakan, mampukah menyampaikan hal yang ideal kepada anak dengan realita yang jauh dari yang ingin diwujudkan?

Kalau orang tua mampu memanfaatkan kondisi dengan sebaik-baiknya, justru lebih banyak nilai pendidikan yang bisa ditanamkan.

Mari kita lihat, dengan fenomena di atas, nilai-nilai pendidikan apa saja yang bisa ditanamkan ke anak.

***

"Kok di kasih uang sih Mi, kan kita nggak minta dia nyanyi?"

"Sebenarnya Umi nggak setuju dengan yang dilakukannya, seharusnya nggak usah dikasih uang, tapi lihat sendiri, kalau belum dikasih nggak berhenti nyanyinya."

"Begitu ya, Mi?"

"Kemarin Ibu Dewi cerita begitu, nggak dikasih uang, dibiarkan saja, nyanyinya sampai tiga lagu, mau?"

"Nggak lah, Mi, berisik."

Husna tampak berfikir, kemudian melanjutkan pertanyaannya.

"Kok om tadi mau ya, kerja seperti itu?"

"Mungkin dulu dia malas sekolah, malas belajar, jadi nggak bisa kerja yang membutuhkan ilmu."

"Kan bisa kerja yang lain, misalnya jadi kuli atau apalah yang pakai tenaga?"

"Kita nggak tahu, apakah karena malas, atau tidak ada yang mau menerima kerja, mudah-mudahan dia segera dapat pekerjaan yang lebih baik."

Hening sejenak.

"Husna mau kalau suruh kerja yang seperti itu?"

"Iiih, Umi! Ya nggaklah."

"Husna tadi kasih uang berapa?"

"Dua ribu."

"Kalau untuk jajan dapat apa?"

"Kalau beli katom dapat empat bungkus kecil."

"Kenyang nggak makan katom empat bungkus?"

"Nggaklah, paling-paling gerahamnya pegel, he he."

"Semoga uang dua ribu yang bagi Husna hanya cukup beli katom, sama om tadi bisa untuk nambah-nambah memberi makan keluarganya."

"Kalau ternyata dia hanya malas, trus penghasilannya banyak, trus untuk foya-foya?"

"Biar dia bertanggung jawab kepada Allah, kan setiap apa yang kita lakukan akan dimintai pertanggung jawaban sama Allah."

"Nanti kalau besar, bisa nggak ya Husna bantu orang-orang seperti om tadi mendapatkan pekerjaan yang pantas?" Husna bergumam sambil matanya menatap plafon.

"Caranya?"

"Kalau Husna punya perusahaan, butuh tenaga kerja, nah orang-orang seperti om itu yang diterima untuk jadi karyawan."

"Cita-cita yang mulia, Insyaallah dikabulkan, kalau Husna belajar sungguh-sungguh, jadi orang berilmu yang bisa membantu masyarakat yang kurang mampu dan kurang berilmu."

***

Mari kita perhatikan, berapa nilai kebaikan yang kita tanamkan?

* bagaimana mengalah untuk menang (dengan mengeluarkan uang dua ribu, gangguan terhenti)

* berbagi (memberi uang)

* empati, husnudzon

* tanggung jawab

* optimis

#Ini hanya opini

Saturday, February 22, 2014

GILA KETURUNAN

Baru saja selesai sholat Isya, saat sedang membereskan mukena.

"Mi, Na baca ini ya?" Husna menghampiri sambil menunjukkan buku No Excuse.

Setelah berfikir sejenak,"Boleh," jawabku.

"Yes!" ucapnya tertahan, balik badan langsung ke kamar tidur.

Padahal buku itu sudah dua hari di rumah, aku baca baru 20%, itupun nyicil, kadang 15 menit, paling lama setengah jam, maklumlah banyak urusan lain yang melambai-lambai ingin kusentuh.

"Persis!" gumamku.

Aku ingat kebiasaan dari kecil sampai sekarang, kalau pergi tidur berbekal buku, kadang tidak hanya satu.

Ha ha, jadi bagian abi kalau tidur belakangan, membereskan buku-buku itu, hmm, gimana lagi, sudah kebiasaan?  Anggap saja itu bagian dari kemanjaanku, cie... cie.

***

Saat sikembar Mata Kedua dan Hati Kedua kiriman Ramaditya datang, tidak butuh waktu lebih dari sehari, habis dilalap dua gadis cilikku, Hany 14 tahun, Husna 11 tahun, sedang aku? Ha ha, sampai sekarang belum juga tamat, tapi sudah kucicip keduanya masing-masing 25%, waah kapan buat resensinya?

Juga dengan buku Notes from Qatarnya Muhammad Assad dan Catatan Hati Ibundanya mba Asma Nadia, dilalap habis dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

***

Anak-anak kami bukan kutu buku sejak dini, tapi aku yakin dan tidak khawatir mereka tidak hobi membaca, karena aku sudah menanamkannya. Sejak mampu melihat, mereka sudah melihat bagaimana aku dengan aktifitas membaca. Semua aktifitas yang bisa aku lakukan dengan membaca, tak kan kusia-siakan, mereka menyaksikan dan semua itu akan berpengaruh.
Benda pertama yang aku kenalkan adalah buku, benda pertama yang mereka sentuh untuk dipelajari dengan meremasnya, juga buku.

