Tuesday, October 29, 2013

MBONCENG

Hai... jumpa lagi, apa khabar kawan?
Hari ini aku punya cerita seru lho, beneran!

Tadi siang aku mengantarkan Umi ke pengajian pake motor Abi yang jadul itu, aku yang memboncengkan Umi, he he keren nggak?

Eh ... pasti bilang aku bohong? Enggak, suer, beneran, aku yang memboncengkan Umi, Kan kata Umi, bohong itu nggak boeh, Allah nggak suka.

Sayang, hp Umi dan Abi jadul, nggak ada kameranya, jadi nggak ada fotonya waktu aku membonceng Umi naik motor, lah kalau foto ini, aku sedang main di kamar.

Aku kalau naik motor sama Abi senengnya di depan, sambi pegang stang motor, mataku bisa meihat apa yang ada di depanku. Kalau duduk di belakang, paling hanya bisa lihat samping kanan atau kiri, dan lagi sempit, karena ada Umi.

Nah, tadi seperti biasa, aku duduk di depan, pegang stang, yang kanankan biasa untuk ngatur gas. Tadi untuk pertama kainya aku yang mengatur besarnya gas, tapi ya di pandu Abi. Tangan Abi yang kiri tetap memegang stang, sedang yang kanan di lepas, tidak memegang gas, hanya jaga jaga saja.

Ketika jalan menanjak, Abi akan bilang " tarik" lalu gas aku tarik ke arah bawah, sehingga tenaga motor semakin besar, nah kalau jalan menurun atau jelek atau di depan ada mobil, Abi akan biang "lepas", maka pegangan gas aku kendorkan.

Nah, sekarang percaya kan? Aku nggak bohongkan? Makanya jangan langsung menuduh kalau keterangannya belum lengkap.

Tau apa yang Umi bilang waktu sampai di rumah?
" Terima kasih ya Harish sayang, sudah mengantarkan Umi pengajian." sambi menoel pipiku.

Ihhhh, senengnya, mungkin kalau ada kaca aku akan meihat bagaimana hidungku mekar karena rasa bangga, he he.

Monday, October 28, 2013

PEMBANGKANG

Pembangkang!

Kata itu bagai tombak menghunjam dada, merobek hatiku.
Untunglah kuterima dalam bahasa tulis, kubaca di kamar, menjelang tidur.
Apa jadinya?
Menangis!... benar benar aku menangis, tersedu, bahkan menjerit.
Kubenamkan wajahku ke bantal, sedalam dalamnya, agar tangisku tak mengundang tanya suami atau membangunkan lelap anakku.

Tahun 2000, tiga belas tahun yang lalu, label pembangkang itu disematkan oleh seseorang yang punya posisi sebagai pembimbingku.

Aku tidak terima, ingin berontak, protes. Ku adukan semuanya pada suami yang tentunya lebih faham dan mengenaliku seada adanya dibanding orang yang memberiku label yang masyaallah itu.

Eh, semalam aku dapat brand yang serupa, pembantah!

Menangiskah? Marah marahkah aku?

Tidak, untuk kali ini aku tidak menangis, sekedar berfikir dan evaluasi diri.

Juga mentertawakan diri sendiri, ah ternyata dalam hal yang satu ini aku tidak banyak berubah.

Memoriku berputar mundur, mengingat perjalanan kehidupanku sampai saat ini.

Kuhentikan pada satu waktu, masa kecilku, yang kuanggap sebagai pupuk penyubur karakterku yang satu ini, bisa jadi kalau kutarik lebih kebelakang, ada juga faktor keturunan berperan, walau sedikit.

Pola asuh. hei... jangan sinis dulu, aku tidak sedang mencari kambing hitam atau kuda coklat.

Dalam teori, karakter seseorang terbentuk oleh dua faktor, yaitu keturunan dan lingkungan.

Faktor keturunan. . . ah sudahlah, untuk yang satu ini tak usah dibahas, bukan wewenang kita sebagai makhluk, kita bahas faktor yang kedua saja.

Lingkungan, terdiri dari banyak unsur, bisa berupa sikap orang orang yang ada di sekitar, budaya yang berlaku, sistem yang diterapkan, sarana dan prasarana yang digunakan, dll.

Masa kecilku.

Aku dari keluarga sederhana, sangat sederhana bahkan. Ayah seorang guru idealis, begitu idealisnya sampai masa pensiun golongannya hanya II D, walaupun masa pengabdiannya seumur yang seharusnya, padahal teman seangkatannya bahkan yang menyusul belakangan golongannya jauh lebih tinggi, itu semua karena idealisme beliau yang tidak mau berlaku curang, yang sekarang disebut KKN.

Ayahku cerdas, itu tak dapat dipungkiri, beliau banyak membantu orang orang yang ada dilingkungannya ketika menghadapi masalah, aku kagum dengan kelebihan beliau, walau ada juga sisi lain yang membuatku sedih dan menangis sampai saat ini.

Selama sekolah aku menonjol, bukan karena cantik, supel, anak orang kaya, atau yang lainnya, tetapi karena zaman itu yang menjadi ukuran prestasi dan kecerdasan adalah nilai akademik. Aku termasuk murid berprestasi, bahkan posisi tertinggi di SD, SMP, SMA, walaupun tanpa ketekunan belajar. Belajarku hanya mengandalkan memperhatikan penjelasan guru ketika di kelas, dan tidak pernah atau jarang sekali mengulang pelajaran di rumah, apalagi ikut les tambahan, he he tak ada biaya juga.

Satu hal yang terpupuk sejak kecil, aku jadi andalan teman temanku ketika guru selesai menerangkan pelajaran, kemudian bertanya," Ada pertanyaan?" he he he biasanya seluruh mata tertuju padaku, termasuk mata sang guru. Karena merasa bertanggung jawab dan menjaga situasi kelas dan mood guru, aku selalu berusaha mengajukan pertanyaan.

Aku juga membayangkan, kalau jadi guru, materi sudah disampaikan semua, waktu masih ada, trus tidak ada yang bertanya, mau apa coba? tanda tanya juga kan, nih murid nggak ada yang tanya, saking ngertinya atau saking nggak ngertinya?

Kondisi tersebut terbawa sampai ke kampus, di ruang kuliah, di organisasi atau di suang diskusi.
Aku jadi terbiasa adu argumen, berfikir kritis dan berani bicara dengan siapapun.

Dengan modelku yang seperti ini, siapa yang diuntungkan?

Lingkunganku, teman temanku. Biasanya setelah kejadian di forum diskusi, yang berakhir dengan beda pendapat, temam teman berbisik padaku, mereka merasa terwakili. Tidak semua kita berani dan mau bersinggungan dengan orang yang punya wewenang menentukan kebijakan, walaupun tidak setuju dengan kebijakan itu.

Lalu apa yang kudapat? Ha ha ha, aku hanya dapat stempel idealis, atau pembuat ide, dan yang menikmati hasil pengembangan ideku adalah orang lain.

Lihat, berapa banyak teman temanku yang jadi orang hebat, yang dulu adalah orang yang berbisik kepadaku, merasa terwakili oleh suaraku?
Juga ada yang bertengger sebagai pemimpin organisasi yang ide munculnya organisasi itu dari otakku?
Aku di mana? da da terima kasih idenya, silahkan buat ide ide baru.

Mau apa? Sakit hati? Apa untungnya?

Alhamdulillah, suamiku orang hebat, ketika aku mulai ingin berontak, beliau berkata," Sudahlah, kita bekerja untuk siapa? Untuk Allah bukan? Biarlah Allah yang memberi imbalan untuk kita." hmmmmm adeeeem.

Aku jadi terbiasa sakit hati, tapi dapat kunetralisir dengan selalu mengingat jawaban suamiku.

Dendam? sama sekali tidak, bahkan mereka mungkin tidak tahu bahwa aku sakit hati, bukan aku munafik atau pura pura dihadapan mereka, tapi karena aku sudah memaafkan mereka tanpa mereka minta maaf.

Kembali pada stempel, pembangkang, pembantah, bahkan ada yang lebih ekstrim, dengan sindiran, seperti orang yahudi. Aku jengah, tapi aku maklum.

Manusia menilai orang lain sebatas yang mereka tahu. Mereka menilaiku sebatas menyaksikan ulahku dan pembicaraanku, tapi yang tahu hatiku hanya Allah.

Ketika orang mengatakan aku mengajukan pertanyaan seperti pertanyaan yahudi, tak ada niat sedikitpun untuk itu, aku hanya berusaha kritis dan ingin melakukan yang terbaik yang bisa aku lakukan.

Aku tak ingin terjebak pada loyalitas buta, karena apa yang kuputuskan, kulakukan, semua berpulang pada diriku, akulah yang harus bertanggung jawab di hadapan Allah, bukan suami, bukan sesiapa yang melabel dengan label apapun.

Aku ingin menjadi lebih baik, tapi apakah aku harus menjadi orang lain?

IMUN

I
Hai, namaku Harish, umurku belum empat tahun.
Aku keren nggak? Aku cakep nggak? Aku ganteng nggak?
Aku kelihatan sehat nggak? Lihat pipiku. . . gembil nggak?

Kawan, seumur hidupku, yang hampir empat tahun nih, belum pernah lho aku di ajak ke dokter oleh Umi dan Abiku karena sakit?

Kalau ketemu dokter di pengajian yaa, sering, karena aku sering ikut Ummiku ngisi pengajian, naaah, di sana ada yang dokter, dokter perempuan sih.

