Friday, August 30, 2013

JUS JAMBU

" Alhamdulillah,
anak pertama sudah hafal 30 juz,
anak kedua juga hafal 30 juz,
anak ketiga sekitar 16 juz,
anak ke empat juz 30 dan sedang menghafal juz 29,
anak ke lima sedang menghafal juz 30,
anak ke enam belum mulai, doakan semua istiqomah ya?"

Eh, ada yang nyeletuk," kalau umy dan abinya sudah  hafal berapa juz?"
" Alhamdulillah, umynya hoby jus alpukat, sedang abi senang jus jambu,"

Ha ha ha, akal akalan menutup malu, begitulah sebagian orang tua, karena tidak yakin dengan hafalan yang masih bertahan dimemorinya, alasannya klise :
- usia tua, daya ingat berkurang ( artinya ngaku manula )
- sibuk dengan tuntutan kewajiban, waktu susah di atur, sedang menghafal perlu waktu khusus.
- dan lain lainnya

Untuk menghafal Al Quran, secara teknis mungkin masing masing orang punya gaya masing masing, tapi yang jelas dan harus ada adalah kesungguhan, kegigihan, keistiqomahan, dan tidak mudah putus asa.
Kita sering berorientasi pada hasil, padahal hasil tidak semata tergantung pada upaya manusia, tapi juga pada izin Allah, mengingat Alquran adalah firman Allah dan keistimewaan penghafal Al Quran disisi Allah.
Kita harus realistis, kewajiban utama seorang ayah adalah menafkahi keluarga plus kewajiban dakwah, kewajiban seorang ibu adalah mendidik anak,  urusan rumah dan segala pernik perniknya plus kewajiban dakwah, jadi tidak bisa dibandingkan menghafalnya seorang anak di pondok atau seorang mahasiswa dengan orang tua dengan segala kewajibannya.

Jadi, para ibu, bapak, umy, abi, tidak usah terlalu memikirkan kapan akan hafal 30 juz, yang penting terus berusaha menghafal, seberapapun dapat, karena Allah sangat menghargai setiap usaha hambaNya, agar suatu saat nanti bukan lagi jus jambu yang kita suguhkan, tetapi benar benar juz juz Al Quran yang kita yakin terpelihara dalam qolbu kita, amin.

Thursday, August 29, 2013

GILA !!

Gila!!
Itu salah satu komentar yang pernah kami terima dari orang orang yang ada disekitar kami.
Banyak lagi komentar, yang sekilas bernada "negatif" atau mungkin benar benar negatif, menyaksikan cara hidup kami, seperti misalnya, tidak fokus, besar pasak dari pada tiang, tidak cerdas, dan lain lain.
Semua komentar itu tertuju pada kehidupan ekonomi keluarga kami.

Gila ! komentar untuk keberanian kami menyekolahkan anak anak di sekolah yang berbiaya mahal.
Tidak fokus, pernyataan untuk mengomentari kami dalam wira usaha yang dianggap tidak pernah mecapai puncak karena sering ganti jenis usaha, terkait dengan peluang yang ada/ datang.
Besar pasak dari pada tiang, karena pengeluaran kami sering lebih besar dari pemasukan, setiap bulannya.
Tidak cerdas, ketika ada peluang yang kami ambil tapi hasilnya tidak sesuai dengan harapan di awal.

Semua komentar itu kami terima dengan lapang dada, kami terima itu semua karena kami percaya, para komentator menyatakan itu karena cinta dan sayang kepada kami. Semua itu masukan yang sangat berarti bagi kami, evaluasi untuk kami, dan berdampak pada peningkatan doa doa kami.

Hampir 22 tahun menjalani kehidupan berkeluarga, mungkin dipandang dari sudut ekonomi, kami bukan termasuk yang sukses, bila ukurannya adalah kepemilikan materi.
Yang kami yakini, kehidupan dunia akan selalu dipergilirkan, kata pepatah, hidup bagai roda pedati, kadang diatas, kadang harus ikhlas menerima posisi di bawah, yang jelas, setiap makhluk dijamin rizkinya oleh Allah.
Selama kita berusaha maksimal, mengoptimalkan seluruh daya yang kita miliki, baik akal maupun fisik, disertai doa, biarlah Allah yang menentukan, seberapa rizki yang layak untuk kita terima, untuk kemudian disyukuri dan dimanfaatkan sebaik mungkin. Semoga tidak ada pihak lain yang dirugikan ataupun terzholimi.