Sebelum Sekolah, anak-anak belum kuajari membaca, bahkan ketika masuk kelas satu SD, rata-rata mereka belum lancar membaca. Masa balita kami beri kesempatan mereka mengeksplorasi kinestetik sepuasnya, karena kami yakin, semaki lincah mereka bergerak, semakin kompleks aktifitas fisiknya, semakin banyak unsur kecerdasan otak yang terlibat..

Aku bukan tipe ibu yang telaten menuntun anak dalam belajar, itu sebabnya aku berusaha tanamkan kemandirian sedini mungkin, juga menanamkan dan mencontohkan bahwa membaca dan belajar adalah kebutuhan, sehingga ketika masanya mereka telah merasakan kebutuhan itu, orang tua tak perlu lagi menggiring mereka untuk belajar.

Aku inginkan anak-anak semuanya menjadi gila membaca, gila belajar, harapannya, semakin mereka banyak membaca dan belajar, semakin merasa bahwa ilmunya baru sedikit, semakin membuatnya rendah hati tapi bertambah bijak, jadilah manusia-manusia ulul albab, manusia-manusia yang berderajat tinggi dihadapan Allah.


TADABBUR 2 : 11-20

Al Quran surat Al Baqarah (surat ke 2) ayat 11 sd 20 masih membicarakan tentang orang munafik. Silahkan untuk tilawah dan terjemahannya buka  Al Quran ya?

Dalam sepuluh ayat ini kita akan menemukan karakterstk orang-orang munafk :

1. Ketka melakukan kesalahan enggan bahkan menolak untuk diingatkan, bahkan berdalih bahwa yang dilakukannya adalah kebakan, memperbaiki kerusakan, dengan kepiawaiannya memainkan logika (ayat 11).

2. Tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya bersifat merusak. Dalam hal ini ada dua kemungkinan, bisa jadi karena ketidak tahuan atau justru ia melakukan pengrusakan dengan pengetahuan, kemudian bersembunyi dengan dalil-dalil yang seolah-olah membenarkan tindakannya (ayat 12).

3. Menolak beriman karena sombong, bahkan melecehkan orang-orang beriman dan mengatakannya sebagai orang yang kurang berakal (ayat 13).

4. Oportunis dan plin-plan, ketika bersama-sama orang beriman mengaku beriman, ketika bersama orang kafir, mengingkari keimanannya, agar aman dan mendapat keuntungan (ayat 14).

5. Ketika diberi hidayah, akan diabaikan, diberi petunjuk malah memilih kesesatan (ayat 16).

Kemudian, apa akibat yang akan diterima karena kemunafikannya?

1. Akan diolok-olok dan disesatkan Allah, melebihi olok-olok mereka terhadap orang-orang beriman.
    Allah Maha Kuasa mewujudkan olok-olok itu di dunia atau di akherat (ayat 15)

2. Ibarat mereka menyalakan api, menerangi sekeliling, orang lain mendapat manfaat dari penerangan itu. tapi justru bagi mereka tak memberikan manfaat, karena Allah Maha Kuasa melenyapkan cahaya itu untuk diri mereka (ayat 17)

3. Mereka ibarat orang yang bisu, tuli dan buta, tersesat dan tidak bisa kembali ke jalan yang benar (ayat 18).

4. Suatu saat mereka akan mengalami kondisi ketakutan, kegelapan, kengerian, tertatih-tatih mencari arah dan pegangan, tapi tak ada yang menolong, mereka takut mati karena nuraninya percaya bahwa hari pembalasan itu pasti (ayat 19-20).

Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

***

#Tadabur ini merupakan perenungan saya dalam upaya memahami ayat-ayatNya, semoga ada manfaatnya untuk yang lain.

#Dalam pengamalannya, kita coba menghindari dan sedikit demi sedikit mengikis habis karakter munafik yang mungkin masih ada dalam diri kita masing-masing.

#Dengan memahami karakter munafik, kita berusaha menjauhkan diri darinya, juga berhati-hati dengan orang yang mempunyai karakter seperti ini, tapi bukan untuk menuduh dan memvonis orang lain, karena kita berharap akan ada perubahan pada yang bersangkutan.

#Barokallah.

Friday, February 21, 2014

BAGAIMANA CARA MELIPAT WAKTU?

Kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang tersedia ( Hasan Al Banna )

Apakah semua kita merasakan hal yang sama?

Kalau ya, berarti tak ada waktu luang yang akan kita temui?

Sebagian orang mungkin membenarkan pernyataan itu, tapi sepertinya lebih banyak yang tidak sesuai, terbukti begitu banyak aktifitas dengan judul "mengisi waktu luang."

Bagaimana dengan saya?

Saya merasakan kondisi seperti yang digambarkan, lebih banyak kewajiban daripada waktu yang tersedia!

Weew! Keren banget?

Ya, silahkan berkomentar apapun, yang jelas itu yang saya rasakan ketika menginginkan semua kewajiban itu tertunaikan dengan sempurna, bahkan, dulu, ketika masih muda, . . .cie cie, tidurpun saya rasakan sebagai ketiduran, artinya tidur jika kondisi sudah lelah yang luar biasa.

Kini, dengan kondisi fisik yang sunatullahnya kemampuan menanggung bebannya berkurang (he he excuse), kalimat itu semakin terbukti benar.

Semakin bertambah usia, wajar semakin bertambah ilmu dan pengalaman juga terus menambah ilmu sesuai kebutuhan, semakin dibutuhkan pemikiran dan pertimbangannya.