Aku juga belum pernah masuk rumah sakit karena di rawat, pernah sih masuk halaman rumah sakit, tapi aku di parkiran dengan Ummi, sedang Abi masuk sendirian ke rumah sakit menjenguk temannya.

Ingat lagu posyandu nggak? nyanyi yok, tapi satu bait saja ya?

Aku anak sehat, tubuhku kuat.
Karena ibuku rajin dan cermat.
sewaktu aku bayi, aku di beri ASI.
makanan bergizi dan imunisasi.

Lagu itu benar lho kawan, walaupun Ummiku ehem ...( rada rada galak gitu... sssst, diam diam ya? )
tapi umiku memang cermat menjagaku.

Ummi memberiku ASI dua tahun pul eh... full, nggak kurang seharipun.
Umur empat bulan aku sudah dikenalkan dengan berbagai macam rasa, memang belum pakai jadwal sih, hanya mengenalkan saja. Ummi tidak memberlakukan ASI ekseklusif enam bulan, karena khawatir terlambat mengenal rasa dan mempengaruhi pola makan. Lha Ummikan sudah berpengalaman merawat kakak kakakku yang lima orang itu lho he he he katanya belajar dari pengalaman.

Selain ASI kadang-kadang aku diberi susu formula, terutama ketika Ummi terpaksa meninggalkanku di rumah bersama Abi karena ada urusan,tapi aku tidak suka, maka susu itu hanya ku buat mainan. aku juga tidak suka minum dengan botol dot. Kalau Ummi pergi, aku di beri susu formula dengan botol bergambar warna warni, aku suka gambarnya, ku bolak-balik, lalu... cetaar, kulempar sejauh yang aku bisa. mmm memang ternyata hanya aku sendiri anak Ummi yang coba di beri susu botol, itupun hanya untuk jaga jaga. Semua kakakku tidak ada yang diberi, kata Ummi kalau sering minum dengan dot akan mengganggu pertumbuhan organ mulut, juga akan kesulitan ketika harus melepaskannya, ah... repot! Menyapih ASI saja sudah membuat Ummi tidak tidur karena anaknya rewel, masa iya mau ditambah repot menyapih dari dot botol?... ngak lah yau, urusan Ummi kan banyak.
Ketika sudah tumbuh gigi, makana yang diberikann untukku lebih bervariasi, tentunya sesuai dengan tahap perkembanganku. Eh jangan nggak percaya ya... aku kenal rasa pedas ketika umurku baru delapan bulan, he he he keren kan? Eh jangan menyalahkan Ummi, hanya nyicip koq, biar tahu rasanya, kemudian Ummi mengenalkan, itu lho yang namanya rasa pedas, he he he.

Ketika sudah waktunya makan nasi, Ummi nggak bingung tuh kalau aku sedang tidak mau makan? Kan banyak makanan lain selain nasi, yang penting giziku tercukupi, hmmm Ummi bisa memberikan padaku berbagai jenis makanan selain nasi, ada bakwan, pisang rebus, roti, kue dari singkong, hmmm semua enak enak, kan bosen kalau tiap hari makan nasiiii terus?

Nah, yang ini rahasia ya? aku nih nggak pernah di imunisasi loh, aku kalau kalau dibawa ke posyandu hanya ditimbang, tidak di imunisasi, trus ketemu dengan bayi dan balita lain. Koq nggak di imunisasi, apa nggak bahaya? Kata Ummi, setiap manusia lahir sudah dibekali dengan yang namanya anti body, dibuat oleh tubuh sendiri. Kalau pertumbuhan dan perkembangan kita baik, segala penyakit akan dimusnahkan oleh anti body itu. Kalau aku sakit juga obatnya hanya di pijit Ummi, akukan nggak suka sama obat? kalau aku demam, sebelum 40 derajat, Ummi tidak memberiku turun panas loh, ya itu tadi, hanya di pijit dan di kompres, trus aku sering sering di beri minum.Tapi kasihan Ummi kalau aku sakit, soalnya selau terjaga untuk merawatku, jadi sering kurang tidur, mungkin itu ya, makanya Ummiku nggak bisa gemuk he he, maafin aku ya Ummi sayang.  

Aku juga katanya cerdas, coba lihat fotoku, kelihatan cerdas nggak? he he he.
Alhamdulillah, aku selalu dijaga dari makanan dan minuman yang subhat, termasuk juga obat. Bila terpaksa dan dipandang sudah waktunya harus minum obat karena anti bodyku sedang lemah, maka Ummi memberiku obat herbal yang diraciknya sendir, jadi tahu bahan apa yang masuk ketubuhku.

Alhamdulillah, ya Allah atas karunia yang kau berikan, Kawan, tolong doakan aku sehat selalu yah, supaya aku bisa jadi anak sholeh yang cerdas, amin

Saturday, October 26, 2013

BANGGA



Dia anakku, ya, anak pertamaku, usianya baru 18 tahun, baru lulus tingkat SLTA
Aku bangga padanya! lho? bangga? Atas dasar apa?
Hei sebentar, kita luruskan dulu pemahaman kita tentang bangga, agar kita bicara di gelombang yang sama.   Pada umumnya bangga mewakili perasaan besar hati, senang, merasa lebih, bahkan mengarah pada sombong, meremehkan orang lain. Tapi tolong, untuk kali ini izinkan aku menggunakan kata bangga untuk mewakili perasaanku yang sedang besar hati tapi tidak sombong, bahagia, bersyukur, senang, boleh ya? Mengapa tidak pakai istilah yang lain? Apa dong? bersyukur? nggak salah sih, tapi koq pengen pake kata bangga, boleh ya?

Oke, lanjut.
Mengapa aku bangga padanya?
Apakah karena dia foto bareng pak menteri? dekat- dekat lagi? he he he
Tentu bukan, karena untuk bisa seperti itu tidak terlalu sulit.
Dan lagi sekarang menteri, siapa yang tahu kapan berakhirnya beliau jadi menteri?

Apakah karena dia ganteng? he he maklum, laki laki, ah yang lebih ganteng banyak
Apakah karena dia anakku? Alhamdulillah, dia dititipkan Allah sebagai anakku
Apakah karena dia cerdas? Ya, dia cerdas, seperti manusia lainnya yang mempunyai kecerdasan di bidangnya masing masing
Apakah karena dia sudah mandiri di usianya yang masih muda? ya, walaupun belum sepenuhnya.
Apakah karena dia Hafizh Qiur'an? nah yang ini benar sekali, karena ini istimewa bukan hanya di mata manusia tapi juga dalam pandangan Allah, semoga kualitasnya tetap terjaga ditengah kesibukannya.
Apakah karena dia pemberani? Ya, tanpa keberanian tak mungkin dia jadi petualang.
Apakah karena dia baik hati? Ya, terbukti dari banyaknya sahabat yang dia punyai.
Apakah karena dia berani ambil keputusan? itu salah satunya, tamat SLTP, setelah khatam hafalannya, dia putuskan belajar dengan caranya sendiri.
Apakah karena dia pandai bernegosiasi? Aha! benar sekali, bahkan aku, Uminya, sering tak mampu mematahkan argumentasinya, bila dia gagal menghadapiku, ilmu rajuknya dia keluarkan he he.
Apakah karena dia berbakat jadi pemimpin? ya, minimal adik adiknya segan padanya, satu lagi, dia sudah terbiasa menjadi imam sholat memimpin jamaah yang lebih dewasa bahkan berpangkat.

Sekali lagi aku bangga bukan karena merasa lebih dari orang tua lain, tetapi jika aku membandingkan dengan kondisi anak seusia pada umumnya, aku benar-benar sangat bersyukur, aku tidak selelah orang tua yang harus menghadapi permasalahan keremajaan anak anaknya.

Aku bersyukur diizinkan Allah mengantar anak anak sampai usia baligh dalam kondisi mereka sudah menyadari posisinya sebagai manusia yang harus mempertanggungjawabkan semua apa yang dilakukan kepada Allah, sehingga aku tidak harus was was sepanjang hidup mengkhawatirkan keselamatan mereka.
Ketika mereka memperoleh tanda batas usia kanak- kanaknya telah berakhir, mereka sudah tak perlu lagi diperintahkan untuk sholat, karena sudah terbiasa dan tidak lagi berat, misalnyapun agak menunda-nunda, itulah bagian mereka minta perhatian kita sebagai orang tua, minta di ingatkan, tetapi untuk meninggalkan sholat? itu sudah tidak lagi terjadi.

Apakah aku sudah cukup puas? ooo tidak! Aku tahu, perjalanannya masih panjang, perjuangannya baru dimulai, halangan, rintangan, godaan begitu banyak yang akan menghadang, menikam, menendang, aku tak kan pernah berhenti mendampinginya, dengan cinta, sayang, perhatian dan terpenting doa doaku.

Rasa bangga dan syukur ini menimbulkan sensasi lain, sebuah keinginan. aku ingin ibu ibu lain merasakan apa yang aku rasakan. Aku akan sangat bahagia bila anak anak mereka seperti bahkan lebih dari anakku, karena dengan itu, sebagai orang tua aku akan merasa lebih tenang meninggalkan mereka, karena mereka akan hidup dizaman yang lebih baik dari zamanku.