Wednesday, August 28, 2013

HARE GENE HAMIL !!!???

Ini peristiwa tahun 2009, ketika di pagi hari yang cerah, seorang sahabatku yang juga tetangga, datang tergopoh gopoh seakan membawa berita super penting.
"Assalamu'alaukum"
"Wa alaikum salam warohmatullahi wabarokatuh," jawabku.
Setelah mempersilahkan duduk," Alhamdulillah, dapat rizki silaturahim di pagi hari, ada yang penting?" sambutku ramah.
" Gini mba, mau klarifikasi dari sumber asli, denger denger mba hamil?" tanyanya hati hati.
" Alhamdulillah, sudah masuk tiga bulan, nih mulai terasa mual mual," jawabku, siap siap mendapat ucapan selamat, he he he biasanyakan begitu.
" Hare gene hamil? Memang usia mba berapa sekarang?" jawabnya sambil agak melotot.
" Biasa aja kaleeee!" jawabku spontan, sempet kaget juga menyaksikan reaksinya yang diluar dugaan.

Mungkin yang kualami diluar keumuman, usia 45 tahun hamil ke 9 untuk kelahiran yang ke 7, dimana pada umumnya sebelum usia 40 tahun, para wanita menghindari kehamilan, kalau bisa stop hamil.
Banyak alasan yang dikemukakan, bahaya kesehatan, kekuatan fisik yang semakin menurun, repot, biaya pendidikan anak anak, tidak ingin meninggalkan anak yang lemah, agar bisa beraktifitas di luar urusan anak dan sebagainya.

Aku termasuk orang yang tidak pernah menggunakan kontrasepsi ataupun kalender untuk mengatur jarak kehamilan. Aku pasrahkan semua pada Allah, karena aku yakin, Dia akan memberikan yang terbaik untuk hambaNya, sedang suamiku mengiringi dengan doa, agar anak anak kami mendapat kesempatan menikmati ASI selama dua tahun. Bukannya kami tidak mendukung program keluarga berencana, bahkan kami berusaha sangat terencana dalam berkeluarga, tapi bukan pada jumlah anak dan jarak kehamilan, tapi pada perencanaan keluarga dalam hal kesejahteraan, terutama masalah pendidikan anak anak.
Menurut kami, sejahtera bukan masalah tercukupinya materi semata, tapi lebih pada pemenuhan hak hak hidup bagi anak anak kami, baik itu materi, kasih sayang, perhatian, pendidikan dan tuntunan arah kehidupan yang benar.

Cape? pasti, bosen? kadang kadang.
Tapi aku pikir, perasaan itu pernah melanda siapapun dalam kehidupannya.
Harapanku, itu semua sebagai sebuah amal unggulan dan bagian ibadah dalam hidupku.

Tuesday, August 27, 2013

NENY SUSWATI: PAMER?

NENY SUSWATI: PAMER?: " Bi, kita koq kesannya heboh banget ya punya anak hafal Quran?" kataku pada suami. " Memang kenapa, ada yang terganggu?&quo...

PAMER?

" Bi, kita koq kesannya heboh banget ya punya anak hafal Quran?" kataku pada suami.
" Memang kenapa, ada yang terganggu?" jawabnya santai
" Nggak juga sih, khawatir aja, ada yang menganggap kita pamer, gitu lho,"
" Sudah ada yang komentar begitu?" jawabnya lagi, juga dengan santai.
" Alhamdulillah, sampai saat ini belum, semoga tidak akan ada,"
" Kenapa umy punya pikiran seperti itu?"
" Bukan apa apa, teman kita juga ada koq yang anaknya hafal quran, tapi ga terlalu banyak yang tahu, kalau kita kan, setiap ngobrol, bicara masalah anak, berlanjut pada pemberitaan tentang hal itu, walaupun ujung ujungnya minta doa untuk keistiqomahannya."jawabku.
" Setiap amal sesuai dengan niatnya. Amal yang sama belum tentu niatnya sama. Kita sudah sepakat, kita bagian dari dakwah, tindakan kita berefek dakwah, walaupun kita bukan tokoh dai populer, tapi kita usahakan, apa yang kita lakukan bisa menginspirasi dan memotivasi orang lain dalam kebaikan. Alhamdulillah, dari apa yang kita lakukan, banyak memotivasi teman teman untuk mengarahkan pendidikan anaknya ke pondok tahfiz, setidaknya menguatkan niat untuk mengarahkan anaknya menjadi hafizh quran atau menggerakkan hati orang orang yang rizqinya berlebih,  untuk mengarahkan aliran dananya membantu program mencetak hafizh quran, bahkan sekarang abi sering diminta menyalurkan hidangan aqiqah ke pondok tahfizh, mungkin dengan mengharapkan keberkahan doa para hafizh dan calon hafizh dan anaknya kelak juga menjadi hafizh quran. Kalau masalah komentar negatif, yaach . . . sudah tabiat dunia. setiap tindakan bisa dipastikan akan selalu ada yang setuju, ada yang tidak setuju. Kalau pendapat negatif menghalangi kita untuk mendapat pahala karena menginspirasi orang lain, alangkah ruginya?"jawab suamiku panjang lebar.
" Betul,  betul, betul. Terimakasih ya, sudah mengingatkan dan menguatkan niat umy lagi. Semoga karunia ini menjadikan kita manusia yang selalu bersyukur dan tambah tawadhu, amin."