Dua kondisi yang berlawanan itu membuat dan memaksa saya untuk bisa lebih bijak dalam menyusun skala prioritas dan harus lebih trampil melipat waktu.

Melipat waktu?

Sebuah konsep di mana dengan jumlah waktu yang sama dengan orang lain, tetapi kita bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dengan berlipat-lipat.

Nah! Ini dia!

Ilmu yang banyak dikuasai oleh seorang ibu rumah tangga dengan banyak anak plus segudang aktifitas lainnya, ilmu ketrampilan bagaimana bisa melakukan berbagai aktifitas dalam waktu yang bersamaan, alias "nyambi".

Contoh kecil :

Dalam seminggu saya punya kewajiban untuk mengisi majlis ta'lim tiga atau empat tempat dengan peserta yang berbeda. Untuk hasil yang sempurna, tentunya saya menyiapkan tiga atau empat materi kajian yang sesuai dengan kondisi peserta ta'lim.

Di sisi lain, saya ingin menghasilkan tulisan setiap hari, nah di sinilah metode melipat waktu diterapkan.

Kalau dalam seminggu minimal tujuh judul tulisan saya buat, apa salahnya kalau yang empat judul saya ambil tema yang akan saya sampaikan pada majelis ta'lim tersebut? Walaupun ketika kajian tetap saja harus ditambah dengan kajian yang lebih mendalam tentang tema tersebut.

Dalam hal ini ada dua tujuan atau dua kewajiban tertunaikan, menyiapkan materi majelis ta'lim dan memenuhi hasrat menghasilkan tulisan setiap hari.

Selain dua hal di atas, ada tujuan lain, yaitu mengundang pengunjung ke blog sekaligus menularkan informasi atau buah fikiran yang saya tuangkan dalam tulisan kepada orang lain.

Dalam hal ini terjadi melipat waktu juga, di mana satu tulisan saya bagi ke FB, Twitter dan beberapa grup yang saya ikuti di dunia maya.

Sambil blogging, saya juga bisa bersilaturahim dengan teman-teman yang memang kenal dan pernah bertemu sekaligus menambah teman untuk saling berbagi di dunia maya.

Sudah? Segitu doang? Sabar, masih ada lipatan waktu lainnya.

Sudah menjadi pilihan, setelah menikah saya memilih menjadi orang rumahan, dalam artian tidak memilih karir yang mengharuskan keluar rumah rutin setiap hari, karena sudah mengazamkan diri mengurus keluarga terutama mendidik anak, dan sampai sekarang terbukti, untuk urusan merawat dan mendidik anak di rumah, sepenuhnya saya dan suami yang tangani langsung.

Apakah berarti saya tidak produktif secara finansial?

Jawabannya, tidak pernah tidak produktif. Sepanjang perjalanan berkeluarga, ada saja yang saya lakukan untuk menghasilkan uang, tentunya yang tidak mengorbankan aktifitas utama sebagai istri dan ibu.

Di sinilah ketrampilan melipat waktu semakin terasah! Bagaimana segala urusan rumah tangga dan keluarga, mendidik anak, sekaligus karir, dakwah dan sekarang menulis, semua berjalan bersamaan.

Kalau semua aktifitas itu dilakukan satu persatu, cukupkah waktu yang tersedia?

Tuesday, February 18, 2014

DI SEBUAH PESTA

Diawali dengan basmallah dan lantunan kalam ilahi, membuat suasana menjelang ijab kabul begitu khidmat.

"Saya nikahkan . . ."

"Saya terima nikahnya . . ."

Dua kalimat sakral yang bisa mengubah hukum haram menjadi halal, yang di larang menjadi boleh, berlaku untuk orang-orang yang punya iman.

Bagi yang tipis iman, ijab kabul hanya sekedar legalitas negara dan status sosial di masyarakat.

Seluruh yang hadir berusaha menjaga suasana teduh dan bersabar mengikuti prosesi yang berlangsung sekitar satu jam, disusul acara sungkeman. Sebagian ibu-ibu terharu, memerah ujung hidung, mata berkaca-kaca. 

***
Pengantin ditempatkan di pelaminan, didampingi kedua orang tua dari kedua belah pihak.

Bagai raja dan ratu duduk di singgasana, dengan pakaian gemerlap dan make up yang menutup wajah aslinya, uuuuuh, betapa tersiksanya, seharian dipajang dengan duduk sopan dan senyum mengembang, walau  hati dan badan cape terkuras tenaga dan pikiran sebulan untuk mempersiapkan. Aaaah, mugkin semua lelah itu terlupa karena bahagia. 

Seharian, pengantin biasa berganti pakaian tiga kali, saat nikah, siang, sore. Sebenarnya, saat ganti pakain bisa melaksanakan sholat, tapi dengan make up yang mengukirnya butuh waktu lama, mungkinkah?

Saatnya silaturahim, baik antar dua keluarga pengantin atau keluarga besar yang berkumpul menghadiri undangan tuan rumah. Bertabur hidangan perut yang semakin ke belakang semakin variatif untuk memanjakan lidah, diiringi aktifitas panggung dengan berbagai versinya, pop, rock, campur sari, dangdut, juga lagu-lagu daerah. Yang unjuk kebolehan olah suara bukan hanya penyanyi dari grup musik, tapi para hadirin yang punya nyali panggung, bebas berekspresi.