HAMPA



dia datang tiba tiba
tanpa pemberitahuan sebelumnya
tanpa ada jadwal yang mengaturnya
tak juga karena aku mengundangnya

kosong
itu yang kurasa
tanpa sebab juga bukan akibat
seakan semua hal lenyap tanpa syarat

senyap
itu yang ada
bukan tanpa suara
tapi suara sehebat apapun disekeliling tak mempengaruhinya

biarkan, biarkan dia hadir
jangan cepat cepat kau usir
itu berarti kau sedang membutuhkannya
nikmati saja tuk beberapa jenak

Thursday, October 24, 2013

AKU INGIN HOME SCHOOLING


“ Umy, Hany Home schooling saja ya?”
Heh? Daun telingaku seakan berdiri mendengar suara dari belakang punggung. Memang sejak tadi gadis tanggungku tiduran di belakang punggung, tak ada suara sebelumnya, tak ada tanda tanda akan ada yang dibicarakannya. Kufikir sedang membaca, karena tadi sekilas dia datang kulihat memegang buku. Segera kuhentika tarian jemari di atas keyboard. Kubalikkan badan, sepenuhnya menghadap padanya, yang ternyata ... masyaallah, sedang terisak. Kugeser tubuh, kuraih kepalanya dan kurengkuh dalam peluk pangkuanku. Ku usap kepalanya mengikuti alur rambutnya, kubiarkan dia tumpahkan air matanya, sesak dadanya, beban batinnya. Setelah kuyakin dia lebih tenang dari tarik nafasnya, kuangkat kepalanya, kuisyaratkan agar dia duduk dengan lebih nyaman.
“ Sekarang cerita sama Umy, apa yang terjadi, koq Hany bilang seperti itu?”
Masih dengan sisa sisa isaknya, bicaralah dia dengan penuh emosi.
“Hany cape dibandingkan dengan mas terus. Hany sudah berusaha berubah, memperbaiki diri, tapi tetap saja sikap mereka bikin hati keqi!”
“Mereka siapa?” tanyaku, masih belum mengerti.
“ Ustadz, utadzah, kakak kakak, temen temen, semuanya!”setengah berteriak dia luapkan emosinya.
Aku mengerti, sangat mengerti.
“Bukannya Hany sekarang sudah homeschooling? Kan sudah nggak nginap di pondok lagi? Pagi diantar, pulang dijemput, tidur di rumah, malam di rumah.”
“Hany pengen homeschooling full.” Jawabnya mantap.
Hmmm, bukan saat yang tepat untuk berembug, tunda dulu, tunggu waktu yang tepat.
“Oke, sementara ini Hany tenangkan hati dulu, biar nanti Umy bicarakan dengan Abi. Anggaplah Hany homeschooling, lakukan apa yang akan Hany rencanakan dengan homeschooling full itu.”
Hmmm, ujian lagi. Soal baru lagi. Inilah romantika jadi orang tua yang banyak anak, satu masalah teratasi, muncul masalah lain lagi, sabarrrrr, hanya itu penghibur hatiku.
Malamnya kubicarakan masalah ini dengan Abi. Aku faham bagaimana perasaannya, berat bebannya. Bukan suatu hal yang mudah untuk urusan pindah sekolah. Hany sudah empat tahun di pondok tahfiz yang sama dengan dua kakaknya. Keduanya sudah selesai dengan programnya, hafal 30 juz, dengan predikat yang baik. Giliran Hany, ada saja laporan yang tidak nyaman di telinga. Dari urusan tidak memenuhi target setoran, sering terlambat sholat berjamaah, tidak ikut tahajud di masjid, sering membolos sekolah umum dan sebagainya. Aku tahu, dari kecil Hany paling anti dibanding bandingkan. Kami sebagai orang tua tahu, tapi orang lainkan tidak tahu? Tidak mau tahu? Mereka akan berkomentar sesuai dengan pendapatnya, seleranya, tidak perduli dengan perasaan orang yang dikomentari.
Baru dua bulan Hany pindah ke pondok tahfiz yang lebih dekat rumah, minta kebijakan untuk nyantri kalong, karena ustadznya kenal baik, ya di izinkan. Dan pindah sekolah, mana ada yang gratis, jelas lebih mahal dibandingkan dengan biaya daftar ulang di sekolah yang sama.
Ini peristiwa ulangan, hanya sedikit beda masalah. Kesekian kalinya aku harus berperan sebagai jembatan, antara kemauan dan kondisi anak dengan beban dan kondisi Abi yang sangat aku fahami. Bagaimana aku harus bersikap bijak, membicarakan dengan Abi mencari solusi terbaik untuk masalah ini. Tiga tahun lalu anak pertamaku juga begini, baru masuk boarding school dua bulan, minta keluar, ingin menempuh pendidikan gaya ulama salaf, menuntut ilmu yang disukainya, tanpa terikat dengan lembaga formal. Belum lagi anak ke empat, adik Hany, baru dua bulan masuk pondok tahfiz Quran, juga minta keluar, kembali ke SDIT.
Mungkin ada sebagian orang tua berkomentar,”Koq mau maunya mengikuti kemauan anak?”
Aku maklum kalau ada yang berkomentar seperti itu, tapi bagi kami, setiap orang tua, setiap keluarga mempunyai kebijakan masing masing dalam mengelola keluarga dan rumah tangganya. Kami sekeluarga sepakat, bertekad menjadikan Hafizh Quran, hafal Al Quran sebagai cita cita yang harus di capai, bi iznillah, dengan izin Allah tentunya. Maka konsentrasi pada pendidikan awal anak anak kami adalah bagaimana hal itu tercapai sebelum mencapai lainnya. Jadi tak ada paksaan dalam pelaksanaannya, kami saling bantu. Anak anak dengan kerja keras dan ketekunannya dalam menghafal, kami orang tua berusaha semaksimal mungkin memfasilitasi untuk mencapai hal tersebut. Tak ada keharusan harus sekolah di mana atau mondok di mana, yang jelas tidak bergeser dari orientasi menjadi Hafizhul Quran.
Ini lontaran masalah yang harus dicari solusinya. Sambil menunggu kemantapan hati Hany, aku berusaha mempersiapkan segala sesuatunya, seandainya benar benar dia yakin dengan tekadnya, sedang Abi, berusaha mencari informasi tempat tempat yang mungkin di masuki seandainya Hany berubah fikiran dan ingin mondok lagi. Ini bukan yang terakhir, kami harus selalu bersiap dengan kejutan kejutan lain dari anak anak kami.
Kami beri waktu seminggu untuk memutuskan. Aku lihat kesungguhannya, dia buat target, satu juz akan dihafalkannya selama seminggu, satu juz atu minggu. Dia buktikan, hari pertama berhasil menghafal empat halaman, begitu juga hari kedua. Aku senang melihat semangatnya, sambil berfikir mana sanggup aku melakukan itu? Tapi masalahnya bukan hanya menambah hafalan, banyak lainnya. Bagaimana setorannya, bagaimana menjaga kualitas bacaannya, bagaimana penjagaannya, dsb.
Benar benar belajar sepanjang hayat. Mereka, anak anakku, mereka juga guruku, mereka yang menyampaikan ilmu kehidupan kepadaku, subhanallah

Wednesday, October 23, 2013

MR. TANTRUM



"Ikut Abi yok?"
“Kemana Bi?”
“Beli susu kotak”
Setelah Abi dan sikecil pergi dengan motornya, aku bersegera menangani pasien yang sudah menunggu di ruang praktek. Karena ini kunjungan kedua, tak terlalu lama wawancara dan observasi, sekedar menanyakan perkembangan dua hari belakangan. Tidak sampai sepuluh menit, penusukan sesi pertama sudah selesai, sambil menunggu waktu cabut jarum, aku lanjutkan tulisanku di komputer.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam, wow, banyak sekali belanjanya? Apa saja?”
“Susu kotak dua, roti tawar dan lolipop My,”
“Subhanallah, mau buka sendiri apa Ummi bantu?”
“Umy yang buka.” Katanya, sambil memberikan susu kotak kepadaku.
“My, mau nonton traktor.” Pintanya, biasanya, kalau ada pasien dan aku hanya berdua dengannya di rumah, memang aku izinkan dia nonton traktor di internet atau belajar membaca.
“Boleh, nontonnya di leptop, di kamar tengah.”
“Di sini aja sih My?” rajuknya
“Modem dikomputer habis pulsa, belum di isi, pakai yang di leptop saja ya?”
Sambil membawa susunya, si kecil ngeloyor pergi ke kamar tengah. Kulanjutkan mencabut jarum akupunktur sesi pertama dan dilanjutkan menusukkan jarum sesi kedua dengan posisi yang berbeda.
Kulanjutkan menulis sambil menunggu waktu melepas jarum. Menjelang waktu yang kutunggu, mendekatlah si kecil dengan mengulum lolipop di mulutnya.
“My yok bobok.”
“Sebentar ya, Umy mau cabut jarum dulu.’
“Umy, bobok sekarang!” o owh, dari tadi sudah berusaha dihindari, sampai sejauh ini sukses, akankah di titik akhir perjuangan gatot? Gagal total? Benar, akhirnya dia datang, Mr. Tantrum datang. Sebenarnya aku hanya bututh waktu dua menit untuk menuruti kemauannya, tapi baginya dua menit bukan waktu yang sebentar, dan memang seusianya belum tahu satu menit, dua menit, atau berapa menit, yang dia tahu sekarang, titik.
Karena menjaga kenyamanan pasien, Abi menggendongnya ke luar ruang praktek, waw, suaranya... meraung, menderu, menjerit, seolah diperlakukan seperti apa, padahal hanya diangkat dan dipindahkan. Tanpa fikir panjang, karena sudah saatnya juga jarum dicabut, aku segera bertindak. Tidak sampai dua menit, beres, aku berpamitan pada pasien, seraya minta maaf. Biarlah sesi selanjutnya diltangani Abi, toh sesi terapi sudah selesai.
Kuhampiri sikecil, kugendong setengah memaksa karena badannya diliuk liukkan memberontak, kupindahkan ke kamar tengah yang lebih nyaman dan lapang.
Temper Tantrum, istilah psikologi yang menggambarkan tentang kondisi emosi  seseorang ( biasanya usia balita) yang diekspresikan dengan sikap marah, agresip, kadang membahayakan diri dan lingkungannya, bahasa umumnya, ngamuk!
Banyaka teori dan tips untuk mengatasi Temper Tantru, dari upaya pencegahan, menghindari pencetus, mengalihkan perhatian, mengganti dengan sesuatu yang lain, memeluknya ketika sudah terjadi dsb. Pengalaman membuktikan ( he he he yang anaknya banyak ) setiap anak pernah mengalaminya, walaupun intensitas berbeda. Dan semua teori dan trik yang dianjurkan pernah kucoba, sampai akhirnya pada suatu kesimpulan pokok, terimalah itu sebagai suatu tahapan yang harus dilalui dan untuk mengatasinya, yang sangat dibutuhkan adalah sikap tenang dari orang dewasa yang ada didekatnya.
Tegang, emosi, marah tak akan ada gunanya, hanya memperkeruh suasana. 