Monday, August 26, 2013

MOTIVASI DAN PENDAMPINGAN

Sering kita temui, anak seorang dokter menjadi dokter juga.
Anak seorang guru, menjadi guru, bahkan pada jurusan dan mata pelajaran yang sama.
Anak seorang ahli pesawat, juga menjadii ahli membuat pesawat juga.
Anak seorang tukang cuci, sayang sekali, menjadi tukang cuci juga, dan lain lain.

Apakah profesi juga menjadi salah satu faktor keturunan ?
Ahhh. . . ada ada saja, koq seperti jenis rambut saja?

Rasanya saya tidak sanggup kalau harus menjadi hafizhoh dulu untuk mengharap anak anak saya hafal Alquran, sedangkan pada kenyataannya Allah telah izinkan 2 orang anak saya hafal Alquran, walaupun saya belum menjadi hafizhoh ( hafal Alquran ), Alhamdulillah.
Jadi dimana kunci masalahnya?

Motivasi dan pendampingan!
Itu yang menjadi faktor utama dalam proses ini. Untuk bidang yang sama, orang tua mungkin tidak terlalu berjuang keras untuk melakukan motivasi dan pendampingan pada anak anaknya, karena dengan melihat, mengamati dan merasakan keseharian, anak anak akan termotivasi dengan sendirinya, sedang untuk pendampingan, orang tua hanya cukup dengan bekal ilmu yang sudah dikuasainya. Sedangkan untuk bidang dan keilmuan yang berbeda, orang tua harus berusaha keras mencari referensi baru di luar dirinya untuk bisa memotivasi dan mendampingi putra putrinya menempuh kesuksesan di jalur yang berbeda.
Mohon maaf kalau kesimpulan dan pendapat saya salah.

Jadi para orang tua, jangan menyerah sebelum berperang.
Kemajuan zaman membuka peluang seluas luasnya bagi kita untuk mendapatkan referensi yang kita butuhkan untuk memotivasi dan mendampingi putra putri kita, setinggi apapun mereka ingin terbang, sejauh manapun mereka ingin melanglang, sedalam apapun mereka ingin menyelam.

semangat pagi!!!!

Sunday, August 25, 2013

CUKUP LAMA

Ketika jumpa atau mendengar teman seangkatan waktu kuliah sudah dapat gelar doktor serrrr. . . rasa hatiku, bagaimana denganku?
Ketika jumpa atau mendengar teman sma ku sudah jadi direktur atau kepala sekolah hhhhhh, . . . kata hatiku, sudah jadi apa aku?
Ketika silaturahmi ke temanku yang jadi pejabat, ck ck ck wawww, benar benar istana, . . bagaimana rumahku, bisik hatiku?
Ketika menyaksikan teman mainku dengan anggunnya menyetir mobil sendiri, hmmmm . . . hatiku menghibur, bukankah aku setiap hari nyupir? ... NYUci PIRing ? ha ha ha . . . hussss!

Cukup lama untuk membuktikan bahwa pilihanku, keputusanku, 21 tahun lalu benar!
Setelah menikah aku memang memutuskan untuk tidak bekerja di luar rumah, aku pilih bekerja di rumah. Aku memposisikan diriku sebagai istri dan calon ibu, mempersiapkan diri menjadi ibu bagi anak anakku, yang juga tidak kurencanakan ingin punya anak berapa. Prinsipku, Allah Maha Tahu kekuatanku, aku yakin Dia akan memberikan amanah sesuai dengan kemampuanku. Kewajibanku adalah menunaikan amanah itu sebaik baiknya.