Panggung tidak hanya diramaikan kalangan muda, yang manulapun tak mau ketinggalan, bahkan terasa lebih berbobot, menggambarkan bagaimana kiprahnya di masa muda.

Bukan itu saja, kedua mempelai didaulat ke atas panggung, jika tidak menyanyi, mereka wajib bergoyang badan mengiringi sipenyanyi, tentunya dengan pakaian yang bikin ribed.

Ha ha, di depan panggung, seorang ibu setengah baya, usia menjelang pensiun, dengan percaya dirinya berdiri dan bergoyang di depan panggung. O o, seorang manula pria tak mau ketinggalan, menemani si ibu menggerak-gerakkan badannya.

Jangan ditanya gerakan apa yang mereka bawakan, dansa, ajojing, joged, jaipongan, atau apapun, yang penting kedua tangan diangkat, digerak-gerakkan seperti penari, badan dan pinggul digoyang plus kaki diangkat bergerak menyerasikan dengan musik yang bertalu.

Aku senyum-senyum sendiri, membayangkan jika diri ini yang berada di posisi ibu tersebut, bagaimana perasaanku?

Bangga? Mungkin, karena tidak semua yang seusia berani melakukan tindakan itu, ha ha.

Malu? Rasanya tidak, karena rasa malu mencegah manusia melakukan sesuatu, kecuali dipaksa.

Refresh? Ha ha, bisa jadi ya! Menghilangkan stress dengan cara bersenang-senang, walaupun semu, bisa melupakan masalah yang menggelayuti, walau sementara.

***

Sebuah pesta, yang dimaksudkan sebagai walimatul 'Ursy, sarana sosialisasi anggota keluarga baru, yang merupakan rangkaian dari akad nikah sebagai ibadah, kadang jauh keluar dari tujuan awal.  

Ketika seorang laki-laki dan seorang perempuan berniat bersatu membentuk keluarga, yang harus dilakukan adalah menikah agar hubungan keduanya yang semula haram menjadi halal.

Walimatul "Ursy merupakan acara yang dibolehkan untuk tujuan sosial kemasyarakatan, sehingga ada keselarasan antara taat kepada Allah dengan melaksanakan akad nikah dan menjaga hubungan sosial antar sesama manusia.

Sayang disayang, kedua acara yang bertujuan baik ini sering terkotori dengan hal-hal yang bertentangan dengan ketaatan kepada aturan Allah.

Seharusnya, pernikahan dimudahkan, karena dapat mencegah berbagai kemaksiatan, contoh, ketika sepasang sejoli ingin segera menikah, harus lebih menahan diri karena untuk menikah, dibutuhkan persiapan materi yang tidak sedikit.

Pada dasarnya, materi yang dibutuhkan hanyalah mahar dan biaya administrasi di KUA, tapi pada kenyataannya?

Berapa persiapan dana untuk menyiapkan cindera mata saat lamaran/ khitbah?
Berapa untuk pakaian pengantin? Seragam keluarga? Dekorasi? Hiburan? Hidangan?
Belum lagi untuk hantaran untuk orang dekat, sebagai bahasa undangan?

Bila dana puluhan juta untuk keperluan walimah diniatkan sebagai sedekah, bukankah lebih prioritas jika disalurkan untuk korban bencana yang sangat memprihatinkan kondisinya?

Ataukah sebagai pancingan untuk mengeluarkan tabungan yang pernah dititipkan ketika menghadiri undangan  teman-teman yang telah mengadakan hajatan duluan? Nggak nuduh sih, tapi logiskan? Kalau kita bicara syariat, apa hukumnya?

Ataukah sebagai modal usaha instan? berapa modal dan berapa isi amplop yang masuk? Wah, bisnis donk?

Pernah terlibat bisik-bisik ibu-ibu yang akan pergi ke undangan?

"Ngamplop berapa Bu?"

"Eh, umumnya di sini berapa sih?"

"Ya itung-itung makan di warung padang berdua."

Lho?

Bisakah kita mengadakan walimah dengan biaya besar, benar-benar dengan niatan menghormati tamu undangan, memuliakannya, tanpa setitikpun harapan mengharapkan imbalan dari isi amplop? Tanpa terkotori niatan ingin mendapat apresiasi "Wah" dari orang lain? Menjaga prestise?

Semakin nyata jurang perbedaan si kaya dan si miskin.

Belum lagi energi terkuras untuk menyelenggarakannya, dari perencanaan, menghubungi banyak orang yang dilibatkan sebagai panitia, merepotkan banyak orang, komentar ketidak puasan dari berbagai pihak, yang tentu saja mempengaruhi perasaan, dsb.

Untuk apa semua itu?

Mencari Ridho Allah?

Menggapai bahagia?

Atau sekedar melakukan sesuatu yang dilakukan masyarakat pada umumnya?

Ingin rasanya hidup tanpa topeng! Tanpa takut komentar orang! Apa adanya! Melaksanakan semua aktifitas kehidupan dengan niat ibadah! Dengan tata cara sesuai tuntunan agama!

Betapa damai hati, tenang fikiran.