Tuesday, October 22, 2013

TERSANDRA



Bungsuku memang luar biasa. Usia belum empat tahun, tapi, lihat akibat ulahnya:

Haki (hati kiri) : kesel, kesel, kesel! Sebel!

Haka (hati kanan): ada apa? Sewot banget?

Haki : bagaimana nggak keqi? Seolah hidupku hanya untuknya, urusanku hanya melayaninya, waktuku habis untuknya, bagaimana dengan lainnya? Ada Abi, kakak kakaknya, pasien, pengajian, tetangga, dll, mereka juga membutuhkanku, meminta perhatianku, bantuanku, nasehatku, kasih sayangku, pelayananku, aku juga kan punya hak yang harusnya aku penuhi. Bayangkan!

Mau berangkat sholat ditangisi, baru selesai sholat sudah membuatku berpaling padanya. Kapan waktuku khusyu’ bersamaNya? 

Tilawah? Baru satu halaman harus beranjak meladeni keperluannya, mau dapat satu juz? Ya siap dengan beronde ronde duduk berdiri duduk berdiri.

Mau mandi dicegah, harus bujuk bujuk dulu, dialihkan perhatiannya pada hadiah, atau nonton youtube kesukaannya, traktor! Itupun tidak selalu berhasil dengan mulus, perlu pakai nego dan tarik urat dulu.

Mau pengajian enakan ngabur, tanpa pamit. Buat dia asyik dengan mba’nya, itupun kadang ada acara menyusul ketempat pengajian karena tidak terlalu jauh.Kalau ku ajak dengan ikhlas, maka dia sibuk menyiapkan mainannya untuk di bawa, apakah di sana main sendiri? Wah kalau begitu aku akan senang sekali, tapi nyatanya, aku diajaknya bermain juga. Menolak? Wah bakalana rengekannya mengirngi suaraku menyampaikan materi pengajian, dan jelas peserta akan terganggu. Hhhhhh benar benar buat keqi!

Mau tidurpun melebihi bayi, minta garuk sana garuk sini, pijit kaki, urut dahi, belai kepala, punggung dan bahu, bagaimana nyaman dengan nyambi baca?

Ini yang super duper parah sekali. Ketika dia sadar aku manis duduk di depan lepi atau PC, woow, luar biasa dia beraksi, panggil ummi, ummi dan ummi, mau ini, mau itu, pakai tarik tangan yang jemarinya sedang menari. Puffff, seperti ini mau jadi penulis?

Belum lagi kalau ada pasien terapi yang harus kutolong dan layani. Tidak semua faham dan mengerti dengan pelayananku yang nyambi dan kadang ditangisi.

Haka : bukankah tadi malam kau telah berujar bersamaku dihadapanNya, kau ikhlas, ridho diciptakan sebagai perempuan dengan segala kodratinya. Bukankah itu kodratmu sebagai seorang ibu?

Haki : betul, tapi kodrat sebagai perempuankan bukan hanya itu?

Ota (otak) : Apakah itu berlaku seumur hidupnya? Selama hampir empat tahun?

Haki : Ya nggak juga lah, tapi aku rasakan sering, terutama belakangan ini.

Ota : apa kau sudah perhatikan, saat kondisi seperti apa dia bertingkah menyebalkan? Laparkah dia, sehatkah, lelahkah, butuh temankah?

Haki : Yaaa, memang sih, ketika dia sehat, segar, kenyang, dia lebih suka bermain dengan mba’, teman atau lebih suka ikut Abi bepergian.

Haka : juga perhatikan kondisimu, apakah saat itu kau sedang ikhlas, ridho?

Haki : Aneh, kalau aku ridho ya nggak seperti itulah!

Haka : itu artinya kau telah menjauh dariku yang sedang berusaha dalam keridhoan selalu, seperti yang kita ikrarkan semalam dikala bermunajat kepadaNya.

Haki : Ada apa dengan diriku? Lisanku selalu memanggil yaa Shobur, tapi tak jua kesabaran itu abadi dalam diriku?

Ota : sudahlah, tidak usah di besar besarkan, badai pasti berlalu, seperti yang lalu lalu. Ingat bagaimana kita bersama bisa mengantarkan kakak kakaknya sampai seperti sekarang, bukankah dulu mereka seperti sibungsu?

Haki : ya, tapi aku jangan disudutkan selalu, aku butuh ungkapkan semua ini tuk menghilangkan ganjalan yang menyesakkan.

Ota : Kalau kau sedang seperti ini, ingatlah, begitu banyak orang menunggu kau beri kesempatan menggantikan posisimu, mau?

Haki : apa maksudmu?

Ota : apa kau tak sempat memperhatikan si bungsu? Imut, cakep, menggemaskan, sehat, cerdas, kreatif, kalau kau sudah bosan dan tak sanggup lagi mengasuhnya, sangat banyak orang lain yang mau melakukannya.

Haki : Ota! Koq ngomongnya begitu sih? Ya nggak sejauh itulah!

Haka : ingat, siapa yang tahu lebih dulu ketika kau bersedih? Siapa yang mengusap air matamu dan mengecup pipimu, lalu luruh dalam pelukanmu, kadang air matanyapun ikut merebak?

Siapa yang sering mengajakmu ketempat tidur ketika kau asyik dengan kesibukanmua, kau jengkel, tapi dengan begitu kau sempat terlelap lima sepuluh menit.

Siapa yang minta makan bersama? Kalau tak begitu bukankah sering lupa dengan hak perutmu?

Siapa yang bangun minta di ambilkan minum di sepertiga malam, sadarkah bahwa itu cara Allah memanggilmu?

Haki : hu hu hu kalian benar, kalian benar!

Ota : baiklah, mari kita bersama lagi menjalani ini semua, biarkan kucari cara untuk mengalihkan perhatiannya, sehingga kau bisa sedikit lega untuk melakukan aktivitas lainnya.

Haka ; ya, aku kan membantumu menghilangkan ganjalan yang menyesakkan, mari kembali ridho atas semua apa yang telah dianugerahkan.

Haki : baiklah, mari bersinergi menikmati hari hari, dalam kesusahan selalu ada kemudahan, dalam keburukan masih ada kebaikan, fokus pada yang positif maka yang negatif akan mengecil dan tertutupi. 

Semua bisa di atasi, ketika kita menghadirkan Ilahi
  

Monday, October 21, 2013

GEMPITA DI PAGI HARI

Sebenarnya setiap pagi suasana di rumahku selalu gegap gempita. Sorak sorai bergembira ? bukan, lebih tepatnya pada kondisi sibuk masing masing menyiapkan keperluannya sendiri, ditingkahi suara Ummi yang tak henti menggiring, agar waktu tak menggiling.

Gempita itu lebih terasa ketika Ummi bangun kesiangan,
kalau Ummi tak tahajud malam,
kalau Ummi tidur terlalu larut malam.

Apa sebab ?

Seheboh apapun alarm dipasang, tetap saja alarm Ummi yang dinanti.
Suara Ummi yang merdu dipagi hari bak ayam meringkik
Tak kan sanggup dilawan oleh sehebat apapun kantuk.

bagai seruling isrofil
suara Ummi mampu membuat mereka berhamburan dari peraduan
saling tabrak mencari handuk, berwudhu dan menyiapkan seragam

denting piring piring, sendok dan gelas
menambah harmoni suara di pagi hari
ummi jilbabku belum digosok! gosok sendiri.
ummi dimana sepatu yang kemarin kucuci? cari sendiri
ummi buku penghubung belum diparaf? serahkan Abi
Ummi... wa wa wa nah itu bagian Ummi

Pagiku kembali sepi
seremoni salim dipagi hari tlah mengakhiri gempita di pagi hari
Barokallah

Saturday, October 19, 2013

AL QUDDUS

sucikan jasad ini dari makanan yang Kau haramkan
agar tak jadi penghalang pengabulan doa doa
yang kuhantarkan keharibaanMu

sucikan fikiran ini dari
prasangka buruk terhadap setiap kehendakMu
prasangka buruk tersebab pendengaran dan penglihatan
terhadap saudara saudara seimanku

sucikan fikiran ini dari
ketakutan tak beralasan
yang akan menjadi penunda dari rencana hebat yang aku buat

sucikan hati ini
dari menduakanMu yang akan jadi penghalang pengampunanMu
dari kesedihan yang menandakan aku tidak bersyukur atas nikmatMu
dari kegalauan, karena itu bukti aku sedang menjauh dariMu

sucikan lisan ini dari
kekasaran yang akan menyakiti mitra bicaraku
kejudesan yang akan menjadi bukti buruknya akhlakku
kesinisan yang mencerminkan kedengkianku