Alhamdulillah, kini aku benar benar bisa tersenyum lebar, lega, bersyukur. Allah telah tunjukkan karuniaNya, Allah izinkan 2 dari 6 anakku berhasil menghafal 30 juz Alquran, subhanallah, semoga 4 adiknya menyususl, amin, mohon bantuan doa ya?

Begitulah, ketika kita mengambil suatu keputusan, banyak godaan yang membuat kita ragu dengan keputusan yang telah kita ambil, tetapi yakinlah, ketika keputusan kita ambil berdasarkan syariat, hukum Allah dan berharap ridho Allah serta berjalan sesuai dengan syariatNya, insyaallah, sukses akan kita capai. walaupuuun butuh waktu yang cukup lama untuk melihat hasilnya.

Saturday, August 24, 2013

ANAKKU, MILIK UMMAT

" Maafkan umy, abi ya?  karena untuk memenuhi biaya pendidikan tidak semuanya murni hasil keringat kami." kataku pada anakku yang akan melanjutkan pendidikannya ke Turki dengan beasiswa.
" Tidak apa apa my, kita memberi kesempatan kepada pihak lain dalam kebaikan. Insyaallah, aku akan belajar dengan sungguh sungguh. Jika nantinya cita citaku tercapai, menjadi seorang ulama, dengan izin Allah, pengabdianku bukan hanya untuk umy, abi, tetapi untuk umat ini. Biarlah pihak lain juga mendapatkan pahala seperti aku yang menuntut ilmu, umy dan abi yang mengawali pendidikanku dan mereka yang mendukungku dengan doa dan hartanya," jawabnya.

Dua hari yang lalu kami mengantar anak kami yang kedua, yang berusia 16 tahun, berangkat ke Turki.
Aku sedih, bukan karena kepergiannya, tapi karena proses keberangkatannya. Kami mengantarkannya sampai di bandara Sukarno Hatta, aku, suami, kakaknya dan 4 orang adiknya. Untuk ukuran kami, biaya yang dibutuhkan dari Lampung ke bandara bukan sedikit, bahkan sampai 3 hari sebelum hari itu, belum jelas, dari mana biaya itu kami dapat. Lalu suami mendapat saran dari temannya untuk mengajukan proposal ke beberapa lembaga yang mengelola zakat, infaq dan shodaqoh, karena memang ada alokasi dana untuk hal hal seperti itu.

Dengan Bismillah, walaupun berat di hati, suami mengajak anak kami untuk mengajukan proposal itu. Alhamdulillah, dana kami peroleh sebanyak hampir mencukupi perhitungan yang kami buat. Kami berangkat dengan strategi berhemat, bagaimana caranya dana itu mencukupi sampai balik ke Lampung. Subhanallah, banyak pertolongan Allah yang kami dapatkan selama 4 hari perjalanan, baik itu kemudahan urusan, kemudahan penginapan, kemudahan jamuan, keramahan sambutan dan lain lain. Sangat membahagiakan, sekali dayung, beberapa pulau terlampaui, sekali jalan beberapa kepentingan terselesaikan.

Satu hal yang tak pernah kami ragu, Allah telah menjamin rizqi setiap hambaNya, itu sebabnya kami berani ambil resiko menyekolahkan anak anak di lembaga pendidikan yang berbiaya mahal, tetapi sesuai dengan visi misi keluarga kami. Karena kami yakin, Allah tidak akan membiarkan kami sendiri, Allah pasti menolong, walaupun kami tahu, kami harus siap dengan kerja keras, lilitan hutang dan sebagainya, tapi memang seperti itulah galibnya, dunia memang tempat berlelah lelah dan kerja keras.