Friday, February 14, 2014

UNJUK ROSO

ketika tsunami menampilkan gemulai tariannya
berapa gedung tinggi roboh tak berdaya
berapa anak menjadi yatim, suami menduda, istri menjanda
berapa kilometer pesisir poranda
betapa hasil jerih payah menjadi sia-sia
betapa kesedihan begitu dalam menoreh luka

ketika merapi, sinabung dan kelud sedikit saja bersuara
betapa jerit ketakutan membahana
kepanikan membuat anak terlupa guling terbawa
masih ingatkah dengan pernyataan cinta
kepada kekasih hati pujaan jiwa

ketika air datang berbondong menyapa
tergulung semua perhiasan yang dikumpulkannya
lumat terendam bahkan terbawa
tak lagi bisa diselamatkan dan jadi tak berguna
ribuan orang yang mengaku kaya menjadi papa
menanti jatah makan bak peminta-minta

ketika bumi sedikit saja menggeliat
jalan patah
bumi belah
bukit ambrol
batu-batu menggelontor
tiada canda
tiada tawa
jiwa berselimut duka

Yaa Aziz
Yaa Jabbar
sekelumit saja keperkasaan makhlukMu
membuat ciut nyali dan kepongahan
mengguncang jiwa
melemahkan raga
tiada daya

apatah lagi jika mereka serentak beraksi
bumi bergoncang dengan dahsyat
serta memuntahkan beban berat yang dikandungnya
gunung pecah bak bulu yang dihambur-hamburkan
kemudian bumi diratakan
langit membelah
bintang-bintang jatuh berserakan
matahari digulungkan
lautan dipanaskan dan diluapkan

masih adakah arti diri ini disamping debu
masih mampukah kesombongan ini diunjukkan
masih bisakah lisan ini mengobral cinta dusta
masih bergunakah dunia yang gigih diperebutkan

takkan ada lagi yang berguna
selain ketundukan diri dan kebersihan jiwa
semua muspra
tiada sisa

Thursday, February 13, 2014

VALENTIN DAN BISNIS

14 Februari, hari ini, biasa diperingati sebagai hari kasih sayang atau hari raya Valentin.

Pasangan kekasih, terutama yang sedang pacaran, sibuk menyiapkan diri menyatakan rasa cinta dan sayangnya dengan memberikan sesuatu sebagai bukti.

Siapakah pihak yang paling diuntungkan dalam meriahnya perayaan hari ini?

Hmm tentunya pebisnis yang berkaitan dengan barang-barang yang biasa dijadikan sebabagi bukti cinta, seperti kartu ucapan,coklat, perhiasan dan suvenir lainnya.

Pada tahun 1847, kartu valentin untuk pertama kalinya diproduksi secara massal di Amerika.

Di Jepang, dilakukan marketing besar-besaran untuk promosi bahwa tanggal 14 februari adalah saat tepat bahkan wajib bagi seorang wanita untuk menghadiahkan coklat kepada pria yang disukainya, sedang tanggal 14 Maret sebagai hari, di mana para pria yang mendapat coklat , membalas dengan memberi sesuatu kepada wanitanya.

Di Indonesia, pertokoan dan media, seperti stasiun TV, stasiun radio, majalah dan lainnya, biasanya punya edisi khusus dan acara khusus yang dikaitkan dengan perayaan valentin.

Sudah galibnya seorang pebisnis memanfaatkan momen tertentu untuik meningkatkan omzet usahanya, andai momen yang ada kurang mendukung, maka upaya mempopulerkan momen itu masuk dalam agenda upaya meningkatkan penjualan.

Ada baiknya kita sedikit mengintip sejarah untuk mencari tahu, mengapa hari valentin begitu layak diperingati? Dan di mana posisi kita seharusnya dalam menyikapi hari ini?

Bersumber ensiklopedia Wikipedia, yang sering menjadi rujukan saat ini untuk mencari tahu, pada kalender Athena kuno, pertengan Januari sampai pertengahan Februari, dipersembahkan sebagai bulan Gamelon untuk pernikahan Dewa Zeus dan Hera.

Di Roma, 15 Februari diperingati sebagai hari raya Luperalia, untuk Lupercus sebagai dewa kesuburan.

Menurut Paus Gelasius I (th 496), tidak ada yang diketahui tentang siapa yang dimaksud dengan santo Valentinus; ada yang mengatakan, sang paus menetapkan 14 Februari sebagai hari peringatan santo Valentinus untuk mengungguli hari raya Lupercalia, 15 Februari.

Paus Gregorius XVI (1836) menyatakan, sisa kerangka yang di gali dari makam santo Hippolytus di Via Tibernitus, dekat Roma, sebagai jenazah St. Valentinus.

Hari raya dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969.

Di abad pertengahan, sastrawan Inggris Geoffrey Chaucer ( abad 14) dalam karyanya menyatakan bahwa tanggal 14 Februari adalah saat burung memilih pasangannya.

Juga ada sumber menyatakan bahwa tanggal tersebut memperingati santo Valentinus membantu secara rahasia pernikahan serdadu Romawi karena aturan kaisar Claudius II menetapkan larangan menikah bagi para serdadu.

Jadi, apa kepentingan kita, terutama Muslim, ikut merayakan peringatan hari ini, yang konon kabarnya merupakan hari termeriah kedua setelah perayaan hari Natal?

Belum lagi kalau ditinjau dari kacamata akidah dan ibadah, di mana posisi kita?

Secara substansi, okelah kalau kita setuju dengan konsep kasih sayang yang perlu digalakkan, tetapi mengapa merujuk ke sana sedang Islam sendiri sebagai Rahmatan Lil Alamin? Justru lebih luas cakupannya bukan?