Friday, October 18, 2013

MAAF

kadang aku merasa tak bijak
ketika ku cek ternyata temanku di fb
telah menembus angka seribu empat ratus
sebagian aku yang mengajukan pertemanan
yang lainnya aku terima pertemanan dari yang meminta

apa arti pertemanan di fb?
inginku pertemanan di fb tak beda dengan pertemanan di alam nyata
saling berbagi, saling menginspirasi, saling memotifasi
disana ada yang mengeluh ingin di dengar
juga ada yang curhat luapkan sesak
ada yang bertanya mencari solusi
ada yang sedang berbahagia dan ingin berbagi
ada yang merasa sepi tak ingin sendiri

kuingin penuhi semua harap
layaknya kujuga ingin harapku ada yang memenuhi
apa daya...
alangkah hebatnya bila semua status kubaca, kucermati dan kutanggapi?
atau perlukah kupindah dunia?
ho ho ho tentu saja tidak

itu sebabnya kumohon maaf
bila kalian termasuk yang statusnya tak kubaca, cermati dan tanggapi

bila kau ingin curi hatiku agar kuberi perhatian untukmu
buatlah status yang mengusik hatiku
menarik mataku tuk melirikmu
menggerakkan jemariku tuk menanggapimu

sepakat?








t



AKU SEDANG DIMANJA

aih...aih... nikmatnya bila ini setiap hari
datang secangkir susu kopi ketika ku duduk di depan PiCi
tak lupa selepek singkong goreng yg baru dipanasi
eheeem nikmat sekali

ku sangat sadar diri
kegilaanku memuncak saat ini
mengejar ketertinggalan mimpi
yang tlah terkubur seolah anugerah yang tak berarti

pujaan hatiku sangat mengerti
itu sebabnya beliau rela melayani
memenuhi apa yang sedang ku ingini
walau kadang aku sendiri tak mengerti

lihat apa yang sedang dilakukannya
membereskan serakan buku yang masih terbuka
tak sungkan mencuci piring dan panci yang masih menganga
karena tlah bertumpuk dan tentu saja karena aku lupa

oooo belahan jiwaku
sungguh aku bahagia dengan perlakuanmu
kau dukung kegilaan baruku
yang kuharap ada sesuatu yang bisa kupersembahkan untukmu

( gila menulis )

AJARI AKU MENYAYANGI

kata ulama sayangMu tidak untuk semua
hanya untuk yang istimewa

kalau sayangMu untuk hamba yang muslim
izinkan kemuslimanku layak untuk itu
kalau sayangMu kau curahkan untuk yang beriman
izinkan setitik imanku pantas untuk itu
kalau amal sholeh yang menjadi syarat untuk mendapatkan
bimbing agar aku bernafsu meningkatkan

ajari aku menyayangi
pasti takkan sesempurna yang Kau lakoni
agar aku dapat menyayangi ibu
walau tuk membalas pengorbanannya tak mampu
kukirim sayang bersama doa untuk ayahku
warnai rebahku dalam peluk kekasih
merengkuh sayang mutiara hati
berbagi sayang untuk sesama

dengan sayangMu ku ingin semua makhluk menyayangiku


( Ar Rahim = Maha Penyayang )

Thursday, October 17, 2013

PERJALANAN

Kehidupan bisa kita ibaratkan sebagai sebuah perjalanan. Ada saat keberangkatan, ada aktifitas bergerak, ada akhir dari perjalanan ketika sampai tujuan.
Bila yang kita anggap kehidupan itu adalah masa dari lahir hingga mati, maka saat keberangkatan adalah ketika lahir, ditandai dengan usia 0 tahun. Perjalanan di awal kita hanya sebagai penumpang, ketika mulai remaja, kita sudah sedikit menentukan arah tujuan dan mengkreasi proses perjalanan. Jeda istirahat kita gunakan untuk mengevaluasi jalan yang telah kita lalui dan memperediksi yang akan ditempuh. jeda itu bisa dipilih karena waktu tertentu, misalnya saat tanggal lahir, atau ketika momen tertentu, kemudian perjalanan dilanjutkan sampai tujuan, kematian.
da saat jeda untuk istirahat, ada saat berhenti karena sudah sampai tujuan.

Benarkah sesederhana itu. lahir - hidup - mati ? Lalu bagaimana setelah mati? Adakah kaitannya dengan sebelum hidup? Informasi tentang hal ini tidak mungkin cukup hanya degan kita angankan, informasi valid tentang kehidupan tentulah dari yang membuat kehidupan itu.

Sebelum hidup :

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",(QS: Al-A'raf Ayat: 172)

Tugas kehidupan :

" Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu,"   (QS : Adzariyat ayat 56 )

Jeda dalam perjalanan :

Yaa Bilal, arihna bi shalaah.” Demikian kata Rasulullah kepada Bilal, muadzin pertama umat Muslim. Ucapan itu diriwayatkan dalam hadits Abu Daud dan Ahmad, artinya: ‘Wahai Bilal, Istirahatkan kami dengan solat.’ Rasulullah mengistirahatkan diri dengan sholatnya. Hidangan mewah ini yang merupakan peninggi bangunan jiwa seperti yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam hadits no 2616 yang demikian, Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah solat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah. Hadits ini berkedudukan shahih. Rasulullah SAW juga menggambarkan sholat sebagai kesejukan dan kesenangan hatinya seperti yang terdapat dalam hadits riwayat Ahmad, An Nasa’i dari Anas bin Malik ra berikut: “Dan Allah menjadikan qurratul ‘ain (sesuatu yang menyejukkan dan menyenangkan hati) bagiku pada (waktu aku melaksanakan) sholat.

Tentang kematian :

“Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kalian lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kalian, kemudian kalian akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan”. (Surat Al Jumu`ah: 8).

Hidup sesudah mati

Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka Tidakkah kamu memahaminya? (QS. Al An'am: 32)

Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.
Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang benar, lagi yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya). (QS. Annur: 24-25)


Perbedaan hitungan waktu di dunia an akherat

Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut perhitunganmu. QS Al Haj ayat 47

Dari beberapa informasi valid tersebut, bolehlah kita simpulkan, bahwasanya perjalanan kita tidaklah hanya antara lahir dan mati, tapi merupakan rangkaian panjang jeda jeda kehidupan yang kita sendiri sangat sulit tuk mengukurnya. Contoh, membayangkan perbandingan waktu dunia dan akherat yang 1 : 1000, tentu sangat tidak mudah.  Kehidupan dunia yang kita rasa panjang, berat berliku hanya terhitung seper seribu kehidupan di akherat, masyaallah!
Sedangkan bagaimana kehidupan di akherat sangat ditentukan oleh bagaimana kita menjalani kehidupan di dunia. Jadi, mungkin kita cek ulang tentang pemahaman kita tentang kehidupan di dunia adalah perjalanan. Rasanya akan lebih tepat ketika kita memahami, kehidupan kita di dunia hanyalah waktu yang kita butuhkan untuk mengumpulkan bekal untuk perjalanan yang sesungguhnya, yang dimulai dari terminal keberangkatan yang kita sebut dengan kematian. 








ULANG TAHUN


Besok, Jumat 18 Oktober 2013, adalah hari ulang tahunku
.
 Mungkin kalau orang lain, hari ulang tahun adalah saat yang ditunggu tunggu, karena biasanya di hari itu segala bentuk perhatian yang mengungkapkan kasih sayang dari orang orang yang mencintai dan dicintainya akan tumpah ruah. Momen yang sangat tepat untuk memberi perhatian, bagi orang yang sedang mencuri perhatian orang yang sedang berulang tahun. Di hari itu ucapan selamat ulang tahun, doa doa dan hadiah berdatangan dari orang orang yang ada relasi dengannya. Perayaan di hari itupun merupakan hal yang lumrah dengan berbagai bentuk acara.

Bagaimana denganku? Ulang tahun yang pertama sampai ke empat puluh tujuh tanpa perayaan, ada beberapa temanku yang mengucapkan selamat, tapi lebih banyak yang tidak. Hadiah?  He he he dapat satu saja, wow itu sudah kejutan bagiku. Sedih? Kalau sedang melo, ya sedih juga sih, tapi ku hibur diri dengan mengatakan, “ Mengapa sedih ? Tidak dirayakan? Selama ini tidak dirayakan, hidupku baik baik saja. Tidak mendapat ucapan selamat, doa dan hadiah? Lho aku maunya mendapatkan itu semua setiap hari, kalau hanya pas ulang tahun, lama sekali menantinya, harus menunggu satu tahun .
Aku juga tidak membiasakan perayaan ulang tahun dalam keluargaku,  karena beberapa alasan :
1.       Pembiasaan adalah salah satu metode pendidikan, ketika perayaan ulang tahun dibiasakan  itu artinya kita sedaang mendidik bahwa hal itu sesuatu yang biasa, kalau tidak diranyakan artinya kondisi sedang luar biasa.
2.       Belum kutemukan hukum syariah maupun tradisi Rosulullah dan para sahabat yang merayakan hari ulang tahunnya.
3.       Aku dan suami berasal dari keluarga yang tidak membiasakan perayaan ulang tahun.
4.       Bayangkan, aku, suami dan enam orang anak. Artinya dalam setahun ada delapan kali perayaan ulang tahun, wow banget?
5.       Ucapan doa dan selamat? Setiap pagi kucium anak anakku dan kudoakan barokallah, semoga Allah memberkahimu, minimal setiap ba’da sholat kudoakan suami dan anakku, belum lagi ketika mereka akan melakukan sesuatu yang khusus, misalnya ujian atau ikut lomba, mereka minta doa, ya aku doakan. Mengapa harus menunggu pas ulang tahun. Hadiah? Setiap ada kesempatan, aku selalu memberikan hadiah untuk meereka, baik  karena mereka melaakukan kebaikan ataupun karena memang mendapat rizki dan bisa memberi hadiah.
Lalu bagaimana dengan hari ulang tahunku besok? Apakah berlalu begitu saja? Mengapa tidak dimanfaatkan, bukankah kita harus memanfaatkan setiap momen untuk suatu kebaikan?
Baiklah, aku punya rencana. Tetap seperti yang lalu lalu, tak ada perayaan untuk ulang tahunku kali ini, tapi aku akan memanfaatkan untuk mendapatkan banyak kebaikan. Kalau aku minta teman teman mendoakanku setiap hari, mungkin merepotkan, karena kalian punya orang orang lain yang lebih prioritas untuk didoakan. Dimomen ini aku minta keikhlasan kalian untuk mendoakanku, agar doanya seragam dan sesuai dengan apa yang kuharapkan untukku, maka aku akan menyiapkan doanya, kalian membacanya sampai akhir, sampai akhir ya, plizzzz.