Friday, August 16, 2013

SENJATA ITU TERSIMPAN DI KEPALA DAN KALBUNYA


Menerima informasi terakhir dari perkembangan Mesir.
Tentara tentara firaun itu menyita senjata senjata para demonstran ! Deg! benarkah mereka bersenjata ?
O o o ternyata yang dimaksud adalah mushaf Al Quran!!
Benar. Al quran adalah senjata, obat, teman bagi seorang muslim.
Ketika Alquran itu dalam bentuk mushaf, maka seorang muslim masih mungkin lupa membawanya, mungkin kehilangan dia, mungkin bisa dirampas, di buang bahkan dilecehkan!
Ketika dalam bentuk mushhaf, seorang muslim masih butuh penglihatan untuk membacanya, butuh cahaya untuk mencermatinya, ada keraguan khilafiah ketika menjamahnya dalam kondisi berhadast.
Sedih! marah ! ketika melihat tayangan, bagaimana tentara tentara itu memunguti mushaf yang terjatuh ketika pemegangnya tumbang didera peluru, merampasnya dari para calon syahid yang sedang gigih bertahan, mengambilnya dari genggaman para syuhada.
Tunggulah, wahai kalian musuh musuh Allah, sampai suatu saat nanti kalian tidak lagi dapat mengambil, merampas dan melecehkan senjata senjata kami ini, karena dia tak kan lagi dapat kalian jamah, karena dia telah rapi tersimpan di kepala kepala, di qolbu qolbu dan dialiran darah para tentara Allah yang sedang kami siapkan, karena mereka adalah para hafizz Al Quran!!!!!

TERNYATA TIDAK MUDAH

Menjadi orang tua tidak ada sekolahnya, setidaknya sampai saat ini saya belum dapat informasi tentang adanya sekolah formal yang khusus mengajarkan tentang bagaimana menjadi orang tua.
Menjadi orang tua, memang tidak mudah, tentu bagi orang yang sudah mengalaminya.
Manusia disebut sebagai orang tua, tidak semata mata karena usianya sudah tua, karena belum ada kesepakatan, umur berapa seseorang masuk ke dalam golongan orang tua.
Manusia digelari sebagai orang tua, lebih pada perannya sebagai orang yang memiliki anak.
Galibnya, seorang yang mempunyai anak, juga adalah yang mendidiknya dan bertanggung jawab terhadap Allah atas hasil didikannya.
Membicarakan ketidak mudahan, bila tidak ingin menyebutnya kesulitan, bukan berarti mengeluh, atau fokus pada hambatan atau negative thinking, tetapi lebih pada upaya untuk memahami bahwasanya untuk menjadikan anak yang hebat, butuh energi yang tidak biasa serta strategi yang brilian, salah satunya adalah mengenali ketidakmudahan pada umumnya yang dialami orang tua.
Keberadaan anak, awal dirasakan, ketika hadir dalam rahim seorang ibu. Perubahan hormonal yang terjadi biasanya mempengaruhi sang ibu, baik secara biologis maupu psikologis. Secara psikologis mayoritas akan menghadirkan kebahagiaan bagi ibu maupun ayah, sedang secara biologis, mayoritas membawa ketidaknyamanan bagi sang ibu. Inilah ketidak mudahan pertama yang harus siap dihadapi oleh calon orang tua, terutama ibu.
Saat melahirkan, kondisi ketidak mudahan berikutnya.Mungkin itu sebabnya Allah memberikan gelaran syahidah bagi wanita yang wafat saat melahirkan(secara normal).Ketika para syahid wafat saat bertaruh nyawa, begitu halnya dengan wanita saat melahirkan, bahkan sendirian. Keikhlasan, kesabaran, kegigihan, akan mempengaruhi kualitas kesyahidan itu atau kemenangannya.
Baby blues, istilah yang menggambarkan ketidaknyaman seorang ibu pasca melahirkan, secara psikologis.