Marilah kita, sebagai manusia yang akan bertanggung jawab terhadap kehidupan kita kepada yang memberi hidup, sedikit lebih kritis dan cermat, mengapa dan untuk apa kita melakukan seseuatu, sedang Allah menciptakan kita hanya dengan tujuan ibadah, artinya apapun yang kita lakukan orientasikan untuk tujuan ibadah.

Tuesday, February 11, 2014

BERKICAU

Kenalkan, aku pemain baru di dunia twitter, @Nenysuswati.

Siapa kamu main twitter? seperti yang populer ajah? pejabat bukan? artis apalagi?

Hey hey hey, siapa bilang twitter hanya untuk yang sudah populer, bukannya justru kita bisa populer lewat twitter? He he he emang itu ya tujuan twitter? Trus kalau dah populer mau apa?

Sudah lama salah seorang teman mendorong untuk membuat twitter, katanya jangkauannya lebih luas, dsb.

Aku sih nggak faham-faham amat, yang ku tahu twitter biasa dipakai orang untuk berkicau seperti burung, he he, maka lambangnya burung.

Akupun setiap hari berkicau, sebatas lingkungan terdekat. Nah kalau kicauanku ternyata bermanfaat, kan sayang kalau yang menikmatinya hanya sedikit?

Masalah aku bukan orang populer, bukan publik figur, toh tak ada larangan. Tak juga ada yang terganggu, kecuali kicauanku sumbang dan mengusik kehidupan seseorang.

Aku hanya ingin berkicau mengeluarkan suara jiwaku yang semoga merdu di jiwa orang lain.

Kicauan tentang rasa syukur, sabar, dan mencari hikmah dari kehidupan untuk pembelajaran dan meningkatkan kualitas diri.

Kicauan yang tergores, sehingga suatu saat aku lupa, aku bisa menengoknya kembali, mempermalukan diri pernah berkicau dengan ungkapan yang memotivasi, agar motivasi itu berbalik padaku yang sedang meredup asa.

Doakan agar kicauanku semakin merdu dan menyejukkan, menghentak membakar semangat, mencubit mengingatkan.

Tuntutan untuk selalu berkicau akan memacu lebih teliti mengamati kehidupan, lebih peka hati berempati dan berkreasi mencari solusi.

Semangat berkicau, agar hidup ini semakin indah dan ceria.

SATU SUARA

Setiap kita punya satu suara, yang bebas akan kita apakan.

Mau kita jual dengar harga tertentu, di saat-saat seperti ini tentu akan ada yang berminat, tergantung berapa harga yang kita inginkan dari banyak kontestan yang sedang mengumpulkan suara dengan berbagai aksinya.

Mau kita buang percuma tanpa ada yang memanfaatkan dan mengambil keuntungan darinya, juga tidak apa-apa, bukan jamannya lagi main paksa atau takut intimdasi. Bila kita mengambil langkah golputpun, itu hak asasi kita sebagai manusia merdeka.

Mau kita gunakan untuk menentukan nasib negara untuk pemerintahan berikutnya, juga bisa.

Kok bisa?

Ya bisalaaaah!

Bilangan sejuta, bila kurang satu, jadi sejuta nggak?

Anak kecil juga tau, sejuta kalau kurang satu nggak jadi sejuta, hanya 999 999.

Begitu pentingnya satu angka, termasuk satu suara.

Semua kontestan berusaha mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya, karena beda satu suara saja dengan kontestan lain artinya kalah!

Kadang kita tidak menyadari arti penting satu suara yang kita miliki, sehingga kita tidak memanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk sebuah perubahan.

Banyak alasan, mengapa sebagaian kita bersikap seperti itu: bisa jadi sudah pesimis dengan kondisi yang ada, bahkan sinis terhadap semua kontestan, lebih parah lagi sampai apatis terhadap nasib negara, di mana dia lahir, hidup dan mungkin juga mati.

Andai, aaaaah, sekali-kali boleh ya berandai-andai?

Andai setiap warga negara Indonesia yang memiliki hak suara menyadari sepenuhnya bahwa satu suara miliknya akan mempengaruhi kebijakan dalam mengurus negara ini, tentunya, yang masih memiliki sedikit saja jiwa nasionalisme akan berhati-hati menitipkan suaranya.

Dia akan cermat melihat, siapa-siapa yang layak mengemban amanah.

Dia akan memperhatikan partai mana yang bisa di harapkan untuk memperbaiki negara ini, dilihat dari kualitas kader-kadernya dari lapisan atas sampai bawah.
 
Dia akan melihat, apa kiprah kader-kader masing-masing partai di masyarakat.

Dia tidak akan mudah termakan fitnah, karena menyadari begitu serunya pertarungan antar kontestan, bukan sekedar memperebutkan kekuasaan tapi lebih jauh dari itu, karena di sini sedang terjadi pertempuran sengit antara hak dan bathil, antara orang-orang yang semata-mata memperkaya diri dan kelompoknya dengan kekuasaan itu atau orang-orang yang lebih banyak melayani dan membela silemah dengan kekuasaan di tangannya.

Sejarah akan bergulir dan terulang secara substansial, bahwasanya antara hak dan bathil akan selalu berseteru, tinggal kita memilih posisi, mau ikut kelompok yang hak atau membela yang bathil.