Bismillahirrohmanirrohim
Ya Allah, dengan merendahkan diri serendah rendahnya dihadapanMu, kumohon berikanlah kebaikan kepada hambaMu yang bernama Neny Suswati
Jadikanlah sisa usianya seberapapun itu selalu digunakannya untuk kebaikan
Jadikan detik detik waktunya selalu dalam ketaatan padaMu, nafasnya sebagai ibadah, seluruh gerak sendinya bermanfaat, diamnya adalah tafakur, lisannya adalah dzikir dan ucapan kebaikan.
Masukkanlah dia ke dalam golongan hamba hambaMu yang selalu bersyukur, bersabar dan berjuang di jalaMu. Jadikan diri dan keluarganya menjadi sosok teladan, inspirator, motivator dan siapapun yang berhubungan dengannya akan lebih mengingatMu ketika mengingatnya, memandangnya dan merasakan kehadirannya.  
Ya Rahim, tumbuhkanlah rasa kasih sayang dalam dirinya dan orang orang yang berinteraksi dengannya, agar tak ada kebencian diantara mereka, agar terjalin silaturahim yang Kau ridhoi. Amin
Terima kasih teman teman, semua doa diats akan terpulang kepada kalian karena malaikat mengaminkannya.

Selesai? Oh, belum. Ada satu lagi rencanaku, nanti malam, tepat pukul 00.00, kalau aku belum tertidur aku akan memejamkan mata, membayangkan diriku berpakaian indah warna coklat sangat muda, lengkap dengan jilbab berbunga meriah. Dengan senyum merekah, kududuk di ruang yang sudah dihias indah, penuh bunga aneka warna, dengan temaram sinar lampu yang lembut. Kududuk di kursi lapis beludru menantikan kedatangan suamiku yang berdandan ala pangeran, setelan jas warna senada dengan bajuku, menghampiriku, memegang tanganku dan mengecup dahiku dengan lembut, seraya berkata,” I love you darling, so much, forever.” Lalu dia menyodorkan kotak perhiasan berwana coklat berlapis emas, dibukanya dihadapanku, o ow, wow, seuntai kalung mutiara, berbutir empat puluh delapan, berkilat terkena cahaya lampu. Senyumku merekah semakin lebar, diambilnya kalung itu, dipakaikan ke leherku. Sempurna.


Tuesday, October 15, 2013

TERNYATA AKU BISA BUAT PUISI

Tak dinyana! itu pantas ku ucapkan untuk diri sendiri.
Sebelumnya tak terfikir sedikitpun, atau ingin mencoba tulisan yang namanya puisi. Bagiku puisi merupakan jenis tulisan yang punya derajat lebih dibandingkan jenis lain, karena dibutuhkan kepiawaian pemilihan kata yang membentuk susunan yang indah untuk di baca. Ya, menurutku, ciri pertama dari puisi adalah irama indah yang muncul ketika kita membacanya.

Aku terbiasa menulis dengan bentuk bebas, nggak pakai pakem tertentu, maklumlah, latar belakang ilmu bahasa dan sastraku hanya modal dari SD, SMP, SMA, setelah itu, nol. tak ada tambahan atau pengulangan, sedang pelajaran itu kudapat hampir tigapuluhan tahun yang lalu. Aku menulis semata mata ingin menyampaikan apa yang ada dalam fikiranku dengan harapan dapat menginspirasi dan memotivasi orang lain.

Kegiatan menulis kumulai kembali setahun yang lalu, ketika anakku membuatkan akun fb untukku. Ku mulai dengan menyusun doa dengan menyebut salah satu Asmaul Husna, dengan niat mensosialisasikan Asmaul Husna dan mengajak sama sama menghafalnya, karena ada kebaikan di sana.

Satu bulan yang lalu mulailah aku bergabung ke group komunitas para penulis, beberapa group aku masuki.
Dalam group goup itulah, aku mulai mengenal berbagai jenis tulisan, setelah ku baca karya dari sesama anggota, ideku terpancing. aku mencobanya. Untaian doa dalam satus fb kubuka dan kulihat lagi, baru kusadari bahwa dalam doa doa itu terkandung jiwa puisi, lho? Kesadaran yang terlambat!

Mulailah aku mencoba memberanikan diri posting tulisan yang kira kira mirip dengan bentuk puisi, mengharapkan respon anggota yang sudah akrab dengan perpuisian. Terserah basa basi atau tulus, yang jelas aku mendapatkan respon, baik like maupun masukan untuk perbaikannya. Subhanallah, ternyata aku bisa membuat puisi. Senang? tentu! Kutemukan lagi karunia yang terlambat kusadari, astaghfirullah. Kalau dengan puisi sederhana dapat menyentuh jiwa, mengingatkan pada yang Kuasa untuk lebih mendekat kepadaNya, mengapa tidak di teruskan? Walaupun tidak ada niat untuk menspesialisasi diri dalam memilih jenis tulisan. Tak ada kata terlambat dalam belajar dan berkarya, karena sekecil apapun karya yang bermanfaat, Allah pasti telah menyiapkan hadiahnya.

TENANG

KataMu dengan menyebut nama kan ku dapat ketenangan
JanjiMu dengan mengingat kan kudapat kedamaian
KesanggupanMu dengan selalu menghadirkan hidupku diliputi ketentraman

Tapi mengapa tak juga kudapatkan tenang, damai dan tentram itu
Adakah kesalahan dalam seremoniku
Apaka tujuh jeda waktu dalam hariku tak cukup bagiMu 
Untuk memenuhi kata, janji dan kesanggupanMu

Tak cukupkah bagiMu kusebut dan kupanggil dalam tujuh jeda hariku
Satu dan atau sembilan puluh sembilan namaMu
Apakah Kau ingin kusebut dan kuhadirkan
Dalam setiap hela nafasku
Dalam setiap hembus nafasku
Dalam setiap getar lisanku
Dalam setiap bersit qolbuku 
Dalam setiap kerlip ideku
Dalam setiap datik waktuku 
Dalam setiap gerak sendiku

Ataukah ada penghalang hadirnya tenang damai dan tentram itu
Apakah karena lupa membuka kunci hatiku  
Sehingga namaMu hanya berthowaf mengitari hatiku
Tak hendak masuk mendobrak pintu
Karena Kau ingin ikhlas sempurna dariku

MENGAPA IBU MEMUKUL ANAKNYA?


Tulisan ini bukan hasil penelitian ilmiah para psikolog ataupun hasil kerja dari lembaga survey tertentu, sekedar pengalaman pribadi dan teman teman seprofesi , profesi tanpa gaji, he he he maksudku  ibu ibu
.
Kalau sedang berfikir waras, lurus, logis, rasanya tak mungkin seorang ibu yang telah rela berjuang bertaruh nyawa untuk menghadirkan anaknya ke dunia, tega melakukan hal tersebut. Bagaimana mungkin? Ketika bayi disusui, digendong, di timang- timang, dirawat, rela kurang tidur, kurang istirahat, tidak sempat mengurus diri, setelah besar malah dibentak, dimarah, dipandang dengan kejengkelan, puncaknya tanganpun maju, memukul. Masyaallah. Tega sekali?

Bila seorang ibu berfikir seperti itu, di malam hari, memandangi anaknya yang pulas tidur, bisa dipastikan, yang dilakukannya adalah... menciumi anaknya yang sedang tidur dengan deraian air mata . . . maafkan ibu nak, maafkan ibu, hu hu hu. Hati terasa menggumpal sesak, penyesalan yang begitu mendalam sampai ke dasar hati sedasar dasarnya. Kemudian berusaha menenangkan diri, berwudhu lalu sholat, bermunajat... tenangkah yang diperoleh? Belum, air mata tumpah ruah lebih banyak lagi, mengingat dosa dosanya, rasa takutnya, penyesalannya. . . mohon ampunannya, mohon kesabaran dariNya. Taubat ? ya, taubat! Saat itu taubat, andainyapun tidak malu, diakuinya itu taubatan nashuha, taubat yang setaubat taubatnya. Barulah didapat ketenangan itu, pergi tidur memeluk anaknya, seolah tak ingin dilepas lagi pelukan itu.