Dunia baru, suasana baru, adaptasi baru, baik secara fisik maupun psikologis, kadang membuat seorang ibu baru tidak percaya diri dan merasa belum siap, lebih ekstrim ada sikap menolak kehadiran sang bayi, terutama ketika tidak mendapat dukungan yang memadai dari lingkungannya. Biasanya ketidak mudahan ini tidak berlangsung lama.
Tiga bulan pertama, tidak mudah bagi ibu baru menyesuaikan diri dengan agenda baru, pola tidur baru, menu makan yang harus lebih berhati hati. Hal ini termasuk dialami oleh ayah baru yang care terhadap istri dan bayinya.
Tahun pertama, perhatian super harus diberikan, ini juga tidak mudah. Membutuhkan ilmu tentang kesehatan dan tumbuh kembang, termasuk kondisi lingkungan yang juga akan memberikan efek psikologis bagi si bayi.
Ditahun pertama harus dipastikan bahwa tidak ada kondisi bawaan yang tidak normal, kalaupun ada, maka harus segera disiapkan tindakan yang harus diambil, mencegah keterlambatan penanganan, yang akan berakibat fatal pada perkembangan berikutnya.
Tiga tahun pertama, ketidak mudahan penjagaan pada keselamatan, karena biasanya di usia ini anak banyak aktifitas yang menantang, tetapi pemahaman keamanan diri belum difahami dengan baik.
Lima tahun pertama, the golden age, konsep yang tertanam di usia ini akan sangat menentukan proses pembentukan kepribadian dimasa depannya. Dia bukan manusia kecil yang tidak tahu apa apa, justru respon yang diberikan orang tua terhadap sikapnya adalah apa yang mereka anggap benar untuk semua hal. Ketidak mudahan bagi orang tua yang belum siap dengan konsep, hendak dijadikan apa anak ini?
Masa prasekolah, saat anak memilih teman dan lingkungan, ketidak mudahan awal menyangkut pembiayaan dan pengaruh lingkungan. Kadang muncul kendala klise, ketiadaan dana menyebabkan orang tua merelakan anaknya masuk lingkungan yang tidak sesuai dengan idealismenya.
Masa sekolah dan praremaja, ketidak mudahan lanjutan dari masa sebelumnya, bahkan dengan kerumitan yang semakin beragam, kegagalan dalam memilih teman akan menambah bobot ketidakmudahan masa berikutnya.
 Ketidak mudahan akan berlanjut dan berlangsung lebih lama, ketika orang tua gagal menanamkan kemandirian dan tanggung jawab pada anak, karena akan berakibat pada ketergantungan yang berkepanjangan pada orang tua.
Secerdas apapun, seantisifatif bagaimanapun, sekreatif apapun orang tua, bisa dipastikan tetap akan melalui proses ketidak mudahan ini, sedikit atau banyak, dan mengakui ternyata memang tidak mudah menjadi orang tua yang bisa mengantarkan anaknya menjadi hebat dan luar biasa, karena untuk menjadikan anak hebat dan luar biasa maka dibutuhkan upaya dan energi yang hebat dan luar biasa juga.
Bekalan apa yang dibutuhkan orang tua untuk melaui semua proses ini?
1. Keikhlasan dalam menjalaninya, semua ini sunnatullah, bagian dari penghambaan seorang manusia.
2. Keilmuan dalam mempersiapkannya dan terus belajar selama menjalaninya.
3. Sertakan Allah dalam setiap momennya, anak adalah manusia seperti kita juga, yang memiliki hati, dan sebaik baik pengendali hati adalah Dia, robbul izzati. Anak bukan robot, bukan boneka yang bisa kita kendalikan semau kita, mereka punya jiwa yang butuh siraman cinta sebagai konsumsinya.
Semoga kita bisa menjadi orang tua hebat tersebab menghebatkan anak anaknya.