Jangan bilang nggak pilih satu diantara keduanya, karena tidak ada tempat untuk orang seperti itu.

Friday, February 7, 2014

UBAH DUNIA DENGAN PENA

Wow! super!

Keren banget? Mimpi kaleee?

Pernah dengar atau baca istilah seperti judul di atas?

Itu bukan mimpi kosong, karena beberapa penulis sudah melakukan dan membuktikannya.

Bagaimana ceritanya pena bisa mengubah dunia? Hei- hei, bukan bentuk bumi loh yang berubah, tapi kondisi dunia ini yang berubah, dan pena yang dimaksud bukan pena sakti tapi tulisan, hasil pemikiran yang diabadikan dalam tulisan.

Gampangnya begini, misalnya saya membaca buku-buku karya Ibnul Qoyyum (terjemahan maksudunya he he), saya akan terpengaruh, kemudian saya akan mengubah pola fikir yang kemudian terefleksi dalam pola sikap dan pola hidup. Terjadi perubahan pada diri saya karena tulisannya, kalau ternyata sangat banyak orang yang seperti saya, berarti wajar kalau ada sebagian isi dunia berubah, karena bagaimana dunia tergantung manusianya.

Sangat mungkin semua penulis ingin mencapai itu. Yang jadi pertanyaan, dunia tentang apa yang ingin kita ubah? kemanusiaankah? pemerintahankah? moralkah? seni budayakah? pardigma berfikirkah?

Ini sebuah pertanyaan mendasar bagi seseorang yang benar-benar ingin menjadi penulis.

Penulis yang ingin mengubah dunia adalah penulis yang mempunyai tujuan jelas dengan kepenulisannya.

Jadi ini sepertinya perlu segera kita pikirkan, sebagai seorang calon penulis. Bukan untuk membatasi imajinasi dan kreasi, tapi lebih tepat untuk memberi arah dalam perjalanan.

Ibarat kita berjalan, dengan tujuan jelas tempat mana yng akan dituju, walaupun mampir-mampir, tetap saja terus melanjutkan perjalanan sebelum sampai tempat tujuan.

Kalau mau menghemat waktu, ya nggak usah mampir-mampir, fokus pada tujuan yang telah dicanangkan, tapi hati-hati, kalau nggak ada mampir-mampirnya, nggak ada variasinya, sering didatangi mba beti eh...bete.

Thursday, February 6, 2014

DI TIRU

"Waah! gayaku ditiru!"

Mungkin kita pernah berfikir seperti itu ketika melihat sikap, gaya berpakaian, cara pendekatan pada seseorang, dan sebagainya, termasuk di dalamnya gaya kepenulisan.

Setelah beberapa bulan bergabung di Komunitas Bisa Menulis, aku juga memperhatikan hal seperti itu. Aku mencermati gaya kepenulisan anggota yang aktif memposting hasil karyanya, baik itu yang berupa puisi, cerpen, potongan novel, artikel maupun tulisan yang tak jelas jenisnya, yaa semacam curahan hati gitu!

Aku memperhatikan gaya masing-masing anggota, baik dari cara pemilihan judul, gaya narasi atau dialog dalam tulisannya, ciri khas pesan-pesan yang disampaikan, gaya mengundang komentator, gaya menanggapi komentar-komentar yang masuk, termasuk gaya mencari sensasinya he he.

Dari pengamatan itu, sedikit-demi sedikit aku mengenali satu-dua anggota yang kemudian berlanjut menjadi sebuah persahabatan dan ikatan emosional, sehingga ketika jiwa membutuhkan sesuatu, tahu siapa yang akan dihubungi.

Selain itu juga mengenali, gaya yang mana orisinil milik siapa, siapa yang meniru dalam rangka belajar kemudian menemukan gayanya sendiri.

Bagi seseorang yang "merasa" gayanya ditiru, akan ada beberapa sikap mental yang muncul, tergantung sifat apa yang mendominasi dirinya.

Bagi seseorang yang jiwa bisnisnya dominan, bisa jadi dia akan bergumam," Hah, gawat. Ada pesaing baru yang akan menyaingiku!"

Bagi yang jiwa pendidiknya lebih dominan, dia akan merasa bahagia," Alhamdulillah, pelajaranku bisa diterima dengan baik."
Seorang guru akan bahagia jika muridnya lebih pandai dan sukses dari dirinya, karena dia tahu, akan ada pahala yang mengalir baginya.

Bagi yang dalam dirinya memiliki jiwa bisnis dan jiwa pendidik yang berimbang, dia akan mengatakan,"Hmm muridku sudah memahami dan mengikuti jejakku, artinya ada dua orang dengan gaya yang sama, kalau begitu aku harus lebih kuat dengan gayaku agar tetap laku atau aku akan memodifikasinya menjadi suatu gaya yang lebih menarik."

Ha ha ha ini hanya sekedar opini.