Esok harinya, ketika matahari menyingsing, menampakkan kemerahannya, aktifitas di mulai kembali.   " Bangun nak, sudah siang, lihat mentari  tlah menampakkan sinarnya. Dengar kokok ayam tlah menyambut pagi, malu pada pada burung yang siap mencari rizki. Adzan subuh tlah berkumandang, sejak tadi, ini kali ketiga ibu membangunkanmu. Sholat subuh naaak. Cepatlah, nanti kesiangan untuk persiapan berangkat sekolah. Energi munajat semalam masih ada, masih berpengaruh pada kesabaran, suara masih lembut, masih bisa ditekan, sambil tangan mulai mengelus dada perlahan, seolah menghilangkan gumpalan kecil yang berusaha untuk tumbuh dan membesar. Sabarrrrrr.

Ketika anak anak sudah pergi sekolah, tinggallah si ibu berdua saja dengan sang balita yang menggemaskan ( ketika hati ibu sedang bahagia ) tetapi dia berubah menjadi sangat menyebalkan dan menjengkelkan ketika banyak hal yang membuat kisruh hati sang ibu. Berbagai persoalan menumpuk menjadi gunungan dalam hatinya, dari rasa ketidak puasan respon suami terhadap persoalan keluarga, dari urusan uang belanja yang lebih sering kurang  daripada cukup, urusan rumah tangga yang harus diselesaikannya sendiri, urusan ikut bantu bantu suami menambah penghasilan, belum lagi ibu ibu yang aktifis, hhhh, rumyek! Rentan stres!  Akhirnya? Terjadi lagi, terjadi lagi. Memanggil dengan teriak ketika anaknya tidak segera muncul ketika panggilan pertama, melotot ketika anaknya tlah hadir dihadapannya, menarik tangannya dengan  kasar ketika anaknya akan melakukan perbuatan bahaya yang tadi telah dilarangnya, bila tak juga sesuai dengan yang diharapkan,... terjadi lagi... terulang lagi, tangan melayang ke paha sikecil, walaupuuuuun dengan energi yang katanya kecil, sedikit, ringan. Mungkinkah memukul dengan ringan bila dilakukan dalam keadaan jengkel, marah? Buktinya? Tanganpun terasa panas, mau berkilah lagi? Astaghfirullah.

Kasihan sang ibu, selalu dalam posisi terpojok atau dipojokkan, baik oleh orang lain maupun diri sendiri. Lima jari tangannya menuding balik ke dadanya, “ kamu memang tidak sabaran, kamu pemarah, kamu temperamental, kamu emosional kamu...kamu...kamu... !” tambah streslah si ibu.

Menurut psikologi dan pendidikan modern, kekerasan terhadap anak sangat tidak bisa diterima, apapun alasannya, kemudian muncullah lembaga lembaga anti kekerasan dalam rumah tangga, terutama anak. Kita saksikan sekarang, bagaimana anak berseteru dengan ibunya atau ayahnya, minta perlindungan kepada pihak lain untuk melawan orang tuanya, ck ck ck dunia sudah terbalik, harusnya orang tua melindungi anaknya dari pihak luar, ini...?

Tapi kita juga harus membuka mata terhadap pemandangan yang lain, ketika kita menyaksikan ada ibu yang sangaaaaat lembut, tidak pernah bicara kasar pada anaknya, tidak pernah memarahinya, bila akan menegur kesalahan anaknya didahului dengan kata kata,” maaf ya nak, . . .” yang terjadi? Boleh geleng kepala, ketika menyaksikan anak anak seusia TK masih seenaknya loncat loncat di sofa ketika sedang ikut ibunya pengajian di rumah tetangga, lewat di depan ibu ibu dengan berlari sambil melangkahi piring piring berisi kue yang disajikan, sebentar ada anak kecil menangis ternyata korban jitakannya atau mainannya diambil tanpa izin, alias direbut, masyaallah.

Itu baru beberapa fenomena yang sempat diperhatikan, pada kenyataannya tentu lebih beragam lagi.
Oke, kita kembali pada judul, Mengapa ibu memukul anaknya?

1.       Karena ibu sedang tidak bahagia, ketika ibu bahagia maka segala yang tidak mengenakkan akan ternetralisir oleh perasaan bahagianya, jadi bantulah agar ibu bahagia. Bapak, jika ibu bahagia maka yang paling merasakan efek positif dan keuntungannya yang pertama adalah sampeyan bapak, kemudian anak anak, jadi bantulah agar ibu bahagia.

2.       Sering seringlah ibu memperoleh situasi yang memotivasi dan mengingatkan tentang tugas besar dan mulianya sebagai pendidik generasi. Suasana yang itu itu saja, suntuk, membosankan, sangat besar pengaruhnya sebagai pemicu stres. Jelas, kondisi stres akan menggiring suasana batin ibu ke arah tidak bahagia.

3.       Haramkah memukul anak? Dalam tuntunan Islam tidak dilarang, untuk hal hal yang memang diperlukan terutama dalam mencapai tujuan pendidikan. Memukul  bukan karena tidak sabar atau karena emosional!  Lho? Ya memukullah saat tidak marah, ha ha ha mungkinkahhh?

Sekali lagi ini bukan tulisan ilmiah, silahkan diambil manfaatnya kalau ada, atau bisa dijadikan bahan diskusi. Sekedar curahan hati.


Monday, October 14, 2013

SIAPA AKU INI?

Terkadang aku malu sendiri membaca ulang komentar komentar yang aku berikan untuk teman temanku di komunitas penulis. Seperti ada kesan, saran yang ku berikan seolah dari senior, penulis berpengalaman, hasil tulisannya sudah banyak, hebat hebat, dsb.
Padahal, siapa aku ini?
Buku yang kutulis dan diterbitkan, apalagi yang terjual best seller belum ada.
Jadi pemenang lomba kepenulisan juga belum pernah.
Jadi panitia launching buku baru terbit juga belum pernah, sekedar ikut menyaksikanpun belum pernah juga.
Jadi pengurus forum kepenulisan juga belum pernah.
Lalu, apa yang membuat percaya diri dalam menyampaikan saran saran tersebut?
Hanya satu, aku membayangkan diri sebagai anggota komunitas lain, yang sangat mengharapkan saran dan kritik dalam upaya untuk memperbaiki kualitas kepenulisannya.
Sedangkan alasan lain hanya sebagai bunga bunga penghias, misalnya aku hobi baca sejak kecil. seeorang yang hobi membaca mempunyai kepekaan rasa untuk menilai suatu tulisan bagus, dalam arti enak dibaca atau tidak.
Selain itu, aku juga sedang dalam proses menjadi atau memeperbaiki kualitas kepenulisan, tak ada salahnya sesama peserta saling membantu. Ketika ada keraguan untuk memposting tulisan, layakkah? maka segera kuposting tulisan itu untuk memastikan keraguan itu.
Alhamdulillah, walaupun baru beberapa, ada tulisanku yang sudah di muat di media, itu semakin membuatku percaya diri.
Diterima tidaknya saranku, benar tidaknya saranku, itu kembali kepada yang dituju. menurutku masing masing orang mempunyai gaya dan selera tersendiri dalam menyampaikan isi fikirannya, siapa tahu dari yang kusampaikan tepat dengan apa yang sedang di butuhkannya?

Bagiku, dalam hidup ini kita harus selalu belajar, lalu belajar, kemudian belajar.
Hidup ini juga tempatnya kita berbagi, suatu saat memberi, suatu saat di beri.
Hidup ini juga tempatnya kita berlari memburu posisi manusia terbaik, yang paling banyak memberi manfaat, sebagai suatu upaya merealisasikan tugas hidup kita, pengabdian kepada yang memberi kehidupan.

LEBARAN

" Bun, kita nggak buat kue?" tanya Aisyah
" Nggak, kenapa," kutatap wajahnya dengan lembut.
" Biasanya lebaran kita buat kue?"
" Aisyah pengen kue apa?"
" Bukan karena pengen bun, tapi biasanyakan kalau lebaran kita punya banyak kue."
" Maafkan bunda ya, untuk lebaran ini bunda nggak bisa buatkan kue, bahannya tidak ada," kupeluk anakku.
" Nggak apa apa bun, nggak lebaran juga kita sering makan kue koq,"
" Bunda juga nggak buat ketupat dan opor ayam seperti biasa."
" Lha, kemarinkan kita sarapan lontong sayur, beli tempat bude." jawab Aisyah sambil nyengir.
Subhanallah, terima kasih. Kau telah anugerahkan kepadaku anak sholihah, penuh pengertian, tidak banyak menuntut, Alhamdulillah.

Kehidupan selalu bergulir, silih berganti, malam, siang, gelap, terang, mudah, sulit, lapang, sempit, ada, tiada, sehat sakit, kaya. miskin, senang, sedih, menangis, tertawa.
Semua pernah kita alami, beruntunglah orang orang yang mampu mengambil pelajaran dan dapat memanfaatkannya untuk tujuan pendidikan anak anaknya.
Kondisi sulit, sempit, kadang kita butuhkan untuk lebih mudah menanamkan nilai, dibandingkan sekedar dengan pengandaian atau rekayasa.