Monday, August 12, 2013

BERAPA ANAKMU ?

" Berapa anakmu?"
Pertanyaan yang hampir pasti kita dengar saat mudik, bertemu handai taulan atau teman kecil.
ada yang salah?
Pertanyaan sangat sederhana, wajar, biasa saja.
Tapi tidak bagi yang ditanya.
Terkadang pertanyaan itu bagai sembilu yang menyayat kalbu, perih!
Tak ada maksud menyinggung, menyindir atau melukai dari si penanya, kadang itu pertanyaan spontan tanpa pikir panjang apalagi direncanakan.
Sebenarnya bukan hanya itu yang sering di tanyakan, tetapi biasanya pertanyaan itu yang pertama muncul menyambut kedatangan kita, yang biasanya datang tidak sendiri, tetapi bersama keluarga. Bagi saya mungkin tidak ada masalah, bahkan sering jadi bahan untuk menyegarkan suasana, bayangkan, setiap masuk ke salah satu rumah kerabat, selalu absen, anak pertama sampai ke enam, bahkan anak yang sudah meninggalpun masih di absen, he he he, bayangkan repotnya tuan rumah menyambut kami, minimal 8 gelas minuman harus disediakan, waaah, pemborosan neh!
Apa yang menarik dengan jumlah anak? mengapa anak lebih menarik jadi tema obrolan dibandingkan dengan jumlah mobil, misalnya? atau pekerjaan? dan lainnya?
Semua kita punya jawaban untuk itu, walaupun mungkin tidak semua kita mampu merangkai kata untuk menjawabnya.
Semua kita merasakan arti penting anak dalam rangkaian hidup kita.
Semua kita adalah anak dari orang tua kita, yang menjadi harapan dan harusnya menjadi kebanggaan.
Semua kita menginginkan mempunyai anak, yang menjadi harapan dan kebanggaan sebagai penerus eksistensi kita, sebagai amal jariah kita, yang nantinya akan mengirimkan doa untuk kita karena kesolehannya
Tetapi tidak semua kita memperoleh yang diinginkannya, dan itu sunnatullah, harus kita terima.
Tidak semua kita bisa menjadi anak yang sesuai harapan orang tua, apalagi kebanggaan, minta maaflah pada mereka yang telah menggantungkan asa dan menitip rasa bangga pada kita, berusahalah selagi bisa dan ikhlaslah ketika ikhtiar tak lagi berarti untuk mengubah kondisi.
Tidak semua kita diberi kesempatan memiliki anak biologis, keturunan, nasab, itu bagian dari taqdir yang harus kita terima dengan ikhlas, ridho, karena komplainpun tiada guna.Ikhtiyar wajib, doa harus, keputusan ada pada sang pencipta.
Tidak semua kita berhasil memimpin anak anak yang telah diamanahkan Allah, mereka adalah ujian hidup.
Selayaknya ujian, nilai bagi pesertanya berbeda beda, biasanya dipengaruhi oleh usaha yang dilakukan. Itu sebab, seperti apa jadinya anak, bisa dijadikan sebagai evaluasi bagi kesungguhan upaya orang tuanya, walau itupun tidak mutlak, karena adakalanya, Allah menghendaki kita jadi contoh untuk memberi pelajaran pada manusia, layaknya keluarga nabi Nuh.
Bagaimana jika kita termasuk yang diizinkan Allah memiliki anak yang memenuhi harapan dan layak jadi kebanggaan? Bersyukur itu pasti. Berbangga? atas dasar apa? sukses mendidik ? saya tidak yakin, kesuksesan anak sepenuhnya karena jerih payah orang tuanya, karena terbentuknya karakter anak, kecerdasannya dan kepiawaiannya dalam lifeskill merupakan hasil harmoni kerja keluarga, lingkungan dan sistem yang menyentuhnya.
Contoh kecil, anggaplah anak hafal Al Quran pantas dijadikan ukuran keberhasilan, mari kita kupas:
- untuk berhasil hafal Al Quran harus ada kesungguhan dan mampu bertahan dengan situasi yg sama, kadang membosankan, maka dibutuhkan kekuatan karakter yang telah ditanamkan oleh orang tua atau orang yang mendidiknya di usia emas.
- juga dibutuhkan pembimbing dari yang mengajarinya mengenal huruf hijaiyyah, mengenal tajwid dan menerima setoran/ membimbing hafalan. Tidak semua orang tua mampu melakukan semua tugas itu sepenuhnya, karena disana ada peran orang tua, guru tpa, ustadz di pondok dan lain lain.
- yang terpenting adalah izin Allah, tanpa izinNya, tiada sesuatu akan terjadi, bahkan jatuhnya sehelai daun yang sudah rapuh sekalipun.
Manusia yang mulia adalah yang menundukkan dirinya dihadapan ALLAH, tak pernah merasa bangga dengan setinggi apapun pencapaiannya, karena itu semua adalah atas izin Allah.
Sebaik baik manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat, dengan atau tanpa anak, sedikit atau banyak anak, karena Allah memberikan semuanya sebagai ujian untuk melihat, siapakah diantara hamba hambaNya yang paling bertaqwa?
jadi, " Berapa anakmu?" jawab apa adanya dan tetap bersyukur dengan yang ada.