4 > 1

ketika ku menuding seseorang dengan dengki
segera kutarik tangan ini, kuingat empat jari mengarah ke dadaku
empat lebih banyak dari pada satu

ketika ku memvonis seseorang tidak empati
segera kutarik tangan ini, kutahu empat jari sedang menudingku
empat lebih banyak dari pada satu

ketika kutuduh seseorang munafik
masyaallah, apakah aku tahu isi hatinya?
empat jari sedang menudingku
naudzubillahi mindzaalik

tak mudah memang tuk menghindari arogansi
tuduh sana tuduh sini
walau hujjah belum terpenuhi
hanya sebatas pandangan subyekif dan emosi

KESULITAN YANG TERSULIT

Ketika membaca sebuah hadist yang mengatakan, bahwa barangsiapa yang kontinyu beristighfar, maka Allah akan memberi jalan keluar dari setiap kesulitan, kesudahan dari setiap kesedihan dan memberinya rizki dari jalan yang tidak disangka (HR Abu Daud dan Ibnu Majah), aku mencoba mentadabburinya.

Mengapa untuk mendapatkan jalan keluar dari kesulitan dengan minta ampunan kepada Allah?

Mengapa untuk menghilangkan kesedihan dengan minta ampun kepada Allah?

Mengapa mengharap rizki dari arah yang tidak disangka dengan minta ampun kepada Allah?

Bukti iman kepada Rasulullah Shalallahu'alaihi  wassalam adalah membenarkan apa yang diucapkan dan melaksanakan apa yang diajarkan.

Tetapi Allah juga memerintahkan kita memikirkan ayat-ayatNya, termasuk hal-hal yang diperintahkanNya melalui RasulNya.

Mau tahu hasil tadabburku? He he, hasil tadabbur kita nggak harus sama ya, ini hasil tadabburku, yang mau ambil dipersilahkan.

Menurutku, tak ada kesulitan yang lebih sulit daripada tidak diampuni Allah, tak ada kesedihan yang lebih menyedihkan daripada tidak diampuni Allah dan tak ada rizki yang lebih berharga daripada mendapat ampunan Allah.

Maka segala kesulitan, kesedihan dan kesempitan rizki tak kan terasa ketika kita larut dalam upaya permohonan ampun kepada Allah.

Allah takkan pernah ingkar janji, mari perbaiki kuantitas dan kualitas istighfar kita.

Ini tadabburku, mana tadabburmu ?

Wednesday, February 5, 2014

MENANAM - MENUAI

Kalau kita menanam benih padi, wajar kalau akan menuai bulir padi.

Jika kita menanam biji mangga, seharusnya akan menuai buah mangga.

Jika kita menanam pikiran, maka akan menuai perbuatan.

Loh koq gitu? Apa hubungannya?

Oke, perhatikan diri masing-masing, apakah yang kita lakukan tanpa dipikirkan sebelumnya?

Hampir semua perbuatan merupakan apa yang kita pikirkan sebelumnya, terutama yang kita pikirkan berulang-ulang. bahkan seorang yang kurang pede sekalipun, ketika memikirkan sesuatu secara berulang-ulang, membuatnya berani melakukan apa yang dipikirkannya.

Jika kita menanam perbuatan, maka kita akan menuai kebiasaan.

Apa yang kita lakukan merupakan refleksi dari apa yang kita pikirkan.

Biasanya kita akan merasakan berat saat melakukan sesuatu saat pertama kalinya.

Pernah bicara di depan kelas disaksikan guru dan semua teman? Bagaimana rasanya ketika itu kita lakukan untuk pertama kalinya? Kaki terasa berat untuk diajak melangkah ke depan kelas, kaki tangan terasa dingin, keringat bercucuran, jantung berdegup kencang, suara seakan tidak mau keluar, ketika keluar terasa bergetar. Jarum jam terasa berhenti berputar, karena begitu lama terasa siksa di hadapan puluhan pasang mata.

Situasi seperti ini sangat wajar dan hampir pasti pernah dialami oleh semua pembicara yang sekarang kelihatannya begitu mempesona di panggung, nggak percaya? Silahkan survey!

Perbuatan yang kita lakukan berulang-ulang, diawal sangat berat dan sulit melakukannya, lama-kelamaan akan menjadi suatu kebiasaan yang kita dengan ringan hati dan senang melakukannya, bahkan tanpa memikirkannya lebih dulu.

Kebiasaan dalam diri seseorang yang sudah tidak pernah ditinggalkannya lagi, maka akan menjadi karakter, dalam arti sesuatu yang tak terpisahkan dari dalam diri seseorang. Sesuatu yang menjadi ciri dan tanda yang dikenali orang lain tentang dirinya.

Karakter yang mendominasi seseorang sangat berperan dalam menentukan nasibnya.

Hah! Jadi, nasib yang diterima seseorang diawali dengan penanaman pikiran ya?

Hmmm jadi, kalau kita ingin mengubah nasib berarti harus mengubah pola pikir ya?

Tuesday, February 4, 2014

RASA-RASA


RASA RASA (diposting di Komunitas Bisa Menulis 25 oktober 2013)

kemarin kuberhasil mencari tahu
apa alasan para sahabat membaca, me like n memberi komen sebuah postingan

aku jadi lebih ingin tahu lagi
apa rasa para pemosting ketika menunggu respon sahabat yang lain?

ketika tak nampak satupun jempol muncul (jarang ditemui)
ketika hanya dapat jempol tapi tak ada komen
ketika postingan bertabur jempol dan komen
ketika postingan menjadi forum diskusi

semua kita pasti pernah merasa
baik yang baru gabung maupun yang sudah dianggap tua
jangan segan berbagi cerita
yakinlah bahwa itu akan menjadi kebaikan semata
Suka ·  · Berhenti Mengikuti Kiriman ·  · 25 Oktober pukul 20:51