KERINDUAN



Tahun berulang, selalu berganti
Setiap suara itu menggema bertalu menyusup sampai kehati
Mengingatkan selalu pada rindu yang belum juga menepi
Kapankah tiba saat yang selalu kunanti

Tahun berulang selalu begitu
Tayangan menyemutnya para hamba yang menumpahkan rindu
Membuat hatiku membuncah luapkan haru
Kapankah aku berada dalam lautan manusia yang mensucikan qolbu

Takbir menggema membelah angkasa
Talbiyah terucap berulang sebagai ungkapan syukur tiada tara
Airmata takkan sanggup bertahan pada tempatnya
Selalu, pasti, luruh tiada yang bisa menahannya

Wahai yang selalu kurindu
 Kunanti selalu panggilanMu
Tanpa kutahu kapankah tiba waktuku
Kuyakin tak ada yang mustahil bagiMu

Sunday, October 13, 2013

QURBANKU


Kambing, domba, biri biri aku tak punya
Sapi ataupun kerbau juga tiada
Apalagi yang disebut unta
Tak ada, tiada, tak punya

Tapi keinginanku tuk berkurban tiada tara
Coba kutempuh berbagai upaya
Sayang sekali hingga kini muspra
Sayangnya hutang tak boleh, kata ulama

Yaa ‘Alim yang Maha Tahu
Izinkan aku berqurban dengan caraku
Dengan ternak yang ada dalam kandang sifatku
Akan kulaksanakan sebagai pengabdianku

Kukeluarkan ternakku satu satu
Urutan  pertama sifat dengki  yang sering mengganggu
Kutebas lehernya pergilah dari hatiku

Berikutnya si sombomg yang tak mau tawadhu
Kupotong dan kulemparkan dari kandang hatiku
Selanjutnya keluarlah wahai kau peragu
Saat yang tepat bagimu untuk berlalu
Karena kutak ingin terganggu olehmu dalam langkahku
Hei yang dipojok sana, kemari kau wahai pemalas
Sekalian dengan yang disebelahnya, pengeluh.
Aku sudah bosan dengan kalian
Yang selalu menghalangi kemajuan
Jadilah kalian sebagai kurban.


PEMBAJAK

Tengah malam, aku sudah tidur, tapi belum nyenyak, ketika hp ku berbunyi, pesan masuk.

" Mbak ada yang membajak fb mu." seorang sahabatku menulis pesan, kutengok jam dinding, 00.35.
Karena komputer yang ku gunakan untuk internetan ada di kamar depan, aku malas untuk bangun, khawatir mengganggu tidur anakku yang sedang ada dalam pelukanku, akhirnya ku sms anak yang ada di medan.
" Tolong lihat fb Umi, kata teman ada yang membajak."
" Membajak bagaimana Umi? di sini sedang tidak ada jaringan"
" Oke, ya sudah, besok saja."
" Terimakasih pemberitahuannya, besok pagi di lihat." jawabku pada teman yang memberitahuku tentang pembajakan itu.

Setelah sahur, sebelum subuh, ku buka fb, o..o, ternyata orang yang sama. Ini yang kedua aku terima, beberapa minggu sebelumnya ada pemberitaan di trafic fb, namaku di beritakan menyukai .... karena aku tidak rajin memeriksa yang masuk, gambar kesukaanku itu ( he he he ) tayang sampai  dua hari, sampai ketika pengajian ada yang memberi tahu, akhirnya... batalkan suka.

Hari ini lebih seronok lagi ck..ck..ck.
Sempat panas hatiku, bagai kebakaran jenggot ( hi hi hi setelah kuraba faguku, ternyata tak ada jenggot di sana ) badan sempat gemetar, geregetan. . . apa maunya orang ini?
Beberapa komentar masuk, ada yang suka ( ih jadi curiga, nih teman dulu dapat dari mana ya? sorry ya teman ) tapi lebih banyak yang prihatin dan memberi saran untuk menghapusnya.

Bagi yang sudah lama di dumay, mungkin hal ini biasa, tapi tetap saja, bagi yang baru mengalami perlakuan seperti ini, nggak mungkin hatinya adem ayem saja. Jelas ini penghinaan! Pencemaran nama baik! Tapi mau apa? Menuntut? menuntut siapa? hantu?

Bersamaan hati membara, logika hadir mengulurkan kalkulator, yok hitung hitungan.

Ketika kita masuk ke dunia maya, kita harusnya tahu bahwa hal seperti ini mungkin menimpa kita, seharusnya ada upaya antisipasi dengan ilmu yang memadai, tapi nyatanya, terbukti, aku sendiri tidak melakukan itu. kebanyakan kita seperti pemadam kebakaran, heboh dan panik ketika kebakaran sudah terjadi.

Akibat terburuk apa?
Pencemaran nama baik, bisa mengubah imej orang lain terhadap kita.
Pertemanan di dunia maya berbeda dengan dunia nyata, karena informasi tentang seseorang di dunia maya hanya sebatas yang di berikan oleh yang bersangkutan, bisa benar, bisa bohong, bisa nyata, bisa imajinasinya. Menurutku, antisipasi lain yang harus kita siapkan sebelum masuk ke dunia maya adalah kelapangan dada, toh tidak semua teman kita mencermati semua status/ tautan yang kita "bagikan" dan yang terpenting akulah yang tahu siapa aku. Manusia berhak menilai siapa orang lain, tetapi tidak selamanya penilaian itu tepat, bahkan kita harus berhati hati menilai orang lain, jangan jangan masuk pada ranah prasangka buruk yang Allah tidak suka. Yang terpenting adalah, seperti apa Allah memberikan nilai kepada kita? Seperti apa nilai kita di hadapan Allah, dapat kita intip dari seberapa ketaatan kita pada aturan aturanNya.











Saturday, October 12, 2013

MEMANCING IDE

Saya PENULIS!
Kalau orang lain bilang saya bukan penulis, ya nggak apa apa, hak masing masing, nggak masalllah!

Awalan Pe biasanya untuk menyebutkan seseorang yang melakukan pekerjaan yang sama secara berulang ulang, bahkan sampai jadi profesi, contoh penjahit, penyelam, pengemis, pezina, pelayan dan juga penulis.
Jadi ada alasan dong kalau saya mengaku menjadi penulis, karena saya menulis sudah berulang ulang, walaupun masuk medianya baru beberapa di koran, majalah dan buletin.
Saya tidak peduli dengan embel emebl di belakangnya, penulis amatir, pemula, yunior, senior, nggak penting buat saya.

Saya menulis juga bukan karena ingin memuaskan jiwa, karena jiwa saya tidak pernah puas dan sepertinya tidak akan pernah puas selagi saya masih bisa berkarya.
Saya menulis karena saya ingin seperti apa kata Rasulullah, sebaik baik manusia adalah yang banyak memberikan manfaat.
Saya menulis juga karena saya ingin melipat waktu, dengan modal waktu yang sama untuk semua manusia, tetapi saya ingin mendapatkan hasil yang berlipat dibandingkan manusia pada umumnya.
Saya menulis juga karena saya merasa sudah tua, gerak tidak selincah dulu, daya tahan kesehatan tidak sekuat dulu, tetapi saya tetap ingin memberikan manfaat, kalau bisa lebih banyak dari yang dulu dulu.
Saya menulis juga karena dengan menulis saya tetap bisa berdakwah, memotivasi dan menginspirasi banyak orang

Belum genap sebulan saya bergabung di KBM ( Komunitas Bisa Menulis )  saya beranikan diri posting tulisan setiap hari, kadang satu, dua, bahkan tiga, contohnya hari ini.
Untuk apa kita ada di suatu tempat apabila kita tidak mendapatkan manfaat dan atau memberi manfaat.
Di KBM saya niatkan untuk belajar dan juga memberi masukan, sebatas yang saya bisa.
Saya belajar tidak hanya dari mas Isa Alamsyah, mas Agung Pribadi dan Mba Asma Nadia yang tidak diragukan lagi kapasitas kepenulisannya, saya juga belajar dari semua member KBM, baik itu penulis puisi, cerpen, novel, lawakan atau sekedar coretan. Baik yang dosen, ibu rumah tangga, gadis remaja, pelajar SMA, mahasiswa, karyawan, dan lain lain.
Saya belajar dari masing masing mereka mengungkapkan kesedihan, kemarahan, ratapan, banyolan, motivasi,dsb.

Saya akan menyampaikan sedikit yang saya dapat dari KBM, yang tertjadi pada diri saya, yaitu tentang ide. Banyak member yang saya perhatikan suka menthok ide, ada juga yang tak pernah kehabisan ide, ada juga yang mencuri ide.
Ha ha ha, saya mngakuuuu, saya termasuk yang terakhir. saya suka mencuri, ya mencuri ide, dosakah?
Semoga tidak dosa, sama halnya kita mencuri salam, menjawab salam orang lain yang tidak tertuju ke kita.

Mencuri ide, boleh juga disebut terinspirasi.
Ketika saya membaca postingan yang saya suka, muncul dalam hati saya sebuah pertanyaan, bisa nggak ya saya buat yang seperti ini?
Ketika saya baca postingan yang membuat jidat saya berkerut, muncul lagi suara, bagaimana ide ini bisa di sampaikan dengan lebih cantik dan mudah difahami.
Ketika saya baca postingan yang jelek, ada bisikan yang mengusik hati, bagamana supaya yang ini jadi bagus?
Mencuri ide merupakan salah satu cara memancing ide, yang setiap orang punya caranya sendiri.

Apakah ini bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh mba Asma Nadia tentang tidak dianjurkannya meniru gaya kepenulisan orang lain? Bagi saya tidak bertentangan, karena itu hanya bagian dari proses untuk menjadi. Dengan memperhatikan gaya orang lain, akan ada proses mencari, beliau ini bagusnya di mana? sesuaikah dengan karakter saya? sampai suatu saat nanti, proses meramu jadi, kita akan menjadi diri kita sendiri.

Bagaimana memancing ide dengan cara yang lain?

Kita tunggu pengalaman member KBM yang lain.

Semoga bermanfaat.