Monday, August 5, 2013

APRESIASI UNTUK GURU NGAJI

Bukan rahasia, profesi sebagai guru ngaji bukanlah profesi yang menjanjikan secara materi.
Tak ada jaminan atau standar apapun, tidak umr, tidak gaji pns, tidak sertifikasi.
Dimasyarakat pada umumnya masih tabu membicarakan masalah insentif untuk guru ngaji, berapa besaran yang pantas, walaupun ada juga yang sudah melakukannya secara profesional, biasanya yang sudah dikelola oleh lembaga pendidikan untuk melayani privat ke rumah rumah.
Sedangkan untuk guru ngaji yang lebih banyak di masyarakat, yang tergabung dalam Taman Pendidikan Alquran di masjid dan mushola, atau guru yang muridnya datang ke rumah guru, masih terbawa pola lama, seikhlasnya! misalnyapun dikordinir dengan istilah spp, tetap belum memadai dibandingkan dengan waktu dan tenaga yang dikeluarkan, apalagi dibandingkan dengan hasil atau manfaat dari ilmu yang sudah diajarkannya.
Apresiasi yang umum diterima guru ngaji diluar insentif bulanan yang diterima biasanya berupa parcel dari orang tua murid yang care.  Sifatnya tahunan, momen yang sering digunakan adalah Romadhon dan Idul Fitri.
Sekali sekali ada juga bantuan dari pemerintah, atau jika pengelolanya kreatif dapat mengajukan proposal pada beberapa instansi atau donatur.
Kadang kadang, juga dimanfaatkan untuk menyalurkan " bantuan" ketika kampanye.
Kami, terutama suami, yang telah bergelut dengan dunia itu dari tahun 1988, sangat memahami, tetapi belum bisa berbuat banyak untuk memperbaikinya.
Mungkin orentasi sebagai guru ngaji yang perlu di evaluasi.
Keberadaan guru ngaji bukan hal yang bisa diabaikan, bayangkan kalau tidak ada orang yang berminat dengan profesi ini?
sa membaca Al Quran merupakan pintu masuk untuk bisa memahami ajaran islam lebih dalam, bahkan hanya dengan bisa baca Al Quran, begitu banyak pahala yang bisa diraih seseorang, karena Al Quran adalah mu'jizat, membacanya adalah ibadah.
Bahkan Allah menjajikan balasan kebaikan dari setiap huruf yang dibaca, setiap huruf !, bukan ayat atau juz!
Jadi wahai guru ngaji, jangan pernah risau dengan besaran insentif yang diterima, karena ALLAH tidak pernah lalai menghitung amal kebaikan setiap hambaNya.
Bergembiralah bila ada salah seorang murid bisa membaca Alquran tersebab anda mengajarinya, karena pundi pundi pahala anda di sisi Allah akan terus terisi selama murid tersebut membaca Alquran.
Banyak guru ngaji mendapat rizki yang menakjubkan, tak disangka sangka, misalnya, ada yang membiayainya menunaikan ibadah haji.
Mungkin anda bisa mengambil pelajaran dari kami, diizinkannya 2 orang anak kami ( insyaallah yang lain menyusul) hafal Alquran 30 juz, bisa jadi tersebab Allah memberikan balasan dari berapa banyak orang bisa baca Alquran karena keikhlasan kami, terutama suami, membimbing mereka untuk belajar mengaji.
Jangan pernah menyesali hitungan insentif yang kurang memadai, yakinlah bahwa Allah Maha Pemurah untuk untuk melipatgandakan balasan dari amal sholeh yang sangat dicintai Allah.
Bukankah sebaik baik kalian adalah yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya?
Salam sukses untuk guru ngaji!

( posting 5 aguatus 2013 )

ummahatul hafizzul qur an

UMMAHATUL HAFIZZUL QUR AN

Semoga judul di atas tidak salah, maklumlah. . . belum belajar bahasa Arab beneran.

Tulisan ini terinspirasi kejadian tahun lalu, ketika aku jumpa dengan seorang sahabat, disebuah acara, dimana anak keduaku mendapat tugas tilawah Al Quran, tapi tanpa memegang Al Quran karena sudah hafal.
Sahabat tersebut menyalamiku sambil berucap," Selamat ya mba', ummahatul hafizzul quran." sambil matanya berkaca kaca, nampak terharu.
wooow. . . eh . .Subhanallah, aku sempat terhenyak dengan ucapannya, tapi karena sedang ramai, aku belum sempat memikirkannya lebih dalam," Jazakillah, terima kasih, barokallah" ucapku sambil menyambut pelukannya.
Ummahatul hafizzul quran, kalau tidak salah artinya ibunya para penghafal al quran ( ustadz, ustadzah, tolong dikoreksi kalau kurang tepat ), benarkah gelar itu pantas untukku?
Kalau dihitung hitung, tidak salah juga, karena dari 6 orang anakku, 2 orang alhamdulillah sudah hafal 30 juz, yang biasanya sudah dianggap pantas digelari Al Hafizz ( untuk sementara kita pakai asumsi sederhana saja, karena kalau pakai asumsi yang sebenarnya tentang gelar Al Hafizz, mungkin belum memenuhi syarat), tapi kalau aku menyadari seberapa andil dan peranku dalam proses menjadinya anakku sebagai seorang hafizz, aku jadi maluuuuuu.
Koq bisa? lha iyalah? kan aku tahu rahasia dapurnya? kan dapurku ? he he he
Gimana? tertarik? ikuti tulisan berikutnya yaaa....

( posting 5 agustus 2013 )